Di sebuah daerah di lereng pegunungan, pagi itu ramai oleh suara anak-anak dan ibu-ibu yang antre di posyandu. Mereka datang bukan hanya untuk menimbang badan atau menerima imunisasi, tapi juga membawa harapan --- harapan agar anak-anak mereka tumbuh sehat, cerdas, dan tak tertinggal.
Bagi banyak orang, istilah "APBN" mungkin terdengar jauh. Tapi bagi mereka yang datang ke posyandu, menerima vitamin, memeriksakan balita secara gratis, atau sekadar berkonsultasi dengan bidan desa, anggaran negara itu terasa nyata. APBN bukan cuma angka-angka dalam dokumen pemerintah. Ia hadir dalam bentuk nyata: makanan tambahan, layanan kesehatan gratis, dan tenaga medis yang setia berjaga di pelosok.
Inilah wajah baru sistem kesehatan kita. Pemerintah tidak lagi hanya sibuk membangun rumah sakit besar di kota, tapi mulai menyentuh akar masalah di desa-desa: stunting, tuberkulosis (TBC), dan kesenjangan layanan dasar. Dengan dukungan APBN, kita sedang membenahi tubuh bangsa --- dari dasar.
Dari Dapur Keluarga, Perang Melawan Stunting Dimulai
Stunting bukan penyakit seperti flu. Ia tak terlihat langsung, tapi efeknya sangat panjang. Anak-anak yang terkena stunting bukan hanya tumbuh lebih pendek, tapi juga berisiko mengalami gangguan perkembangan otak dan kecerdasan. Ini berarti mereka akan kesulitan bersaing di masa depan.
Untuk itulah pemerintah serius memerangi stunting. Lewat dana negara, berbagai program diperkuat: pemberian makanan tambahan bergizi, edukasi gizi ibu hamil, pembagian tablet tambah darah, hingga pengawasan tumbuh kembang anak secara rutin. Posyandu kini menjadi ujung tombak perjuangan ini.
Di banyak tempat, upaya ini mulai membuahkan hasil. Ibu-ibu jadi lebih sadar pentingnya asupan gizi, anak-anak mendapat makanan bergizi tambahan, dan tenaga kesehatan mulai rutin mengunjungi rumah-rumah. Semua ini didanai oleh belanja negara --- uang rakyat yang kembali ke rakyat.
TBC: Musuh Lama yang Belum Pergi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang masih menghantui banyak keluarga, terutama di lingkungan padat dan minim ventilasi. Mirisnya, banyak orang yang tak sadar dirinya terinfeksi. Ada juga yang tahu, tapi enggan berobat karena takut stigma atau tak tahu kemana harus pergi.
Tahun demi tahun, APBN kita terus mengalokasikan anggaran untuk membasmi TBC. Pemerintah mendorong deteksi dini secara aktif, menyediakan pengobatan gratis, dan memperluas jaringan laboratorium pemeriksaan. Kampanye "TOSS TBC" (Temukan, Obati, Sampai Sembuh) dijalankan dengan bantuan tenaga kesehatan di lapangan, bahkan sampai ke komunitas-komunitas kecil.
Yang perlu diingat: pengobatan TBC memang panjang, tapi bisa disembuhkan. Dukungan negara harus terus hadir, agar tidak ada pasien yang menyerah di tengah jalan hanya karena biaya atau rasa malu.
Negara Hadir Bukan Hanya di Kota
Ketimpangan layanan kesehatan antara kota dan desa sudah lama menjadi keluhan. Di perkotaan, masyarakat bisa dengan mudah mengakses rumah sakit dan dokter spesialis. Tapi di pelosok, puskesmas kadang hanya buka beberapa hari dalam seminggu, dan tak semua dilengkapi alat yang memadai.
APBN 2025 mencoba menjawab masalah ini. Lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan, pemerintah membangun puskesmas baru, mengirim tenaga kesehatan ke daerah tertinggal, dan melengkapi fasilitas dengan alat-alat dasar. Bahkan telemedisin --- konsultasi dokter jarak jauh --- mulai diperkenalkan di daerah terpencil.
Ini adalah bentuk nyata dari keadilan sosial. Negara tak boleh hanya hadir di Jakarta atau kota besar. Ia harus sampai ke dusun, ke lembah, ke pulau-pulau kecil. Karena hak untuk sehat adalah milik semua warga, bukan hanya mereka yang tinggal di dekat gedung bertingkat.
Kesehatan Itu Akar dari Semua Cita-Cita
Kita boleh saja bermimpi menjadi negara maju, negara industri, atau lima besar ekonomi dunia. Tapi semua itu menjadi sia-sia jika rakyatnya masih banyak yang sakit. Tak ada SDM unggul dari tubuh yang rapuh. Tak ada produktivitas dari anak-anak yang tumbuh tanpa gizi cukup.
APBN untuk kesehatan bukan pengeluaran --- ia adalah investasi. Setiap rupiah yang dibelanjakan untuk memerangi stunting dan TBC, setiap posyandu yang diperkuat, setiap tenaga medis yang dikirim ke pelosok, adalah tabungan masa depan bangsa.
Harapan Itu Nyata
Kembali ke daerah di lereng gunung tadi, seorang ibu membawa anaknya pulang dari posyandu. Di tangannya ada bubur kacang hijau dan suplemen gizi. Ia mungkin tak tahu bahwa makanan itu dibeli dari APBN. Tapi ia tahu satu hal: hari ini anaknya diperhatikan. Hari ini, harapan itu tumbuh.
Dan bukankah itulah tujuan semua kebijakan? Bukan sekadar mencatat angka, tapi membuat rakyat merasakan perubahan. Tubuh-tubuh kecil yang kini tumbuh sehat adalah cermin dari negara yang bekerja. Dan selama tubuh bangsa dirawat, harapan akan selalu punya tempat untuk tumbuh.
Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi