Di tengah lanskap global yang dipenuhi ketidakpastian—dari perlambatan ekonomi dunia, fluktuasi harga energi, hingga konflik geopolitik yang merambat ke pasar domestik—Indonesia membutuhkan strategi yang tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga mendorong pertumbuhan secara berkelanjutan. Di sinilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memainkan peran sentral, bukan sekadar sebagai instrumen fiskal, melainkan sebagai motor penggerak utama roda perekonomian nasional.

Dalam konteks ini, belanja negara bukan sekadar pengeluaran tahunan yang harus diserap, tetapi instrumen kebijakan yang berfungsi untuk mengakselerasi pembangunan, memperkuat daya saing nasional, dan memastikan keadilan sosial berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Namun agar efektif, belanja negara harus dirancang dan dikelola secara sehat dan responsif—sehat secara struktur, dan responsif terhadap dinamika global maupun tantangan domestik yang terus berubah.

Dalam Ketidakpastian, APBN Jadi Penyangga

Di tengah gejolak dunia yang kian sulit diprediksi---mulai dari konflik geopolitik, disrupsi rantai pasok, perubahan iklim ekstrem, hingga tekanan inflasi global---Indonesia harus menyiapkan instrumen andal untuk menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu pilar utama yang memegang peran krusial adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN bukan hanya dokumen fiskal tahunan. Ia adalah denyut nadi negara. Dalam kondisi krisis maupun ekspansi, APBN harus mampu bertransformasi menjadi motor penggerak utama ekonomi. Dalam konteks ini, belanja negara menjadi mesin utama dari motor tersebut, yang fungsinya bukan sekadar mengucurkan dana, tetapi mengatur arah dan laju pembangunan.

Belanja Negara: Instrumen Fiskal yang Menentukan

Sebagai instrumen kebijakan fiskal, belanja negara memiliki tiga fungsi penting: alokasi sumber daya, distribusi kesejahteraan, dan stabilisasi ekonomi. Dalam fungsi alokasi, belanja diarahkan pada sektor-sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dalam fungsi distribusi, APBN menjadi alat pemerataan pembangunan antarwilayah dan kelompok sosial. Sementara dalam fungsi stabilisasi, belanja negara digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menahan dampak guncangan ekonomi eksternal.

Dalam praktiknya, belanja negara harus memenuhi dua syarat utama: sehat secara fiskal dan responsif terhadap tantangan zaman. Kesehatan fiskal mencakup efisiensi, akuntabilitas, serta kesinambungan anggaran dalam jangka panjang. Responsivitas berarti fleksibel dan adaptif terhadap dinamika global maupun domestik tanpa kehilangan arah pembangunan jangka panjang.

Spending Better: Ukurannya Bukan Lagi Besar, tapi Efektif

Dalam satu dekade terakhir, kesadaran untuk tidak hanya menghabiskan anggaran, tetapi memastikan kualitas penggunaannya telah menjadi isu sentral. Istilah "spending better" menjadi mantra baru dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Pemerintah tidak lagi cukup membelanjakan lebih banyak, tetapi harus membelanjakan lebih baik.

Hal ini terlihat dari reformasi penganggaran berbasis kinerja dan penguatan sinergi antara pusat dan daerah dalam belanja pembangunan. Anggaran yang dialokasikan harus terukur dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan. Kementerian Keuangan telah mendorong pendekatan berbasis hasil (result-based budgeting) agar belanja negara tidak berhenti pada serapan, tetapi menyentuh perubahan nyata di lapangan.

Menjawab Tantangan Global: Adaptif Tanpa Mengorbankan Prinsip

Belanja negara juga harus disesuaikan dengan konteks global yang terus bergerak. Ketika negara-negara lain menghadapi tekanan akibat pengetatan likuiditas global dan kenaikan suku bunga, Indonesia membutuhkan belanja negara yang mampu menjadi bantalan ekonomi.

Respons kebijakan fiskal terhadap pandemi COVID-19 menjadi contoh konkret bagaimana APBN dapat menjadi motor pemulihan nasional. Dalam waktu singkat, belanja negara dialihkan untuk bantuan sosial, subsidi kesehatan, dan insentif bagi dunia usaha. Namun di sisi lain, lonjakan defisit dan pembiayaan harus diimbangi dengan strategi fiskal jangka menengah yang cermat agar tidak menimbulkan beban di masa depan.

Oleh karena itu, APBN tidak boleh dikelola secara reaktif semata. Ia harus tetap dalam kerangka perencanaan jangka panjang pembangunan nasional, seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan agenda Indonesia Emas 2045.

Transformasi Belanja Negara: Dari Konsumtif ke Produktif

Salah satu arah utama transformasi fiskal adalah menggeser belanja negara dari yang bersifat konsumtif menjadi lebih produktif. Artinya, alokasi anggaran harus lebih banyak diarahkan pada investasi sumber daya manusia (SDM), infrastruktur berkualitas, teknologi hijau, dan transformasi digital.

Investasi pada pendidikan dan kesehatan harus dipandang bukan sebagai beban, melainkan prasyarat bagi daya saing jangka panjang. Infrastruktur tidak hanya tentang membangun jalan dan jembatan, tetapi memastikan konektivitas ekonomi, efisiensi logistik, dan pertumbuhan wilayah. Sementara digitalisasi layanan publik melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah bagian dari upaya menciptakan birokrasi yang adaptif, lincah, dan melayani.

Literasi Fiskal untuk Rakyat: Dari Uang Negara ke Uang Kita

Sayangnya, pemahaman publik tentang peran dan fungsi APBN masih minim. Banyak masyarakat belum memahami bahwa anggaran negara yang dibelanjakan setiap tahun berasal dari pajak yang mereka bayarkan, dan bahwa APBN adalah milik bersama. Masih rendahnya literasi fiskal membuat ruang partisipasi dan pengawasan publik terhadap belanja negara menjadi terbatas.

Di sinilah pentingnya strategi komunikasi fiskal dan transparansi anggaran. Pemerintah perlu lebih aktif menyampaikan capaian dan prioritas APBN secara mudah dipahami oleh masyarakat umum, melalui berbagai kanal, termasuk media sosial, media daring, dan forum warga.

Kampanye "APBN Kita" oleh Kementerian Keuangan adalah langkah awal yang baik, namun perlu diperluas dan disesuaikan dengan segmentasi audiens agar bisa menjangkau kalangan yang selama ini belum tersentuh.

Menuju APBN yang Lebih Tangguh dan Inklusif

APBN tidak boleh statis. Ia harus tumbuh bersama kebutuhan zaman. Ketangguhan fiskal di masa depan menuntut sinergi antara peningkatan penerimaan negara (collecting more), efisiensi belanja (spending better), dan pembiayaan inovatif yang cermat. Keseimbangan ini adalah fondasi menuju APBN yang sehat dan berkelanjutan.

Belanja negara, sebagai mesin utama dari APBN, harus terus dikawal agar tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga menjadi jembatan menuju keadilan sosial dan kemakmuran bersama.

Dan APBN adalah motor ekonomi. Tapi motor hanya akan bergerak jika bahan bakarnya cukup, mesinnya sehat, dan jalurnya jelas. Belanja negara adalah bahan bakar sekaligus kemudi yang harus dijaga agar mampu mengantarkan Indonesia melaju melewati tantangan global dan menuju masa depan yang lebih kuat, adil, dan berdaya saing.

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

 

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search