Di tengah gejolak ekonomi global dan ketegangan geopolitik yang kian tak menentu, Indonesia tak sekadar bertahan---melainkan bersiap tumbuh dari dalam. Salah satu strategi utama yang kini diakselerasi pemerintah adalah pengembangan sektor ekonomi kreatif dan kewirausahaan, dengan fokus pada pelaku UMKM dan generasi muda. APBN, yang dulunya dianggap hanya sebagai mesin besar belanja rutin negara, kini menjelma menjadi instrumen transformasi sosial dan ekonomi yang lebih progresif.
Pemerintah menyadari bahwa pembangunan yang inklusif tak mungkin dicapai tanpa keberpihakan fiskal kepada rakyat kecil. Oleh karena itu, melalui berbagai instrumen dan kebijakan belanja negara, APBN diarahkan untuk memperluas akses permodalan, memberikan pelatihan, serta menciptakan ekosistem yang mendukung keberlangsungan usaha kecil dan kreativitas pemuda di seluruh penjuru negeri.
UMKM dan Pemuda: Pilar Ekonomi Kerakyatan
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Berdasarkan data Kemenkop UKM, sektor ini menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB nasional dan menyerap 97 persen tenaga kerja. Sementara itu, sektor industri kreatif menyumbang lebih dari Rp1.300 triliun dalam setahun dengan tenaga kerja yang didominasi generasi muda.
Sayangnya, realitas di lapangan belum ideal. Banyak pelaku UMKM dan pemuda kreatif terkendala akses permodalan, keterbatasan teknologi, dan kurangnya pelatihan berbasis kebutuhan riil. Inilah yang coba dijembatani oleh negara melalui optimalisasi belanja negara.
APBN sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi
Melalui APBN 2025, pemerintah terus memperkuat kebijakan pro-rakyat. Salah satu program utama adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan subsidi bunga yang dibiayai langsung oleh negara. Sekitar Rp300 triliun dialokasikan untuk KUR tahun ini, dengan fokus menyasar sektor pertanian, perikanan, dan industri kreatif berbasis lokal.
Selain KUR, pembiayaan ultra mikro (UMi) juga dikembangkan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Skema ini menyasar pelaku usaha ultra mikro, termasuk perempuan prasejahtera dan anak muda di pedesaan. Pendekatan ini tidak hanya menyuntik dana, tetapi juga menciptakan harapan.
Program seperti Mekaar dari PNM dan pembiayaan syariah dari Pegadaian Syariah menjadi contoh konkret bagaimana negara menggunakan dana APBN untuk memperkuat basis ekonomi rakyat tanpa menjebak mereka dalam jeratan pinjaman berbunga tinggi.
Mendorong Ekonomi Kreatif dan Digitalisasi UMKM
Di sisi lain, dukungan APBN juga mengalir ke sektor ekonomi kreatif. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bersama Kementerian Keuangan, terus menggulirkan insentif fiskal dan hibah kepada pelaku industri kreatif melalui skema Dana Indonesiana, Dana Abadi Kebudayaan, dan program BEKRAF Financing. Targetnya adalah mendorong pertumbuhan ekosistem kreatif mulai dari musik, film, animasi, hingga gim digital.
Digitalisasi UMKM juga menjadi agenda utama. Melalui kerja sama dengan platform e-commerce dan fintech, pemerintah menggunakan dana DAK nonfisik untuk pelatihan literasi digital, pemasaran daring, hingga akses ke sistem pembayaran non-tunai berbasis QRIS. Data Bank Indonesia mencatat, hingga 2024 lebih dari 29 juta UMKM telah onboarding ke ekosistem digital---sebuah lompatan yang sebagian besar difasilitasi oleh anggaran negara.
Pemuda: Kekuatan Masa Kini, Bukan Sekadar Harapan Masa Depan
Indonesia tengah menikmati bonus demografi, dengan lebih dari 65 persen penduduk berada di usia produktif. Potensi ini menjadi kekuatan ekonomi bila dikelola dengan bijak. Melalui APBN, pemerintah menjalankan berbagai program pemberdayaan pemuda: pelatihan vokasi berbasis teknologi, pelatihan kewirausahaan, dan program inkubasi startup.
Program Wirausaha Muda Pemula (WMP), Program Kartu Prakerja, hingga Dana Abadi Pendidikan yang kini bisa dimanfaatkan untuk pelatihan nonformal adalah bagian dari strategi negara untuk mencetak generasi pencipta lapangan kerja, bukan sekadar pencari kerja. Bahkan, pemerintah mendorong kolaborasi antara universitas dan industri melalui dana riset terapan dan Matching Fund yang juga berasal dari APBN.
Bukan hanya keterampilan teknis, program coaching dan mentoring dari lembaga negara seperti LPEI dan LPDB-KUMKM menjadi bagian dari paket lengkap pemberdayaan pemuda. Negara tidak hanya menyiapkan dana, tetapi juga ekosistem tumbuh bersama.
Transparansi dan Pengawasan Digital: Pilar Kepercayaan
Penguatan pengawasan atas pemanfaatan APBN juga mengalami transformasi besar. Pengelolaan anggaran menjadi semakin transparan dan real-time. Bahkan masyarakat kini bisa mengakses Laporan Kinerja Instansi Pemerintah melalui web resmi pemerintah atau instansi pemerintah, termasuk dana yang digunakan untuk program UMKM dan ekonomi kreatif.
Dengan transparansi yang meningkat, kepercayaan publik terhadap belanja negara pun tumbuh. Ini penting, karena tanpa kepercayaan, kebijakan sebagus apa pun akan kehilangan legitimasi di mata masyarakat.
APBN Adalah Nafas Kolektif, Bukan Sekadar Angka
Perlu diingat, APBN adalah cermin keberpihakan negara. Saat alokasi belanja tidak hanya mengalir ke proyek-proyek raksasa, tetapi juga ke kios kecil, studio animasi rumahan, dan workshop kreatif di gang sempit Jakarta hingga pelosok Wakatobi, di sanalah APBN menjadi nafas rakyat.
Ketika pemuda di desa bisa membuka usaha kopi digital karena mendapat pelatihan dari dana negara, ketika ibu rumah tangga bisa menjual kerajinan melalui e-commerce karena disediakan modal dan pelatihan, di sanalah wajah negara hadir.
Menjaga Irama: Kolaborasi dan Konsistensi
Namun pekerjaan belum selesai. Tantangan ke depan adalah memastikan kesinambungan dan konsistensi. APBN tidak bisa bekerja sendirian. Diperlukan sinergi lintas sektor---pemerintah pusat dan daerah, swasta, BUMN, lembaga keuangan, dan komunitas masyarakat sipil.
Pemerintah harus terus mendengar, menyesuaikan kebijakan dengan dinamika di lapangan, dan menciptakan sistem pengukuran dampak yang berbasis data. Tanpa hal ini, APBN akan kembali menjadi dokumen anggaran tahunan yang penuh rencana, namun miskin realisasi bermakna.
Dari Ruang Fiskal ke Ruang Kreasi
Saat ruang fiskal negara digunakan untuk menumbuhkan ruang kreasi anak bangsa, kita sedang membangun masa depan. Bukan masa depan yang abstrak, tapi yang sangat nyata---terlihat dari meningkatnya lapangan kerja, tumbuhnya UMKM berbasis digital, meningkatnya ekspor kreatif, dan bangkitnya ekonomi lokal.
APBN tidak hanya tentang anggaran belanja. Ia adalah cermin ideologi keberpihakan. Ia adalah jembatan dari kesenjangan menuju kesempatan. Dan selama jembatan itu mengarah ke ruang-ruang di mana pemuda bisa bermimpi dan UMKM bisa bertumbuh, maka APBN benar-benar bekerja.
Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi