THE SERIES 3: Belanja Negara Tanpa Tunai: Ketika Warung Rakyat Menjadi Mitra Resmi APBN

THE SERIES 3  : DIGITALISASI PEMBAYARAN BELANJA NEGARA

Inklusi ekonomi dalam digitalisasi belanja negara dengan memanfaatkan platform belanja daring 

Di sudut kota, di sebuah gang kecil, berdiri sebuah warung sembako yang telah melayani warga selama puluhan tahun. Warung ini bukanlah toko besar dengan sistem kasir modern atau rak berjejer rapi. Namun hari ini, ia tercatat sebagai vendor resmi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebuah warung rakyat, yang dulunya hanya dikenal oleh warga sekitar, kini terhubung langsung dengan sistem keuangan negara. Inilah wajah baru dari inklusi ekonomi berbasis digital dalam belanja negara.

Inklusi Ekonomi yang Nyata, Bukan Sekadar Wacana

Selama bertahun-tahun, sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah identik dengan proses yang rumit, birokratis, dan hanya dapat diakses oleh pelaku usaha menengah ke atas. Namun, arah kebijakan pemerintah mulai bergeser. APBN kini diarahkan bukan hanya untuk mendanai pembangunan besar, tapi juga untuk membuka akses ekonomi seluas-luasnya, termasuk bagi pelaku usaha mikro dan kecil.

Transformasi ini mewujud melalui platform digital pengadaan seperti e-katalog lokal, marketplace UMKM, dan sistem e-purchasing. Dengan mekanisme ini, warung kelontong, penyedia jasa kecil, hingga toko ATK pinggir jalan bisa mendaftarkan produknya dan menjadi penyedia resmi pemerintah.

Tak ada lagi sekat tebal antara dunia usaha rakyat kecil dengan anggaran negara. APBN bukan hanya urusan para kontraktor dan perusahaan besar, melainkan urusan semua warga, termasuk pemilik warung sederhana yang bisa memenuhi kebutuhan kantor kelurahan, sekolah, hingga instansi vertikal Kementerian.

Digitalisasi Pengadaan: SPAN, SAKTI, KKP, dan Ekosistem Baru Belanja Negara

Transformasi ini tentu tidak hadir dalam ruang kosong. Di balik perubahan besar ini berdiri sistem yang menopang tata kelola keuangan negara modern, transparan, dan akuntabel. Salah satu yang paling berperan adalah SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara)---sistem elektronik yang mengintegrasikan proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan anggaran secara real-time yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan ditunjang oleh Aplikasi SAKTI yang memiliki peran seperti SPAN namun pengguna SPAN hanya terbatas pada Kuasa Bendahara Umum Negara di Pusat dan di Daerah sedangkan aplikasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi ) yang digunakan oleh Satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga untuk melaksanakan belanja negara atas beban APBN.

Dengan SPAN dan SAKTI, setiap transaksi belanja pemerintah tercatat dan termonitor secara digital. Hal ini membuka peluang efisiensi sekaligus menjamin keterlacakan setiap rupiah yang dibelanjakan negara, termasuk yang dibayarkan kepada UMKM.

Di sisi lain, ada pula Kartu Kredit Pemerintah (KKP) yang dirancang untuk mempermudah transaksi kecil secara nontunai. KKP memungkinkan instansi pemerintah melakukan pembayaran belanja langsung kepada penyedia barang dan jasa tanpa harus melalui proses transfer bank yang panjang. Ini sangat membantu pelaku UMKM karena mempercepat penerimaan pembayaran dan memperlancar arus kas.

Kombinasi SPAN, SAKTI, KKP, dan e-katalog menciptakan ekosistem baru: belanja negara digital yang ramah bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Tidak hanya memperkuat pengawasan dan efisiensi, tetapi juga memperluas jangkauan manfaat belanja pemerintah secara sosial dan ekonomi.

Dari Warung ke Kantor Pemerintah: UMKM sebagai Mitra Negara

Banyak contoh sukses mulai bermunculan. Di berbagai wilayah, UMKM lokal kini dipercaya memasok kebutuhan kantor pemerintah baik di pusat maupun di daerah termasuk di desa-desa, perlengkapan sekolah, konsumsi rapat, hingga pengadaan bahan pokok di rumah sakit daerah. Bahkan, tidak sedikit pemilik warung mengaku terkejut ketika menerima permintaan pengadaan resmi dari instansi pemerintahan melalui sistem digital.

Mereka tidak harus datang ke Jakarta, tidak perlu kenalan pejabat, atau bermodal besar. Cukup memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha), mendaftarkan produknya di e-katalog lokal, dan memahami alur digital dasar. Setelah itu, mereka resmi menjadi mitra pemerintah.

Apa yang dulu menjadi ketimpangan struktural---di mana hanya segelintir pelaku usaha bisa mengakses belanja negara---kini mulai terkikis. Digitalisasi membawa keadilan ekonomi lebih nyata. Negara hadir di warung-warung rakyat.

Edukasi Publik: Digitalisasi Bukan Sekadar Teknologi

Namun perlu disadari, digitalisasi belanja negara bukan sekadar urusan aplikasi dan sistem daring. Lebih dari itu, ini adalah perubahan pola pikir (mindset) dan pendekatan kebijakan yang berorientasi pada pemberdayaan.

Masih banyak UMKM yang belum siap terlibat karena masih rendahnya literasi digital, keterbatasan akses internet, hingga minimnya pemahaman prosedur pengadaan. Demikian juga di sisi pemerintah, belum semua satuan kerja memanfaatkan platform e-purchasing atau e-katalog lokal secara optimal karena keterbatasan akses internet atau infrastruktur jaringan internet.

Oleh karena itu, transformasi digital harus dibarengi dengan peningkatan infrastruktur jaringan dan akses internet, edukasi, pendampingan, dan penyederhanaan prosedur. Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, lembaga pelatihan, dan instansi pusat perlu bersinergi memberikan pelatihan kepada UMKM tentang tata cara menjadi vendor resmi, pemanfaatan sistem e-katalog, serta penggunaan aplikasi KKP.

Jangan sampai digitalisasi justru menciptakan kesenjangan baru antara pelaku usaha yang melek teknologi dengan yang belum siap. Sebab, esensi dari belanja negara inklusif adalah memberdayakan, bukan menyisihkan.

Menata Masa Depan: UMKM sebagai Pilar Ekonomi Negara

Lebih dari sekadar belanja, pengadaan barang dan jasa pemerintah yang melibatkan UMKM memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan. Setiap transaksi pemerintah dengan warung atau UMKM lokal berarti mendukung omzet, menciptakan lapangan kerja, dan menggerakkan ekonomi komunitas.

Jika seluruh instansi di Indonesia menyisihkan sebagian anggarannya untuk belanja melalui UMKM lokal, maka kita akan menyaksikan perubahan nyata: warung semakin kuat, usaha kecil naik kelas, dan masyarakat semakin mandiri.

Langkah ini juga sejalan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menekankan pentingnya keberpihakan pada produk lokal dan pelaku UMKM dalam setiap kebijakan fiskal dan pengadaan. Bahkan  Presiden Prabowo menargetkan tidak hanya membantu UMKM bertahan. Pemerintah juga membantu agar UMKM berkembang menjadi pelaku usaha yang mampu bersaing di tingkat nasional dan global. Sebagai bagian dari upaya ini, pemerintah terus mendorong sinergi antara UMKM dan industri besar untuk menciptakan keterpaduan dalam perekonomian.

Ini bukan sekadar instruksi, tapi arah baru pengelolaan APBN: dari rakyat, untuk rakyat, dan kembali ke rakyat.

APBN yang Membumi

Belanja negara nontunai, pengadaan digital, dan partisipasi warung rakyat bukanlah hal yang saling bertolak belakang. Justru, inilah masa depan tata kelola keuangan negara yang bersih, efisien, dan inklusif.

Kita tidak lagi membayangkan APBN sebagai angka-angka besar yang hanya dikelola elite birokrasi dan korporasi. Kini, kita bisa menyaksikan APBN hadir dalam bentuk pembelian ATK dari toko lokal, konsumsi rapat dari katering rumahan, atau pengadaan alat kebersihan dari warung tetangga.

Ketika warung rakyat menjadi mitra resmi APBN, sesungguhnya negara sedang menata ulang hubungan fiskal dengan rakyatnya. Ini adalah pergeseran fundamental menuju tata kelola anggaran yang lebih adil, transparan, dan membumi.

Dan jika ini dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin, suatu hari nanti, APBN bukan hanya jadi instrumen fiskal, tetapi juga jadi simbol nyata kehadiran negara di tengah denyut ekonomi rakyat kecil.

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search