Dilema Bendahara: Tunai VS Non Tunai, Mana Lebih Menguntungkan?
Oleh: Muhammad Amar Ma’ruf
Satu hal yang telah familiar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bahwa setiap transaksi, baik dalam lingkup individu maupun instansi, dibayarkan menggunakan alat pembayaran berupa uang. Bentuk konkret yang selama ini dikenal dari uang adalah uang tunai/konvensional/fisik, baik itu berupa uang kertas maupun uang logam. Seiring berkembangnya zaman, dinamika perekonomian yang berdampingan dengan maraknya digitalisasi di berbagai sektor menawarkan opsi metode pembayaran baru, yaitu pembayaran secara non tunai. Hal ini secara khusus juga dihadapi oleh bendahara instansi pemerintah yang memiliki pilihan antara kedua opsi tersebut dalam transaksi pembayaran menggunakan uang negara.
Awal mula perjalanan metode non tunai dimulai pada tahun 2014 melalui pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia. Gerakan ini direspon dengan baik oleh pemerintah melalui terbitnya Inpres Nomor 10 tahun 2016 yang mendorong transaksi cashless di lingkup pemerintahan. Kementerian Keuangan kemudian juga merespon melalui penyempurnaan mekanisme berupa pendebitan rekening bendahara melalui internet banking yang diatur dalam PMK 230 tahun 2016. Dilanjutkan pada 1 Juli 2019 yang merupakan periode dimulainya implementasi Kartu Kredit Pemerintah (KKP) sebagai pelaksanaan atas PMK 196 tahun 2018. Tidak berhenti disitu, pada tahun 2020 hingga 2021 dilaksanakan implementasi Virtual Account (VA) secara masif pada 22 ribu rekening pengeluaran dengan fasilitas Cash Management System (CMS), kartu debit, serta pengembangan Digipay di seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L). Kemudian pada tahun 2022 dilanjutkan dengan launching KKP domestik dan QRIS dalam mendukung belanja K/L dan Pemerintah daerah, serta pengalihan seluruh pengadaan manual menuju elektronik paling lambat tahun 2023 melalui penerbitan Inpres Nomor 2 tahun 2022. Sejalan dengan perkembangan teknologi, ke depannya akan terus dikembangkan penguatan budaya non tunai dan penerapan government e-wallet.
Dampak Digitalisasi Pembayaran
Dalam rangka meningkatkan transaksi non tunai pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, dilakukan langkah-langkah tindak lanjut sesuai dengan Surat Dir.PKN nomor S-49/2023 tanggal 24 Januari 2023 dan ND-125/PB.3/2023 tanggal 20 Januari 2023 untuk memberikan pemahaman kepada unit vertikal lingkup K/L mengenai keunggulan dan manfaat transaksi non tunai, baik melalui sosialisasi, surat, atau media lain. Metode pembayaran/pendebitan rekening bendahara pengeluaran mengalami perubahan dengan penambahan opsi Internet Banking dalam PMK Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satker Pengelola APBN. Dampak yang juga tak kalah signifikan yang menindaklanjuti PMK Bendahara di atas adalah dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satker Lingkup Kementerian Negara/ Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.05/2019 tentang Pengelolaan Rekening Pengeluaran Milik Kementerian Negara/ Lembaga. Kedua PMK pengelolaan rekening di atas merupakan langkah penyempurnaan proses bisnis dan restrukturisasi rekening pada instansi pemerintah.
Berbagai penyempurnaan dasar hukum tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam pengelolaan rekening pengeluaran. Dari sisi kuantitas jumlah rekening, sebelumnya terdapat 24,108 Rekening Giro Pengeluaran tersimplifikasi menjadi 781 rekening induk berupa giro sebagai konsolidator di 21.706 VA. Kemudian dari sisi monitoring rekening, yang sebelumnya Monitoring serta pengendalian saldo rekening sulit dilakukan menjadi dapat dilakukan secara real time. Lalu dari sisi pelaporan rekening, sebelumnya Satker masih menyampaikan laporan kepada Kuasa BUN dalam dokumen fisik, namun saat ini telah terfasilitasi dengan Penggunaan dashboard rekening untuk monitoring dan pelaporan. Dari segi akuntabilitas, sebelumnya masih terdapat rekening yang dibuka tanpa izin BUN (rekening liar) dan sekarang proses pembukaan rekening oleh Bank sesuai surat persetujuan BUN.
Kemudian yang menjadi perhatian utama adalah terkait transaksi bendahara. Sebelumnya, opsi alat transaksi bendahara masih berupa konvensional/ tunai (cek/bilyet giro/tarik tunai ATM). Dengan ditetapkannya rangkaian dasar hukum di atas, maka transaksi bendahara sedang menuju ke arah modernisasi. Modernisasi transaksi Bendahara mendukung budaya non tunai/ cashless (CMS, kartu debit, KKP) dan terhubung dengan marketplace pemerintah. Bahkan telah terdapat 86 Kementerian/Lembaga yang telah menerapkan VA, 21.133 satker yang melakukan migrasi rekening ke VA, dan 10 Bank Umum yang sudah mendukung penerapan VA.
Metode Pembayaran Oleh Bendahara Pengeluaran
Bendahara pengeluaran memegang berbagai jenis sumber dana yang berada dalam tanggungjawabnya. Berbagai sumber dana tersebut diantaranya Uang Persediaan (UP), LS Bendahara, potongan pajak, dan uang lainnya. Setiap sumber dana memiliki peruntukan pengeluarannya masing-masing yang didebitkan dari rekening bendahara pengeluaran. Pendebitan rekening bendahara pengeluaran dapat melalui 2 metode, yaitu melalui tunai, serta non tunai yang terdiri dari CMS VA, KKP, dan KKP Domestik, serta fasilitas QRIS oleh BI yang sedang digalakkan penggunaannya oleh pemerintah.
Pembayaran tunai merupakan metode konvensional yang paling familiar bagi bendahara pengeluaran, yaitu dengan cara tarik tunai dari rekening bendahara pengeluaran/BPP yang digunakan untuk transaksi dengan rekanan secara manual. Kemudian metode CMS VA yang dapat diibaratkan sebagai internet banking versi entitas/instansi (bukan individu bendahara) yang terdiri dari 3 user transaksi (Maker, Approver, Releaser). Kemudian metode pembayaran menggunakan kartu kredit, yaitu melalui KKP dan KKP Domestik.
Metode Mana yang Paling Menguntungkan?
Tren transaksi non tunai atau cashless menjadi tren yang terus digalakkan melalui penguatan budaya non tunai oleh pemerintah. Tidak hanya sebatas kampanye himbauan melalui GNNT kepada masyarakat, tetapi juga memberikan contoh penerapan dalam pengelolaan keuangan negara melalui penyempurnaan transaksi bendahara dengan penambahan metode pembayaran non tunai. Namun apakah metode pembayaran non tunai menawarkan keuntungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai?
Berikut adalah perbandingan antara metode pembayaran tunai dengan non tunai ditinjau dari beberapa aspek:
Kelebihan utama metode pembayaran tunai yaitu lebih umum dan mudah digunakan. Metode pembayaran tunai lebih mudah digunakan dan lebih universal karena bendahara dapat menggunakannya kepada rekanan yang hanya dapat menerima transaksi tunai yang tidak dapat dijangkau oleh metode pembayaran non tunai. Meskipun fasilitas dan budaya transaksi dengan metode pembayaran non tunai sudah semakin berkembang, namun belum seluruh pihak rekanan dapat mengakomodir metode pembayaran non tunai. Oleh karena itu, pembayaran tunai dinilai lebih umum digunakan di mana saja dan mudah dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja.
Metode pembayaran tunai relatif lebih cepat karena tidak bergantung pada koneksi internet sehingga tidak akan terjadi kendala jika terjadi gangguan koneksi internet. Kecuali jika transaksi yang dilakukan terdapat kelebihan sehingga harus ada uang kembalian, maka ini akan memakan waktu lebih. Sedangkan metode pembayaran non-tunai bergantung pada koneksi internet. Namun transaksi akan berlangsung lebih cepat karena seluruh pembayaran akan dilakukan secara digital sehingga pada pembayaran non tunai tidak mengenal uang kembalian.
Bendahara pengeluaran membutuhkan koneksi internet jika memilih untuk menggunakan metode pembayaran non tunai. Namun, tak jarang metode pembayaran non tunai dapat terkendala jika terjadi gangguan jaringan atau terdapat koneksi internet yang tidak stabil. Jika bendahara pengeluaran sedang di wilayah yang terpencil atau susah memperoleh koneksi internet yang stabil, maka pembayaran nontunai akan lebih sulit dilakukan.
Metode pembayaran tunai memiliki risiko kriminalitas yang tinggi seperti pencurian, pemerasan, dan perampokan. Hal ini dapat terjadi di mana saja, baik saat kamu di perjalanan atau bahkan saat di rumah maupun di kantor. Membawa kas tunai dalam jumlah besar tentu memunculkan rasa khawatir terhadap tindak kejahatan. Ketika bendahara pengeluaran melakukan tarik tunai melalui ATM, maka sangat berpotensi muncul berbagai bahaya yang mungkin mengintai. Risiko ini relatif minim terjadi jika memanfaatkan metode pembayaran non tunai. Sebab setiap transaksi yang dilakukan dapat tercatat dalam suatu sistem yang bisa dilacak. Apabila terjadi pencurian atau kehilangan, maka bendahara pengeluaran dapat mengetahui penggunaan saldo di dalam kartu elektronik atau akun virtual tersebut. Bendahara pengeluaran juga dapat menghubungi pihak penyedia kartu untuk melakukan pemblokiran supaya saldo di dalam kartu elektronik maupun akun virtual tersebut tetap aman.
Meskipun penyedia metode pembayaran non tunai telah mengupayakan keamanan dalam penggunaan layanan atau produknya, namun risiko kejahatan dunia maya atau cyber crime tetap ada. Risiko terjadinya peretasan yang terdapat pada metode pembayaran non tunai sejatinya sudah dimitigasi dengan baik oleh penyedia layanan pembayaran nontunai. Menggunakan metode pembayaran non tunai memungkinkan bendahara pengeluaran memberikan perlindungan lebih terhadap uang negara melalui sistem keamanan yang meminta pengguna memasukkan PIN, OTP, ataupun password yang bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh pengguna saja, serta pada sebagian penyedia juga terdapat opsi two factor authentication yang memungkinkan transaksi hanya dapat dilakukan oleh pemilik akun. Sistem keamanan tersebut setidaknya dapat meminimalisir risiko pada akun non tunai bendahara pengeluaran.
Menyimpan sejumlah kas tunai di brankas maupun dompet bendahara pengeluaran tentu terlihat lebih rumit daripada menyimpan kas atau kredit pada sebuah kartu transaksi non tunai ataupun melalui akun virtual bendahara pengeluaran. Hal ini dikarenakan uang tunai lebih mudah rusak atau terlipat jika tidak disimpan dengan baik. Adanya kerusakan tentu akan menjadikan bendahara pengeluaran kesulitan untuk menggunakannya kembali dalam suatu transaksi. Lain halnya dengan metode pembayaran non-tunai yang berbentuk kartu yang dilengkapi lapisan plastik sehingga cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak. Kartu ini bahkan bisa digunakan hingga dua atau tiga tahun lebih, sesuai dengan kebijakan masing-masing pihak penyedia. Terlebih lagi jika menggunakan akun virtual yang relatif tidak terlalu merisaukan kerusakan fisik maupun durasi masa berlaku penggunaan
Salah satu kekurangan kas tunai ialah mudah hilang. Jika bendahara pengeluaran tidak menyimpan kas tunai dengan baik, maka akan sangat berisiko hilang, baik karena terselip atau terjatuh selama di perjalanan atau mungkin karena lupa. Lain halnya dengan kas non-tunai yang tidak memiliki risiko seperti pada kas tunai.
Kelebihan transaksi non tunai adalah dari aspek kepraktisannya. Metode pembayaran non tunai dapat dilakukan lebih cepat karena bendahara pengeluaran tidak perlu mencari dan melakukan tarik tunai di ATM atau tidak perlu menunggu uang kembalian jika dibutuhkan. Adanya metode pembayaran non tunai memungkinkan berbagai transaksi dilakukan dengan lebih cepat dan praktis. Selain dapat menghemat waktu, metode pembayaran non tunai juga dapat membuat bendahara pengeluaran tidak perlu menghitung uang dan menyimpan kembalian.
Menggunakan metode pembayaran non tunai memungkinkan bendahara pengeluaran untuk membayar berbagai macam tagihan kapan saja dan di mana saja. Mulai dari membayar tagihan internet, air, listrik, hingga makanan dapat dilakukan dengan metode pembayaran non tunai. Maka dari itu, bendahara pengeluaran tidak perlu menyediakan dan membawa kas tunai lagi untuk membayar semua tagihan tersebut. Bendahara pengeluaran dapat membayar seluruh tagihan tersebut melalui CMS VA (internet banking) maupun dengan KKP/KKPD sehingga transaksi yang dilakukan akan lebih praktis dan mudah.
Jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai, saat satker harus melakukan belanja dalam jumlah yang besar, bendahara pengeluaran dan rekanan tidak perlu kesulitan menghitung ulang jumlah kas tunai yang diberikan saat transaksi karena metode pembayaran non tunai dilakukan secara realtime online. Proses pembayaran dapat dilakukan dengan lebih cepat dan nominal transaksi juga sesuai dengan tagihan yang harus dibayarkan. Selain itu, dengan metode pembayaran tunai, jika bendahara pengeluaran atau pihak rekanan melakukan kesalahan dalam perhitungan, maka dapat merugikan salah satu pihak atau keduanya.
Bagi bendahara pengeluaran satker, metode pembayaran non tunai tidak hanya menjadikan transaksi tercatat secara otomatis, tetapi juga meminimalisir aktivitas penghitungan uang tunai secara manual yang menyulitkan.
Penutup
Metode pembayaran non tunai mempunyai tingkat keamanan yang lebih terjamin jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai. Selain itu, metode pembayaran non tunai juga lebih praktis. Akan tetapi, bendahara pengeluaran sebaiknya tetap menyediakan uang tunai untuk berjaga-jaga jika memang diperlukan, terutama jika diharuskan melakukan transaksi secara manual ketika terdapat kendala koneksi internet maupun ketika bertransaksi dengan rekanan yang belum mengakomodir metode pembayaran non tunai.
“WFH, Sebuah Momen yang Berharga”
Kita semua sepertinya tak pernah menduga bahwa virus bisa mengubah banyak hal dalam tatanan kehidupan manusia. Tamu tak diundang bernama Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) hadir di Indonesia sejak awal tahun 2020. Hal ini disikapi dengan bijak oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). DJPb mengikuti kebijakan tentang pola kerja yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI).
Kemenkeu RI menetapkan dua kebijakan terkait pelaksanaan tugas/pekerjaan, yaitu work from office (WFO), dan work from home (WFH). Sistem kerja baru dalam menjawab tantangan Covid-19 diterapkan oleh seluruh jajaran unit kerja di lingkup Kemenkeu RI, termasuk DJPB. Pola kerja WFO serta WFH dilakukan secara bergantian oleh para pegawai Kemenkeu RI mengingat situasi dan kondisi yang terjadi saat ini.
WFH sebagai sebuah pattern baru sebenarnya sebuah konsep lawas yang sudah lama tumbuh di pikiran pegawai, terutama pegawai wanita (khususnya kalangan ibu-ibu muda). Impian untuk bisa bekerja (berkantor) dari rumah merupakan cita-cita yang seolah terpendam di hati sebagian pegawai wanita. Ada beberapa poin istimewa yang berbeda dengan bekerja di rumah, misalnya pegawai bisa bekerja sambil menjaga anak-anak, menata dan membersihkan rumah, serta memanfaatkan waktu berkegiatan di rumah bersama keluarga.
Saya sudah cukup lama bekerja di lingkungan Kemenkeu RI. Awalnya saya bekerja di bawah naungan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Saat reformasi birokrasi, saya memilih bergabung di DJPb. Berbagai kebijakan organisasi sudah biasa kita terima dengan segala konsekuensinya. Kebijakan WFO dan WFH yang diberlakukan saat ini tentu kita jalani dengan sebaik-baiknya. Saya bersyukur bahwa Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Surabaya I (KPPN Surabaya I), tempat saya bertugas, juga mengikuti kebijakan kerja dari DJPb.
Bulan Maret 2020, saya mengajukan permohonan WFH atas nama pribadi. Kondisi fisik saya sedang kurang sehat. Saya butuh istirahat. Permohonan saya dikabulkan. Buat saya, WFH sehari saja di rumah terasa sangat nyaman. Saya tak pernah menduga bahwa aturan WFO dan WFH ditetapkan terus-menerus selama terjadi pandemi Corona.
Saya merasa beruntung diizinkan WFH sejak bulan April s.d Desember 2020. Bagaimana dengan bulan Januari 2021? Saya masih masuk daftar pegawai yang WFH. Hehe…. Apa saja yang saya lakukan selama WFH? Saya berusaha bekerja sesuai tugas yang menjadi tanggung jawab sehari-hari sebagai pegawai, melaporkan kondisi kesehatan harian, serta mencatat rencana kerja yang harus dilakukan keesokan harinya. Kehadiran seminar online (webinar) di lingkungan Kemenkeu merupakan anugerah spesial yang membahagiakan. Kita bisa belajar plus menambah wawasan tentang pengelolaan keuangan negara dari sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Keuntungan WFH sangat saya rasakan. Saya bisa memulihkan kondisi kesehatan, merapikan rumah secara bertahap, berkebun, merawat tubuh, serta berinteraksi dengan tetangga di sekitar tempat tinggal. Berinteraksi dan membangun persahabatan dengan tetangga menjadi hal langka selama saya bekerja di kantor. Saya biasa berangkat kerja relatif pagi, dan pulang kerja ketika hari sudah gelap. Saya jarang mengobrol ringan dengan tetangga. Selama WFH, saya bisa betegur sapa maupun bertukar cerita dengan tetangga. Saya bisa menumpang absen pagi dan sore dengan memanfaatkan wifi tetangga. Bahkan, saya bisa ngopi sambil menyantap mie telur di kedai tetangga. Sebuah kebahagiaan kecil yang luar biasa.
Kesimpulannya, WFH adalah waktu istimewa yang menjadi hadiah berharga. Saya sesekali tetap menjalankan tugas WFO. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang tak bisa dilakukan dari rumah (WFH). WFH memberikan pengalaman berbeda dalam dunia kerja. Sisi WFH yang kurang menyenangkan adalah saat koneksi internet lambat, tidak semua aplikasi kerja bisa dibuka dari luar kantor, maupun rasa kurang terhubung dengan rekan kerja.
WFH bisa menjadi alternatif sistem kerja yang menarik sebagai pelengkap WFO. Bagaimana pun, manusia adalah makhluk sosial. Kita tetap butuh bertemu teman sejawat, maupun mitra kerja. Alasan sederhananya, kehadiran fisik, sapaan ramah, manisnya senyuman, hangatnya kopi, serta riuhnya obrolan jelas tak akan tergantikan secara online. WFH memberi sederet keuntungan, namun tetap punya celah kekurangan. Saya menikmati proses WFH. Akan tetapi, kehidupan kerja yang normal tetap kita harapkan bisa dijalani kembali. Mari kita berdoa semoga wabah Covid-19 segera berakhir. Oya, tetap terapkan protokol kesehatan. Jangan lupa 3M, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Salam sehat selalu buat seluruh Insan Perbendaharaan. Mari kita jaga semangat untuk terus mengawal APBN dengan pikiran positif dan kinerja yang terbaik.
*) Catatan :
Tulisan ini terpilih untuk dibukukan dalam antologi "Untaian Bakti di Masa Pandemi", yang berisi kisah-kisah unik para pegawai di lingkungan DJPb dari Banda Aceh sampai Papua Barat.
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
"Memantapkan Pemahaman 9 Nilai Antikorupsi untuk Memperkokoh Jati Diri Insan Perbendaharaan"
Budaya antikorupsi merupakan sebuah norma perilaku yang sedang ditumbuhkan di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Budaya antikorupsi ini sejalan dengan kode etik pegawai yang berlaku di lingkungan DJPb. Seperti kita ketahui bahwa korupsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Secara sederhana, korupsi bisa diartikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang biasa dipergunakan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, maupun kelompoknya. Hal ini tentu berdampak buruk bagi tempat kerja, bangsa dan negara. Tindakan korupsi bisa berakibat negatif pada pelaku, keluarga, maupun unit organisasi. Pembentukan budaya antikorupsi perlu dibangun di lingkup DJPb untuk memperkokoh jati diri Insan Perbendaharaan sebagai pengelola keuangan negara yang berkualitas. Beragam tantangan di era modern harus dijawab dengan solusi kreatif sesuai zaman yang dihadapi. Pemahaman tentang arti korupsi, nilai-nilai antikorupsi, serta upaya-upaya membangun budaya organisasi yang baik untuk mencegah korupsi harus segera dicanangkan di lingkungan DJPb.
Tulisan singkat ini hanya membahas bagaimana memantapkan 9 nilai-nilai antikorupsi untuk membangun budaya antikorupsi serta memperkokoh jati diri Insan Perbendaharaan. Nilai-Nilai Antikorupsi diperkenalkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan disosialisasikan ke masyarakat sejak beberapa tahun lalu.
Ada 9 nilai-nilai antikorupsi, yaitu :
1) Kejujuran;
2) Kedisiplinan;
3) Kepedulian;
4) Tanggung jawab;
5) Kerja keras;
6) Kesederhanaan;
7) Kemandirian;
8) Keberanian;
9) Keadilan.
Nilai-Nilai Antikorupsi di atas sebaiknya dipahami dan diterapkan dalam keseharian oleh Insan Perbendaharaan. Nilai-nilai yang diharapkan dapat memupuk budaya antikorupsi mampu membentuk komitmen serta konsistensi para pegawai DJPb dalam menjauhi diri dari korupsi.
Kejujuran diarahkan untuk membangun integritas yang tinggi. Kedisiplinan digunakan untuk menaati hukum dan norma-norma. Kepedulian merupakan bentuk kepekaan pada lingkungan. Tanggung jawab adalah kesadaran untuk menunaikan amanah. Kerja keras merupakan bentuk pengabdian yang sebaik-baiknya. Kesederhanaan yaitu bergaya hidup tidak boros dan mewah. Kemandirian merupakan tanda tidak mudah tergantung pada orang lain. Keberanian adalah mampu melaporkan kecurangan dan berani memperbaiki diri. Keadilan yaitu adil di dalam menerapkan hukum.
Beberapa hal yang bisa diupayakan untuk memantapkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai antikorupsi adalah :
a) Teladan yang baik dari atasan
Pimpinan (atasan) dapat memberikan contoh nyata tentang pengamalan nilai-nilai antikorupsi di lingkungan kerjanya. Contoh yang baik pasti diikuti oleh anak buah dan dijalankan secara terus-menerus.
b) Membangun lingkungan kerja yang berbudaya antikorupsi
Korupsi bisa terjadi bila didukung kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Saat ini di lingkup DJPb dicanangkan program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). Lingkungan kerja yang positif dan berbudaya antikorupsi tentu mendukung tumbuhnya perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai antikorupsi.
c) Menerapkan kode etik pegawai untuk mencegah pelanggaran (korupsi)
Penerapan kode etik PNS yang sejalan dengan nilai-nilai antikorupsi merupakan langkah untuk melakukan pencegahan terjadinya korupsi. Kode etik mengarahkan para pegawai pada tata aturan perilaku yang semestinya dijalankan.
Dari hal-hal di atas kita lihat bahwa nilai-nilai antikorupsi yang diterapkan mampu menguatkan budaya antikorupsi di lingkungan DJPb. Nilai-nilai antikorupsi bisa ditanamkan melalui keteladanan dari atasan (pimpinan), dilakukan secara bertahap dalam keseharian, serta diwujudkan dalam lingkungan kerja yang positif. Sebagai payung dari pengamalan nilai-nilai antikorupsi perlu dikembangkan aturan perilaku (kode etik) beserta sanksi-sanksinya. Dengan demikian budaya antikorupsi diharapkan mampu terwujud nyata.
Dalam mewujudkan budaya antikorupsi sebagai jati diri Insan Perbendaharaan diperlukan keteladanan dari atasan (pimpinan). Selanjutnya, lingkungan kerja yang baik sebagai faktor pendukung harus diciptakan agar budaya antikorupsi tidak sekadar menjadi wacana. Hal yang tak kalah penting adalah memberikan rambu-rambu kode etik sebagai arahan dalam bertindak, serta sanksi-sanksi bila ada pelanggaran. Penerapan 9 nilai-nilai antikorupsi yang ditunjang 3 pilar di atas diharapkan mengokohkan budaya antikorupsi di lingkup DJPb. Dengan demikian jati diri sebagai "Duta Antikorupsi" akan semakin kukuh terpatri di dalam jiwa setiap Insan Perbendaharaan.
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
"Ingin Berhemat? Yuk Rek, Numpak Suroboyo Bus…!!!"
Konon, gaji seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) relatif kecil. Tips yang sering diajarkan untuk mengelola penghasilan sebagai ASN adalah berhemat. Ada beberapa item yang sering diupayakan untuk diminimalkan. Salah satu poin penghematan adalah biaya transportasi (ongkos) ke kantor, dan pulang ke tempat tinggal.
Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) yang bertugas di Surabaya patut bersyukur. Saat ini, Kota Surabaya memiliki inovasi transportasi bertajuk “Suroboyo Bus”. Bus yang diluncurkan Ibu Tri Rismaharini pada tanggal 07 April 2018 tersebut mempunyai keunikan, yaitu tidak menerima pembayaran dalam bentuk uang. Kita bisa naik Suroboyo Bus secara gratis, asalkan ‘membayar’ berupa botol plastik bekas (botol bekas minuman, biasanya air mineral). Suroboyo Bus kini memiliki beberapa rute dengan jam operasi pukul 06.00 s.d 22.00 WIB.
Suroboyo Bus sering disebut sebagai “Tayo”. Kenapa? Di masa awal Suroboyo Bus dioperasikan, kebanyakan penumpangnya adalah anak-anak. Sebuah film animasi anak-anak tentang bus sedang tayang ketika Suroboyo Bus hadir. Judulnya “Tayo the Little Bus”. Itu sebabnya, masyarakat Surabaya acapkali menyebut Suroboyo Bus sebagai “Bus Tayo”.
Apa saja keunikan Suroboyo Bus, dibandingkan bus angkutan umum di Surabaya?
Berikut ini kelebihan Suroboyo Bus, yaitu :
a) Kita bisa naik Suroboyo Bus secara gratis, cukup membawa botol plastik bekas;
b) Suroboyo Bus memiliki tempat duduk yang bersih, dan ada pembagian kursi untuk difabel, orang berusia lanjut, maupun wanita hamil;
c) Suroboyo Bus dilengkapi air conditioner (AC) yang membuat penumpang merasa nyaman;
d) Ada pembagian area tempat duduk buat para penumpang. Penumpang wanita bisa duduk di area depan. Sementara itu, penumpang laki-laki diminta duduk di area belakang;
e) Selama naik Suroboyo Bus, penumpang tidak boleh merokok, makan, maupun minum di dalam bus;
f) Batas waktu naik Suroboyo Bus adalah 2 (dua) jam. Kita bisa berpindah ke bus lain apabila ingin melanjutkan perjalanan dengan rute yang berbeda dari bus yang kita pilih pertama kali;
g) Ada pengumuman tentang halte yang disinggahi dalam 3 (tiga) bahasa. Pertama Bahasa Indonesia, kedua Bahasa Inggris, ketiga Bahasa Suroboyoan.
Ketentuan jumlah botol plastik untuk naik Suroboyo Bus gratis adalah :
- Botol minuman/air mineral besar, 3 (tiga) botol;
- Botol minuman/air mineral sedang 5 (lima) botol;
- Botol/gelas minuman/air mineral kecil 10 (sepuluh) buah.
Bagaimana cara naik Suroboyo Bus?
Ada 2 (dua) cara untuk naik Suroboyo Bus gratis :
1) Kita bawa botol plastik bekas sesuai ketentuan di atas ke beberapa tempat penukaran, agar mendapatkan stiker untuk naik Suroboyo Bus gratis;
2) Kita bawa botol plastik bekas sesuai jumlah yang ditetapkan. Saat naik Suroboyo Bus, kita serahkan botol-botol plastik tersebut ke helper yang bertugas. Petugas di Suroboyo Bus disebut helper, bukan kondektur.
Suroboyo Bus merupakan upaya Kota Surabaya untuk mengurangi sampah/botol plastik. Halte terakhir yang menjadi tujuan Suroboyo Bus yaitu Terminal Purabaya (Bungur Asih). Beberapa petugas sudah siap di Terminal Purabaya, memindahkan botol-botol plastik dari dalam Suroboyo Bus ke karung-karung untuk didaur ulang.
Berapa uang yang bisa kita hemat dengan melakukan perjalanan gratis? Nilai rupiah yang bisa Anda hemat tergantung tujuan, dan berapa kali berganti angkutan umum. Admin website KPPN Surabaya I sering memanfaatkan jasa Suroboyo Bus. Secara materi, admin bisa berhemat Rp7.000,00 s.d Rp10.000,00 setiap hari. Lumayan kan? Apabila nilai Rp10.000,00 dikalikan 20 hari kerja, hasilnya Rp200.000,00/bulan. Kita bisa mengumpulkan dana Rp2.400.000,00 dalam setahun. Uang hasil menghemat ongkos kerja bisa kita masukkan rekening tabungan atau menambah sedekah.
Ada sedikit ‘kekurangan’ dalam pelayanan Suroboyo Bus. Bus berbayar botol plastik bekas ini hanya mau berhenti dan mengambil penumpang di halte-halte yang ditentukan. Kita harus menunggu bus di halte dengan jadual yang cukup teratur. Jadual serta rute Suroboyo Bus bisa dilihat pada aplikasi Gobis yang bisa diunduh di playstore. Nah, tunggu apa lagi? Yuk, kita berhemat dengan naik Suroboyo Bus...!!!
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
*) Catatan :
- Numpak = naik
- Pembayaran Suroboyo Bus dengan stiker saat ini sudah tidak berlaku (terakhir 31-12-2021). Pembayaran Suroboyo Bus tmt 01-01-2022 diganti menggunakan e-voucher yang bisa discan di atas bus. Caranya, Anda bisa menukarkan botol bekas di tempat penukaran. Petugas di tempat penukaran akan memberi e-voucher (barcode) yang bisa dipergunakan sebanyak 10 kali naik Suroboyo Bus.
"Sebuah Kreasi Kecil Pengarusutamaan Gender (PUG) di Lingkungan KPPN Surabaya I"
Pengarusutamaan Gender (PUG) berasal dari kata arus utama, yang merupakan terjemahan dari kata mainstream. PUG adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan serta program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan serta laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap seluruh aspek kehidupan dan pembangunan.
Pelaksanaan PUG di Kementerian/Lembaga (K/L) merupakan implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 (Inpres Nomor 9 Tahun 2000) tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kebijakan PUG lintas bidang pembangunan sebagai landasan pembangunan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 (PP Nomor 5 Tahun 2010) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) menindaklanjuti program PUG dengan menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-116/PB/2017 tentang Implementasi Pengarusutamaan Gender di Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tujuan umum pelaksanaan PUG di Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), khususnya di lingkup DJPb adalah memastikan bahwa seluruh kebijakan, program, dan kegiatan berlaku adil, agar tumbuh kesetaraan gender dalam mendapatkan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Surabaya I (KPPN Surabaya I) sebagai salah satu instansi vertikal di bawah naungan DJPb turut mendukung implementasi PUG. Komposisi pegawai di KPPN Surabaya I menunjukkan jumlah yang seimbang, yaitu 19 orang laki-laki, dan 20 orang perempuan. Komposisi pegawai ini menuntut adanya pengaplikasian PUG di lingkungan kerja dengan sebaik-baiknya.
Berikut ini beberapa kreasi yang diwujudkan KPPN Surabaya I dalam rangka mendukung pelaksanaan PUG di DJPb :
1) Menunjuk salah satu pegawai wanita sebagai Duta Pengarusutamaan Gender (Duta PUG) yang berfungsi sebagai representasi KPPN Surabaya I yang andal serta informatif di bidang PUG, termasuk memberi saran dan ide kreatif tentang pengembangan PUG di tempat kerja.
2) Penyediaan “Ruang Laktasi dan Bermain Anak” di KPPN Surabaya I. Ruang ini menjadi kebutuhan bagi satuan kerja (satker) wanita yang membawa anak balita (bayi s.d usia lima tahunan), maupun pegawai wanita yang mengajak anaknya ke tempat kerja. Keberadaan ruang laktasi diatur pada UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15/2013 (Permenkes 15/2013) tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu (ASI). Amanat peraturan di atas bisa dibaca pada pasal 128 ayat (2) dan ayat (3) UU Kesehatan jo pasal 6 Permenkes 15/2013 yaitu “Pengurus tempat kerja harus memberikan fasilitas menyusui dan memerah ASI untuk ibu pekerja yang bekerja di dalam dan luar ruangan”.
3) Pemberian kesempatan, disertai pembekalan/arahan (coaching) bagi para pegawai wanita untuk berkarier dengan mengikuti program assessment, sesuai syarat serta ketentuan yang berlaku di organisasi. Hal ini membuat para pegawai wanita mendapatkan kesempatan promosi, berdasarkan asas kesetaraan gender yang diberlakukan.
Dari hal-hal yang diuraikan di atas dapat kita lihat bahwa aplikasi PUG pada KPPN Surabaya I mampu ditingkatkan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai ide untuk direalisasikan, yaitu :
1) Penyediaan buku-buku bacaan yang sesuai bagi pegawai wanita untuk menambah wawasan di bidang pekerjaan maupun bidang lainnya (kesehatan, psikologi, merawat anak, menata rumah, pengembangan diri, dll). Pemutaran video tentang kegiatan PUG di lingkup DJPb yang dinilai menarik dan layak ditiru. Kegiatan ini bisa diikuti dengan diskusi tentang buku yang dibaca maupun video yang ditonton bersama.
2) Kelas sharing session (berbagi informasi) seputar masalah kewanitaan untuk menambah pengetahuan dengan pembicara salah satu pegawai yang berkompeten maupun pembicara profesional yang sesuai keahliannya. Pokok bahasan bisa seputar masalah kesehatan wanita (reproduksi), psikologi, merawat anak, mengelola keuangan dengan bijak, seni berkarier di Kemenkeu RI, dst.
3) Penyediaan kotak saran PUG untuk menampung saran, masukan, serta sumbangan gagasan dari para pegawai, tanpa melihat pangkat serta jabatan. Saran, masukan, serta ide kreatif bisa berasal dari pelaksana, tidak selalu berasal dari pejabat (atasan). Saran-saran tersebut dapat ditindaklanjuti atasan dengan merealisasikannya demi kemajuan dan peningkatan kreativitas PUG dalam organisasi.
Demikianlah sekilas implementasi PUG yang telah dilakukan di KPPN Surabaya I. Perencanaan, koordinasi, dan penyempurnaan PUG tetap bisa dikembangkan. Stereotype (pelabelan) bahwa wanita lebih rendah kemampuannya di dunia kerja bisa dijawab melalui PUG. Para wanita yang bekerja mempunyai keunikan dan kondisi yang berbeda sesuai kodratnya. Keistimewaan ini memerlukan perhatian khusus, agar para wanita yang bekerja mampu mengembangkan bakat serta potensinya secara optimal. Keseimbangan antara bekerja dan peran wanita dalam keluarga perlu dijaga. PUG di DJPb diharapkan mampu membantu para wanita bekerja agar bisa memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, serta inovasi yang meningkatkan kinerja pribadi serta organisasi.
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
|
|
|
“Hakordia di Mata Seorang Bunda”
Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) biasa diperingati setiap tanggal 09 Desember. Tema Hakordia tahun 2021 adalah “Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi”. Peringatan Hakordia diselenggarakan di tempat-tempat kerja dengan beragam aktivitas. Ada 9 (sembilan) nilai-nilai antikorupsi yang dicanangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apa saja sembilan nilai-nilai antikorupsi dari KPK? Nilai-nilai antikorupsi tersebut adalah :
1) Kejujuran;
2) Kedisiplinan;
3) Kepedulian;
4) Tanggung jawab;
5) Kerja keras;
6) Kesederhanaan;
7) Kemandirian;
8) Keberanian;
9) Keadilan.
Nilai-nilai antikorupsi di atas sebaiknya dipahami dan diterapkan dalam keseharian di lingkungan kerja, serta masyarakat luas. Tahukah Anda di mana tempat pertama dan utama untuk menumbuhkan nilai-nilai antikorupsi? Benar. Nilai-nilai antikorupsi akan tumbuh dan berkembang dari keluarga. Membangun pribadi-pribadi berintegritas itu berawal di lingkungan keluarga.
Menanamkan nilai-nilai antikorupsi merupakan hal yang gampang-gampang susah. Gampang, namun susah mewujudkannya. Mengapa? Ada banyak tantangannya. Akan tetapi, ilmu dan tekad yang kuat mampu membuat sebuah keluarga melakukan pembelajaran tentang nilai-nilai antikorupsi pada anak-anak. Orangtua, khususnya seorang ibu (bunda) bisa membuat definisi bersahaja tentang nilai-nilai antikorupsi untuk dimulai dalam keluarga.
Kejujuran diarahkan untuk membangun integritas yang tinggi. Kedisiplinan digunakan untuk menaati hukum dan norma-norma. Kepedulian merupakan bentuk kepekaan pada lingkungan. Tanggung jawab adalah kesadaran untuk menunaikan amanah. Kerja keras merupakan bentuk pengabdian yang sebaik-baiknya. Kesederhanaan yaitu bergaya hidup tidak boros dan mewah. Kemandirian merupakan tanda tidak mudah tergantung pada orang lain. Keberanian adalah mampu melaporkan kecurangan dan berani memperbaiki diri. Keadilan yaitu adil di dalam menerapkan hukum.
Semua orangtua mestinya berharap mempunyai anak yang berintegritas, mampu mengawali hidupnya dengan nilai-nilai kebaikan. Namun, seorang ibu sebagai pendidik pertama di lingkup keluarga butuh tahap-tahap dan jangka waktu tertentu untuk membimbing anak-anak agar berakhlak mulia. Hal utama yang harus dilakukan orangtua adalah memberikan keteladanan.
Kejujuran bisa diajarkan sejak awal, misalnya membayar uang belanja ke tukang sayur dengan jumlah yang benar (tanpa dikurangi). Kedisiplinan dicontohkan dengan berangkat kerja tepat waktu. Kepedulian dilakukan dengan menjenguk tetangga yang sakit. Tanggung jawab tentu ditunjukkan melalui komitmen ayah dan ibu dalam membangun keluarga. Kerja keras diperlihatkan melalui upaya mencari nafkah sebagai sumber kehidupan keluarga. Kesederhanaan bisa diajarkan dalam bentuk membuat menu masakan sehari-hari. Kemandirian diteladankan dalam wujud tidak bergantung pada keluarga besar, saat hidup tanpa halangan. Keberanian diarahkan pada kemampuan untuk menyampaikan kebenaran. Keadilan diajarkan dengan membangun sikap adil pada anak-anak, tidak pilih kasih.
Kita sering memaki-maki koruptor yang beritanya dimuat di koran. Namun, kita hanya sebatas mengumbar ucapan. Tindakan terbaik adalah memberikan penjelasan pada anak tentang perbuatan tercela tersebut. Kita ajak anak-anak untuk belajar merealisasikan nilai-nilai antikorupsi. Anak-anak kita ajak untuk jujur, disiplin, peduli, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, berani, serta adil.
Ada tiga poin yang bisa dilakukan orangtua (ibu) untuk membangun integritas dari rumah, yaitu :
1) Keteladanan
Orangtua harus terus-menerus, dan sabar untuk memberikan contoh nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Arahan yang penuh kasih sayang dari orangtua biasanya lebih mudah diikuti anak-anak. Orangtua adalah panutan sepanjang waktu dari anak-anak.
2) Konsisten
Orangtua semestinya menerapkan nilai-nilai mulia secara konsisten. Dengan demikian anak-anak akan terbiasa dengan pola perilaku yang benar di tengah keluarga. Kelak, anak-anak akan tumbuh menjadi insan yang berakhlak baik di masyarakat luas.
3) Memberi pendampingan dan dukungan
Pendampingan dari kedua orangtua sangat berperan bagi anak-anak dalam menerapkan nilai-nilai kebaikan di dunia nyata. Dukungan orangtua juga berperan penting dalam mengukuhkan semangat untuk senantiasa berbuat baik. Orangtua adalah tempat bertanya dan penguat bagi anak-anak dalam menjaga iman yang kokoh.
Demikianlah nilai-nilai Hakordia sebaiknya disemai, dirawat, dipupuk dari keluarga. Ayah dan bunda berperan menjadi guru, pendidik pertama, pemberi teladan dalam membangun pribadi-pribadi berintegritas di rumah. Saat anak-anak tumbuh dewasa, pendidikan dari keluarga diharapkan mampu diamalkan di dunia yang lebih luas. Semoga tindakan koruptif mampu dikurangi dengan kehadiran anak-anak yang berbudi luhur. Mari kita bersatu padu membangun budaya antikorupsi. Selamat Hakordia 2021!
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
"Selasa Berkebaya : Upaya Melestarikan Budaya Bangsa Indonesia"
Sebuah implementasi program Pengarusutamaan Gender (PUG) yang direalisasikan tahun 2019 adalah mendukung gerakan berkebaya bagi pegawai perempuan di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI). Gerakan nasional Indonesia Berkebaya diinisiasi oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB). Setiap bulan, pada hari Selasa di minggu pertama para pegawai wanita di lingkungan Kemenkeu RI berkebaya ke kantor. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Surabaya I (KPPN Surabaya I) mengikuti gerakan “Selasa Berkebaya” untuk membangkitkan semangat cinta kepada kebudayaan Indonesia.
Kegiatan berkebaya ke kantor bertujuan melestarikan budaya bangsa Indonesia. Kebaya adalah busana tradisional wanita Indonesia. Wanita Indonesia terbiasa mengenakan kain yang dipadu kebaya. Budaya berkebaya di kalangan wanita Indonesia mulai memudar seiring tumbuhnya kebiasaan berpakaian rok dan blouse dalam keseharian. Kebijakan untuk berkebaya setiap Selasa awal bulan dirasakan sebagai upaya untuk menjaga salah satu warisan luhur bangsa Indonesia.
Berkebaya di tempat kerja bertujuan untuk menjaga rasa cinta pada busana tradisional dan wastra bangsa Indonesia. Hal ini penting untuk dilakukan agar generasi muda terpupuk rasa cintanya pada warisan budaya bangsa. Indonesia memiliki beragam suku bangsa dengan berbagai corak kain dan model kebaya. Upaya menjaga dan melestarikan asset nasional tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama.
Ada beberapa tujuan kebijakan “Selasa Berkebaya” di lingkup Kemenkeu RI, yaitu :
a) memperkenalkan kembali kebaya sebagai bagian dari sejarah dan budaya Indonesia kepada wanita Indonesia, terutama generasi muda;
b) meningkatkan rasa cinta pada busana nasional bangsa Indonesia;
c) menumbuhkan kreativitas dalam mendesain kain tradisional menjadi model kebaya tanpa meninggalkan pakem budaya yang merupakan warisan leluhur,
d) menjaga busana nasional yang menunjukkan identitas bangsa agar tetap lestari;
e) mendukung usaha kecil yang bertujuan memajukan ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Program “Selasa Berkebaya” telah dilaksanakan di lingkungan Kemenkeu RI sejak bulan Agustus 2019. Aturan berkebaya hari Selasa pertama tiap bulan telah dijalankan di Kemenkeu RI. Para pegawai wanita di KPPN Surabaya I secara rutin mengikuti kebijakan berkebaya ke kantor setiap bulan. Berbusana tradisional ke kantor ternyata meningkatkan rasa nasionalisme. Para pegawai wanita yang berkebaya terlihat lebih cantik dan anggun. Hal ini menunjukkan bahwa berbusana tradisional tidak menghalangi kinerja. Penampilan yang baik justru meningkatkan semangat kerja untuk memberikan sumbangan terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.
Kontributor naskah dan foto |
: |
Sri Juli Astuti |
"Go Green with 031 GO!"
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2009 tentang Kantor Peduli Lingkungan. Setiap kantor didorong dan dihimbau agar menjadi eco-office, yang menerapkan manajemen mutu lingkungan dalam rangka pengurangan efek pemanasan global. Penerapan eco-office sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penghematan Listrik dan Air.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) berkomitmen untuk turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan dengan menerbitkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaann nomor SE-18/PB/2017 tanggal 09 Maret 2017. Isi SE DJPBN tersebut tentang Program Perbendaharaan Go Green di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. DJPBN mengembangkan konsep kantor yang kegiatannya dijalankan dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan menerapkan perkantoran yang bersih, efisien,ramah, hemat energy, serta berbudaya lingkungan.
KPPN Surabaya I mendukung sepenuhnya program “Perbendaharaan Go Green“ melalui program “031 Go Green!”. Dengan program tersebut seluruh pegawai KPPN Surabaya I terlibat aktif mewujudkan lingkungan KPPN Surabaya I yang bersih, efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam dan energi, serta berperilaku yang berpihak pada upaya pelestarian lingkungan. Adapun ruang lingkup pelaksanaan program “031 GO!” pada KPPN Surabaya I dimulai awal tahun 2017, dilakukan evaluasi secara bertahap dalam pelaksanaannya setiap triwulan.
Maksud dan tujuan program “031 GO!” adalah :
Berikut ini paparan tentang program “031 Go Green!” :
a) 0 Dirty (Bersih)
Bersih bukan berarti tidak boleh ada sampah, namun diupayakan agar lingkungan kantor senantiasa bersih.
Bentuk kegiatannya berupa:
b) 3 Savings (Hemat Listrik, Hemat Air, Hemat Kertas)
Pada prinsipnya, KPPN Surabaya I melakukan penghematan terhadap penggunaan energi listrik, air dan kertas. Perlu diketahui, KPPN Surabaya I berada di lingkungan Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya I yang dikelola oleh unit eselon I yang berbeda. Oleh karena itu, capaian /output yang diukur terbatas pada penghematan kertas.
Beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan:
c) 1 Greening (Penghijauan)
Kegiatan penghijauan dilakukan dalam bentuk:
Program “031 GO!” dilaksanakan di lingkungan KPPN Surabaya I secara bertahap, mulai Maret 2017, dan dilaporkan pencapaiannya ke Kantor Pusat DJPBN setiap triwulan. Program ini dipimpin langsung oleh Kepala KPPN Surabaya I sebagai Change Agent implementasi “Perbendaharaan Go Green” dan beberapa pegawai yang bertugas melakukan pemantauan atas program-program yang telah dibuat. Program go green yang menjadi salah satu inovasi di lingkungan DJPBN diharapkan menjadi titik awal bagi seluruh instansi pemerintah untuk selalu berusaha melestarikan lingkungan dengan menerapkan konsep kantor ramah lingkungan.
Kontributor naskah dan logo |
: |
Rizky Purnamasari |
Kontributor foto |
: |
Supriyanto |