Dilema Bendahara: Tunai VS Non Tunai, Mana Lebih Menguntungkan?
Oleh: Muhammad Amar Ma’ruf
Satu hal yang telah familiar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bahwa setiap transaksi, baik dalam lingkup individu maupun instansi, dibayarkan menggunakan alat pembayaran berupa uang. Bentuk konkret yang selama ini dikenal dari uang adalah uang tunai/konvensional/fisik, baik itu berupa uang kertas maupun uang logam. Seiring berkembangnya zaman, dinamika perekonomian yang berdampingan dengan maraknya digitalisasi di berbagai sektor menawarkan opsi metode pembayaran baru, yaitu pembayaran secara non tunai. Hal ini secara khusus juga dihadapi oleh bendahara instansi pemerintah yang memiliki pilihan antara kedua opsi tersebut dalam transaksi pembayaran menggunakan uang negara.
Awal mula perjalanan metode non tunai dimulai pada tahun 2014 melalui pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia. Gerakan ini direspon dengan baik oleh pemerintah melalui terbitnya Inpres Nomor 10 tahun 2016 yang mendorong transaksi cashless di lingkup pemerintahan. Kementerian Keuangan kemudian juga merespon melalui penyempurnaan mekanisme berupa pendebitan rekening bendahara melalui internet banking yang diatur dalam PMK 230 tahun 2016. Dilanjutkan pada 1 Juli 2019 yang merupakan periode dimulainya implementasi Kartu Kredit Pemerintah (KKP) sebagai pelaksanaan atas PMK 196 tahun 2018. Tidak berhenti disitu, pada tahun 2020 hingga 2021 dilaksanakan implementasi Virtual Account (VA) secara masif pada 22 ribu rekening pengeluaran dengan fasilitas Cash Management System (CMS), kartu debit, serta pengembangan Digipay di seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L). Kemudian pada tahun 2022 dilanjutkan dengan launching KKP domestik dan QRIS dalam mendukung belanja K/L dan Pemerintah daerah, serta pengalihan seluruh pengadaan manual menuju elektronik paling lambat tahun 2023 melalui penerbitan Inpres Nomor 2 tahun 2022. Sejalan dengan perkembangan teknologi, ke depannya akan terus dikembangkan penguatan budaya non tunai dan penerapan government e-wallet.
Dampak Digitalisasi Pembayaran
Dalam rangka meningkatkan transaksi non tunai pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, dilakukan langkah-langkah tindak lanjut sesuai dengan Surat Dir.PKN nomor S-49/2023 tanggal 24 Januari 2023 dan ND-125/PB.3/2023 tanggal 20 Januari 2023 untuk memberikan pemahaman kepada unit vertikal lingkup K/L mengenai keunggulan dan manfaat transaksi non tunai, baik melalui sosialisasi, surat, atau media lain. Metode pembayaran/pendebitan rekening bendahara pengeluaran mengalami perubahan dengan penambahan opsi Internet Banking dalam PMK Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satker Pengelola APBN. Dampak yang juga tak kalah signifikan yang menindaklanjuti PMK Bendahara di atas adalah dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satker Lingkup Kementerian Negara/ Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.05/2019 tentang Pengelolaan Rekening Pengeluaran Milik Kementerian Negara/ Lembaga. Kedua PMK pengelolaan rekening di atas merupakan langkah penyempurnaan proses bisnis dan restrukturisasi rekening pada instansi pemerintah.
Berbagai penyempurnaan dasar hukum tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam pengelolaan rekening pengeluaran. Dari sisi kuantitas jumlah rekening, sebelumnya terdapat 24,108 Rekening Giro Pengeluaran tersimplifikasi menjadi 781 rekening induk berupa giro sebagai konsolidator di 21.706 VA. Kemudian dari sisi monitoring rekening, yang sebelumnya Monitoring serta pengendalian saldo rekening sulit dilakukan menjadi dapat dilakukan secara real time. Lalu dari sisi pelaporan rekening, sebelumnya Satker masih menyampaikan laporan kepada Kuasa BUN dalam dokumen fisik, namun saat ini telah terfasilitasi dengan Penggunaan dashboard rekening untuk monitoring dan pelaporan. Dari segi akuntabilitas, sebelumnya masih terdapat rekening yang dibuka tanpa izin BUN (rekening liar) dan sekarang proses pembukaan rekening oleh Bank sesuai surat persetujuan BUN.
Kemudian yang menjadi perhatian utama adalah terkait transaksi bendahara. Sebelumnya, opsi alat transaksi bendahara masih berupa konvensional/ tunai (cek/bilyet giro/tarik tunai ATM). Dengan ditetapkannya rangkaian dasar hukum di atas, maka transaksi bendahara sedang menuju ke arah modernisasi. Modernisasi transaksi Bendahara mendukung budaya non tunai/ cashless (CMS, kartu debit, KKP) dan terhubung dengan marketplace pemerintah. Bahkan telah terdapat 86 Kementerian/Lembaga yang telah menerapkan VA, 21.133 satker yang melakukan migrasi rekening ke VA, dan 10 Bank Umum yang sudah mendukung penerapan VA.
Metode Pembayaran Oleh Bendahara Pengeluaran
Bendahara pengeluaran memegang berbagai jenis sumber dana yang berada dalam tanggungjawabnya. Berbagai sumber dana tersebut diantaranya Uang Persediaan (UP), LS Bendahara, potongan pajak, dan uang lainnya. Setiap sumber dana memiliki peruntukan pengeluarannya masing-masing yang didebitkan dari rekening bendahara pengeluaran. Pendebitan rekening bendahara pengeluaran dapat melalui 2 metode, yaitu melalui tunai, serta non tunai yang terdiri dari CMS VA, KKP, dan KKP Domestik, serta fasilitas QRIS oleh BI yang sedang digalakkan penggunaannya oleh pemerintah.
Pembayaran tunai merupakan metode konvensional yang paling familiar bagi bendahara pengeluaran, yaitu dengan cara tarik tunai dari rekening bendahara pengeluaran/BPP yang digunakan untuk transaksi dengan rekanan secara manual. Kemudian metode CMS VA yang dapat diibaratkan sebagai internet banking versi entitas/instansi (bukan individu bendahara) yang terdiri dari 3 user transaksi (Maker, Approver, Releaser). Kemudian metode pembayaran menggunakan kartu kredit, yaitu melalui KKP dan KKP Domestik.
Metode Mana yang Paling Menguntungkan?
Tren transaksi non tunai atau cashless menjadi tren yang terus digalakkan melalui penguatan budaya non tunai oleh pemerintah. Tidak hanya sebatas kampanye himbauan melalui GNNT kepada masyarakat, tetapi juga memberikan contoh penerapan dalam pengelolaan keuangan negara melalui penyempurnaan transaksi bendahara dengan penambahan metode pembayaran non tunai. Namun apakah metode pembayaran non tunai menawarkan keuntungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai?
Berikut adalah perbandingan antara metode pembayaran tunai dengan non tunai ditinjau dari beberapa aspek:
- Universalitas
Kelebihan utama metode pembayaran tunai yaitu lebih umum dan mudah digunakan. Metode pembayaran tunai lebih mudah digunakan dan lebih universal karena bendahara dapat menggunakannya kepada rekanan yang hanya dapat menerima transaksi tunai yang tidak dapat dijangkau oleh metode pembayaran non tunai. Meskipun fasilitas dan budaya transaksi dengan metode pembayaran non tunai sudah semakin berkembang, namun belum seluruh pihak rekanan dapat mengakomodir metode pembayaran non tunai. Oleh karena itu, pembayaran tunai dinilai lebih umum digunakan di mana saja dan mudah dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja.
- Konektivitas Internet
Metode pembayaran tunai relatif lebih cepat karena tidak bergantung pada koneksi internet sehingga tidak akan terjadi kendala jika terjadi gangguan koneksi internet. Kecuali jika transaksi yang dilakukan terdapat kelebihan sehingga harus ada uang kembalian, maka ini akan memakan waktu lebih. Sedangkan metode pembayaran non-tunai bergantung pada koneksi internet. Namun transaksi akan berlangsung lebih cepat karena seluruh pembayaran akan dilakukan secara digital sehingga pada pembayaran non tunai tidak mengenal uang kembalian.
Bendahara pengeluaran membutuhkan koneksi internet jika memilih untuk menggunakan metode pembayaran non tunai. Namun, tak jarang metode pembayaran non tunai dapat terkendala jika terjadi gangguan jaringan atau terdapat koneksi internet yang tidak stabil. Jika bendahara pengeluaran sedang di wilayah yang terpencil atau susah memperoleh koneksi internet yang stabil, maka pembayaran nontunai akan lebih sulit dilakukan.
- Keamanan
Metode pembayaran tunai memiliki risiko kriminalitas yang tinggi seperti pencurian, pemerasan, dan perampokan. Hal ini dapat terjadi di mana saja, baik saat kamu di perjalanan atau bahkan saat di rumah maupun di kantor. Membawa kas tunai dalam jumlah besar tentu memunculkan rasa khawatir terhadap tindak kejahatan. Ketika bendahara pengeluaran melakukan tarik tunai melalui ATM, maka sangat berpotensi muncul berbagai bahaya yang mungkin mengintai. Risiko ini relatif minim terjadi jika memanfaatkan metode pembayaran non tunai. Sebab setiap transaksi yang dilakukan dapat tercatat dalam suatu sistem yang bisa dilacak. Apabila terjadi pencurian atau kehilangan, maka bendahara pengeluaran dapat mengetahui penggunaan saldo di dalam kartu elektronik atau akun virtual tersebut. Bendahara pengeluaran juga dapat menghubungi pihak penyedia kartu untuk melakukan pemblokiran supaya saldo di dalam kartu elektronik maupun akun virtual tersebut tetap aman.
Meskipun penyedia metode pembayaran non tunai telah mengupayakan keamanan dalam penggunaan layanan atau produknya, namun risiko kejahatan dunia maya atau cyber crime tetap ada. Risiko terjadinya peretasan yang terdapat pada metode pembayaran non tunai sejatinya sudah dimitigasi dengan baik oleh penyedia layanan pembayaran nontunai. Menggunakan metode pembayaran non tunai memungkinkan bendahara pengeluaran memberikan perlindungan lebih terhadap uang negara melalui sistem keamanan yang meminta pengguna memasukkan PIN, OTP, ataupun password yang bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh pengguna saja, serta pada sebagian penyedia juga terdapat opsi two factor authentication yang memungkinkan transaksi hanya dapat dilakukan oleh pemilik akun. Sistem keamanan tersebut setidaknya dapat meminimalisir risiko pada akun non tunai bendahara pengeluaran.
- Penyimpanan
Menyimpan sejumlah kas tunai di brankas maupun dompet bendahara pengeluaran tentu terlihat lebih rumit daripada menyimpan kas atau kredit pada sebuah kartu transaksi non tunai ataupun melalui akun virtual bendahara pengeluaran. Hal ini dikarenakan uang tunai lebih mudah rusak atau terlipat jika tidak disimpan dengan baik. Adanya kerusakan tentu akan menjadikan bendahara pengeluaran kesulitan untuk menggunakannya kembali dalam suatu transaksi. Lain halnya dengan metode pembayaran non-tunai yang berbentuk kartu yang dilengkapi lapisan plastik sehingga cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak. Kartu ini bahkan bisa digunakan hingga dua atau tiga tahun lebih, sesuai dengan kebijakan masing-masing pihak penyedia. Terlebih lagi jika menggunakan akun virtual yang relatif tidak terlalu merisaukan kerusakan fisik maupun durasi masa berlaku penggunaan
Salah satu kekurangan kas tunai ialah mudah hilang. Jika bendahara pengeluaran tidak menyimpan kas tunai dengan baik, maka akan sangat berisiko hilang, baik karena terselip atau terjatuh selama di perjalanan atau mungkin karena lupa. Lain halnya dengan kas non-tunai yang tidak memiliki risiko seperti pada kas tunai.
- Praktis
Kelebihan transaksi non tunai adalah dari aspek kepraktisannya. Metode pembayaran non tunai dapat dilakukan lebih cepat karena bendahara pengeluaran tidak perlu mencari dan melakukan tarik tunai di ATM atau tidak perlu menunggu uang kembalian jika dibutuhkan. Adanya metode pembayaran non tunai memungkinkan berbagai transaksi dilakukan dengan lebih cepat dan praktis. Selain dapat menghemat waktu, metode pembayaran non tunai juga dapat membuat bendahara pengeluaran tidak perlu menghitung uang dan menyimpan kembalian.
Menggunakan metode pembayaran non tunai memungkinkan bendahara pengeluaran untuk membayar berbagai macam tagihan kapan saja dan di mana saja. Mulai dari membayar tagihan internet, air, listrik, hingga makanan dapat dilakukan dengan metode pembayaran non tunai. Maka dari itu, bendahara pengeluaran tidak perlu menyediakan dan membawa kas tunai lagi untuk membayar semua tagihan tersebut. Bendahara pengeluaran dapat membayar seluruh tagihan tersebut melalui CMS VA (internet banking) maupun dengan KKP/KKPD sehingga transaksi yang dilakukan akan lebih praktis dan mudah.
Jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai, saat satker harus melakukan belanja dalam jumlah yang besar, bendahara pengeluaran dan rekanan tidak perlu kesulitan menghitung ulang jumlah kas tunai yang diberikan saat transaksi karena metode pembayaran non tunai dilakukan secara realtime online. Proses pembayaran dapat dilakukan dengan lebih cepat dan nominal transaksi juga sesuai dengan tagihan yang harus dibayarkan. Selain itu, dengan metode pembayaran tunai, jika bendahara pengeluaran atau pihak rekanan melakukan kesalahan dalam perhitungan, maka dapat merugikan salah satu pihak atau keduanya.
- Pembukuan
Bagi bendahara pengeluaran satker, metode pembayaran non tunai tidak hanya menjadikan transaksi tercatat secara otomatis, tetapi juga meminimalisir aktivitas penghitungan uang tunai secara manual yang menyulitkan.
Penutup
Metode pembayaran non tunai mempunyai tingkat keamanan yang lebih terjamin jika dibandingkan dengan metode pembayaran tunai. Selain itu, metode pembayaran non tunai juga lebih praktis. Akan tetapi, bendahara pengeluaran sebaiknya tetap menyediakan uang tunai untuk berjaga-jaga jika memang diperlukan, terutama jika diharuskan melakukan transaksi secara manual ketika terdapat kendala koneksi internet maupun ketika bertransaksi dengan rekanan yang belum mengakomodir metode pembayaran non tunai.