Berita dan Artikel

Seputar KPPN Surabaya II

Sudah Waktunya KPPN Menjadi Mitra Utama Penyaluran UMi

Pembiayaan Ultra Mikro atau yang disingkat UMi adalah program fasilitas pembiayaan kepada Usaha Ultra Mikro, baik dalam bentuk kredit konvensional maupun pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah. Pertanyaan yang sering muncul atas program UMi ini adalah mengapa harus ada UMi, padahal saat ini sudah ada KUR yang dapat menjangkau termasuk usaha Ultra Mikro yang membutuhkan pembiayaan sampai dengan 10 juta rupiah. Sepintas, kedua kredit tersebut beririsan, tetapi sesungguhnya keduanya banyak perbedaan.

UMi disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), sedangkan KUR disalurkan oleh Perbankan dan Lembaga Keuangan. Plafon pinjaman dibatasi untuk UMi maksimal 10 juta rupiah, sedangkan KUR dibedakan dalam 2 kategori yaitu untuk usaha mikro dibatasi maksimal 25 juta rupiah, dan untuk usaha kategori ritel mendapatkan 25 juta hingga maksimal 500 juta rupiah. Penerima pembiayaan UMi adalah para pelaku usaha Ultra Mikro, sedangkan KUR adalah pengusaha Mikro dan Kecil. Tenor pinjaman UMi diberikan dalam tenor jangka pendek, yaitu kurang dari 52 minggu, sedangkan KUR diberikan dalam tenor jangka panjang, yaitu lebih dari 1 tahun. Disamping berbeda dalam tenor, UMi dan KUR juga berbeda dalam perlakuan periode pengembaliannya. UMi dapat diberikan dalam periode mingguan, sedangkan KUR hanya diberikan dalam periode bulanan.

Berikutnya, UMi dapat diberikan kelonggaran mengembalikan kreditnya sesuai dengan siklus ekonomi debiturnya. Jika seorang petani adalah debitur UMi, maka petani tersebut dapat mencicil lebih kecil pada musim tanam/pemeliharaan, dan mencicil pinjaman lebih besar pada saat musim panen. Sedangkan untuk KUR, cicilan tetap setiap bulan sebagaimana aturan perbankan yang berlaku. Perbedaan UMi dan KUR berikutnya adalah tentang agunan. Bagi debitur yang tergabung dalam sebuah kelompok usaha, maka UMi tidak mensyaratkan adanya agunan, sedangkan KUR wajib memberikan agunan sesuai dengan peraturan perbankan. UMi wajib memberikan pendampingan dan pelatihan kepada para debiturnya, sedangkan KUR tidak diwajibkan. Pemerintah, melalui Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU-PIP), memberikan pinjaman ke LKBB dengan bunga 2-4%. Sedangkan untuk KUR, pemerintah memberikan subsidi bunga tetap yaitu sebesar 7%. Terakhir, untuk prosedur pinjaman, pada UMi menggunakan mekanisme LKBB, sedangkan KUR menggunakan mekanisme Perbankan.

Infografis Ultra Mikro (UMi). Sumber: Instagram @ditjenperbendaharaan
Sumber: Instagram @ditjenperbendaharaan

 

Delapan perbedaan kedua kredit program tersebut menunjukkan bahwa antara UMi dan KUR adalah dua kredit program yang berbeda. UMi diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2017 dengan maksud untuk melengkapi program KUR yang telah diluncurkan 10 tahun sebelumnya. UMi diluncurkan untuk melengkapi KUR yang selama ini memiliki permasalahan utama, yaitu tidak mampu menyasar para pelaku usaha Ultra Mikro yang kesulitan untuk menyediakan agunan pada setiap pengajuan KUR ke perbankan. Lahirlah UMi yang digadang-gadang pemerintah mampu untuk menjawab permasalahan utama tersebut.

Apakah UMi sukses menyasar pada segmen tersebut? Jawabannya bisa iya bisa tidak. UMi memang sanggup menyasar para pelaku usaha ultra mikro dengan tanpa agunan untuk kelompok usaha, tetapi Jika dari sisi besaran bunga yang harus ditanggung oleh para debitur, ternyata terjadi perbedaan yang sangat signifikan. Jika KUR bunganya disubsidi pemerintah hingga hanya 7% di tingkat debitur per tahun, sedangkan UMi bisa menyentuh angka 35-50%. Bahkan di Medan mencapai hingga 80% per tahun. Persis seperti yang dikeluhkan oleh Menteri Keuangan pada rapat kerja komisi XI DPR RI (selasa, 23-01-2018) cnbcindonesia.com. Kondisi ini sangat kontra dengan tujuan awal dari diluncurkannya UMi yaitu untuk membantu para pelaku usaha ultra mikro agar terhindar dari para tengkulak dan/atau rentenir yang sangat merugikan.

Apa yang semestinya dilakukan pemerintah? Pemerintah sebagai regulator penyaluran UMi dapat mengendalikan dan memastikan tingkat bunga UMi tidak melambung seperti yang telah terjadi bahkan hingga saat ini. Kondisi melambungnya bunga kredit UMi tidak lepas dari para penyalur yang mengambil untung terlalu besar dengan dalih bisnis. Para penyalur kurang menyadari bahwa penyaluran UMi disamping ada unsur bisnis, juga ada unsur kepentingan pemerintah dalam menggerakkan ekonomi dari segmen ultra mikro sebagai bagian dari upaya dalam menumbuhkan ekonomi rakyat yang akan berdampak langsung dalam pengentasan kemiskinan.

Informasi ini perlu dibuka seluas-luasnya kepada para penyalur, bahwa UMi bukan semata-mata bisnis tetapi ada misi utama negara untuk rakyatnya. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, melalui BLU-PIP dapat menyusun pembatasan besarnya suku bunga dengan menetapkan batas atas dan/atau batas bawah seperti yang baru-baru ini dilakukan pemerintah dalam mengendalikan harga tiket pesawat pada industri penerbangan.

Salah satu stakeholder yang terlibat dalam penyaluran UMi hingga di tingkat daerah adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). KPPN sebagai instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan tersebar hingga ke tingkat kabupaten/kota yang akan sangat strategis dalam koordinasi dengan cabang-cabang LKBB di daerah. Peran KPPN dalam pelaksanaan penyaluran UMi, saat ini hanya sebatas pelaksanaan monitoring, evaluasi dan rekonsiliasi penyaluran UMi yang menghasilkan sebuah analisis ke-ekonomi-an seorang atau kelompok debitur. Kedepan, KPPN dapat diberikan tugas dan wewenang yang lebih luas khususnya dalam pengendalian tingkat suku bunga UMi. 

Dimulai dari pemberian tugas sosialisasi kepada penyalur dan para pelaku usaha Ultra Mikro, pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang diperluas hingga tingkat bunga UMi dan dapat diberikan wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada BLU-PIP untuk meninjau ulang atas penunjukkan penyalur oleh BLU-PIP. Sosialisasi keberadaan dan kemanfaatan UMi sampai saat ini juga belum tersampaikan secara luas kepada pemerintah daerah yang notabene adalah pembina UMKM, termasuk pelaku usaha ultra mikro yang ada di daerahnya masing-masing. 

Sekali lagi, KPPN yang keberadaannya tersebar hampir di setiap kabupaten/kota dapat diberikan tugas lebih luas, termasuk memberikan sosialisasi kepada pemerintah kabupaten/kota khususnya tentang kemanfaatan pembiayaan UMi bagi pelaku usaha ultra mikro, juga termasuk informasi bahwa pemerintah daerah dapat bermitra bersama BLU-PIP dalam penyediaan dana sharing pembiayaan UMi bersama pemerintah pusat.

Berikutnya, untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana bagi KPPN dalam menjalankan tugas dan wewenang tersebut, adalah perlunya perluasan hak akses bagi KPPN dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) pada modul UMi, khususnya data penyaluran UMi oleh masing-masing penyalur, pembayaran cicilan utang oleh masing-masing debitur, dan data calon-calon debitur potensial penerima UMi. Perluasan hak akses ini bertujuan agar KPPN lebih mudah dalam mendapatkan data untuk keperluan sosialisasi, monitoring, evaluasi dan memberikan rekomendasi atas pengelolaan UMi di daerahnya masing-masing.

 

Disclaimer: Tulisan adalah pandangan pribadi Penulis, dan tidak mewakili institusi DJPb dan KPPN Surabaya II.

Penulis: Royikan, Kepala Subbagian Umum KPPN Surabaya II

Royikan, Kepala Subbagian Umum KPPN Surabaya II

 

Artikel ini telah dipublikasikan pada website Kompasiana pada tanggal 26 Desember 2019, dengan judul: Sudah Waktunya KPPN Menjadi Mitra Utama Penyaluran UMi.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan R.I.
KPPN Surabaya II
Gedung Keuangan Negara Surabaya II Lt. 7 Jl. Dinoyo No.111, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur 60265
Tel: 031-5615393 Fax: 031-5615394

IKUTI KAMI

Search

15 Maret 2024
07 Maret 2024
05 Februari 2024
05 Februari 2024
02 Februari 2024
15 Maret 2024
07 Maret 2024
05 Februari 2024
05 Februari 2024
02 Februari 2024