Definisi sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu langkah hukum yang dijatuhkan oleh Negara atau kelompok tertentu karena terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Sanksi adalah sesuatu yang sangat familiar dilingkungan kita sebagai akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Sanksi yang dikenakan juga bermacam-macam bentuknya seperti sanksi pidana, sanksi social, sanksi administrasi, sanksi adat dan sebagainya. Pertanyaan adalah kenapa ada sanksi dan kenapa harus dikenakan sanksi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun sering kita baca dan lihat, seperti sanksi ekonomi yang dilakukan oleh Negara tertentu kepada Negara lain yang menurut Negara yang mengenakan sanksi terjadi pelanggaran atas Negara yang dikenakan sanksi. Jadi, kenapa ada sanksi, itu karena terjadi pelanggaran atas kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga ketika terjadi pelanggaran maka piihak-pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi. Terus, kenapa dikenakan sanksi, apa tidak ada cara lain supaya tidak dikenakan sanksi? Sanksi dikenakan karena dianggap langkah yang paling efektif untuk melakukan perbaikan atas pelanggaran pihak-pihak yang terkait dalam suatu peraturan atau kesepatakan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Demikian juga dalam pengelolaan APBN, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan akan mengenakan sanksi administratif kepada kementerian atau lembaga jika terjadi pelanggaran atas pengelolaan APBN. Misalnya, ketika suatu kementerian tidak bisa melaksanakan program-program yang telah diajukan dalam APBN dan sudah dialokasikan dalam DIPA, ternyata tidak bisa dilaksanakan, maka akan dilakukan evaluasi atas Kementerian/Lembaga dimaksud sehingga untuk tahun berikutnya tidak akan diberikan alaokasi atas program yang sama atau dikurangi pagunya sebagai bentuk sanksi atas tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal lain, misalnya di Ditjen Pebendaharaan dalam hal ini Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) juga akan mengenakan sanksi administratif mana kala terjadi pelanggaran dalam hal pertanggung jawban APBN. Misalnya dalam pelaksanaan penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPj) Bendahara baik bendahara penerimaan maupun bendahara pengeluaran, satker akan dikenakan sanksi administratif jika sampai dengan tanggal 10 bulan berikutnya tidak menyampaikan LPj Bendahara ke KPPN. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Satuan Kerja Pengelola Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, pembuatan/penysunan LPj dilakukan berdasarkan pembukuan Bendahara yang telah direkonsiliasi dengan UAKPA, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran wajib menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya, LPJ paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:
1. keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku-Buku Pembantu;
2. keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos;
3. hasil rekonsiliasi internal antara pembukuan bendahara dengan UAKPA; dan
4. penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas.
LPj yang telah dibuat oleh bendahara, kemudian dtindatangani oleh KPA dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi untuk selanjutnya disampaikan ke KPPN dalam bentuk hard copy laporan dan Admintratif Data Komputer (ADK). Selanjutnya KPPN akan melakukan verifikasi atas LPj yang disampaikan oleh bendahara satker diantaranya adalah:
1. membandingkan saldo UP yang tertuang dalam LPj dengan data pengawasan UP yang ada di KPPN;
2. membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPj dengan saldo akhir yang tertuang dalam LjJ bulan sebelumnya;
3. membandingkan saldo Kas di Bank yang tercantum dalam LPj dengan salinan rekening koran Bendahara;
4. menguji kebenaran perhitungan (penambahan dan/atau pengurangan) pada LPj;
5. meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran pajak; dan
6. meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran PNBP.
Setelah diverikasi oleh KPPN maka KPPN akan menerbitkan surat persetujuan atas LPj yang telah disampaikan. Nah, mulai tahun 2018 dalam penyampaian LPj baik satker maupun KPPN menggunakan aplikasi baru dari semula SiLABI dan SiLABUN menjadi Aplikasi Sistem Pengelolaan Rekening Terintegrasi (SPRINT), dimana aplikasi ini merupakan tool yang dipakai baik oleh Seksi Bank dalam rangka rekonsiliasi dan monitoring rekening yang dikelola satker maupun Seksi Verifikasi dan Akuntansi dalam rangka monitoring dan verifikasi atas LPj yang diajukan satker.
Setelah dilakukan verfikasi oleh KPPN maka akan dilakukan rekapitulasi atas penyampaian LPJ untuk selanjutnya disampaikan ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Sehingga dari hasil monitoring dan verifikasi dapat dilakukan evaluasi terhadap satker yang tidak atau terlambat menyampaikan LPj dan jika ditemukan satker tidak atau terlambat menyampaikan LPj tadi, maka KPPN akan mengenakan sanksi administratif ke satker yang bersangkutan. Adapun sanksi administratiif dimaksud berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP maupun SPM-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satker yang terlambat atau tidak menyampaikan LPj, sanksi dimaksud tidak membebaskan Bendahara dari kewajiban untuk menyampaikan LPJ. Pengenaan sanksi adminstratif diwujudkan dalam bentuk peneribitan Surat Pemberitahuan Pengenaan Sanksi (SP2S) sampai dengan satker menyampaikan LPj dan jika satker sudah menyampaikan LPj dan hasil verifikasi KPPN sudah clear artinya secara materi sudah benar, maka KPPN akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pencabutan Pengenaan Sanksi (SP3S).
Tujuan dari pemberian atau pengenaan sanksi adalah supaya satker bisa tertib waktu dan tertib kewajiban dalam mengelola uang persediaan yang diterima, karena substansi dari Laporan LPj itu sendiri adalah pertanggungjawaban uang yang dikelola oleh bendahara dan diketahui oleh atasannya (KPA) dalam bentuk berita acara pemeriksaan kas tentang berapa uang persediaan yang ada, berapa uang yang disimpan di brankas bendahara maupun berapa uang yang disimpan di bank, berapa uang yang digunakan dalam bulan berkenaan serta kepatuhan bendahara dalam memungut pajak sehingga pada akhir bulan bisa diterima oleh KPA atas pengelolaan uang persediaan yang dilakukan bendahara untuk selanjutnya di sampaikan ke KPPN sebagai bentuk pertanggungjawaban. Tetapi dalam praktiknya terkadang sanksi yang dikenakan kepada satker dalam bentuk penerbitan SP2S dimaksud kadang tidak mengena terhadap maksud dan tujuan pengenaan sanksi.
EFEKTIFKAH PENGENAAN SANKSI
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa tujuan dari pengenaan sanksi adalah supaya satker bisa melakukan pembayaran atau mengajukan SPM GU/SPM LS Bendahara dengan lancar tanpa ada halangan dan ketika satker menerima sanksi dari KPPN berupa SP2S, maka untuk sementara satker tidak bisa mengajukan SPM GU/SPM LS Bendahara sampai dengan satker bisa menyampaikan LPj ke KPPN, selama satker belum bisa menyampaikan LPj maka sanksi tersebut tidak bisa dicabut dan satker tidak bisa melakukan penagihan ke KPPN maupun melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh bendahara, artinya untuk sementara waktu kegiatan di satker “terganggu” karena operasional kantor tersendat karena tidak bisa menyampaikan SPM GU/SPM LS Bendahara ke KPPN, sehingga memungkinkan akan mengganggu kinerja kantor/satker yang bersangkutan, karena tidak ada kertas, ruangan panas karena AC tidak hidup karena listrik belum dibayarkan, para PPNPM males karena honornya belum dibayarkan, kamar mandi bau karena tidak ada pembersih kamar mandi dan sebagainya maupun kinerja pegawai satker yang bersangkutan karena uang lemburnya atau uang makannya belum dibayarkan oleh bendahara ke para pegawai. Kalau sampai itu yang terjadi alangkah hebatnya SP2S yang dikenakan KPPN hingga satker “menderita”. Apa seperti itu kondisi satker yang mendapat sanksi dari KPPN?
Tidak jawabannya. Jadi, saat dikenakan SP2S maka pada hari yang bersangkutan satker menyampaikan LPj sehingga pada saat itu juga KPPN akan menerbitkan SP3S dan pada saat itu satker bisa mengajukan SPM GU dan SPM LS Bendahara serta KPPN tidak bisa menolak jika pengujian administratif dan pengujian substantif yang dilakukan oleh KPPN benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Atas kejadian yang sering terjadi seperti tersebut di atas, maka tujuan dan maksud serta efek dari sanksi tidak berpengaruh sama sekali dan itu sudah diketahui oleh satker. Jadi, sanksi yang dikenakan kepada satker tidak ada efeknya jika dasar pencabutan sanksi hanya satker sudah menyampaikan LPj, akan sangat berefek bagi satker mana kala SP2S yang diterbitkan oleh KPPN ada batas waktunya misal, seminggu, 2 minggu, sebulan dan sebagainya, sehingga bisa memberi efek jera bagi satker karena satker tidak bisa mengajukan SPM GU dan SPM LS bendahara sampai dengan batas waktu berlakunya SP2S dan juga menyampaikan LPj. Kalau hal ini bisa diterapkan maka saya yakin satker akan bisa tertib menyampaikan LPj secara tepat waktu dan tujuan dari pengenaan sanksi administratif bisa tercapai.
PERLUKAH SANKSI DIBERIKAN KE SATKER
Sesuai dengan semangat nilai-nilai kementerian keuangan yang salah satunya adalah pelayanan, dimana KPPN harus memberikan pelayanan yang maksimal kepada satker yang diawali dengan senyum, salam, sapa untuk selanjunya memberikan layanan yang paripurna, maka semangat sanksi saya tidak diperlukan lagi, apa lagi dalam prakteknya dalam verifkasi LPj maka petugas Sseksi Verifikasi dan Akuntansi akan memberikan warning/pemberitahuan dengan sarana tercepat dan bimbingan sebelumnya kepada semua satker sehingga diusahakan tidak ada yang dikenai sanksi. Jadi, kalau kita bandingkan antara semangat memberikan layanan yang terbaik dan satu sisi memberikan sanksi, maka akan tidak sinkron karena saling berlawanan, dan juga sesuai dengan arahan dan petunjuk Bapak Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kaltim, Bapak Miden Sihombing, kebijakan yang diterapkan adalah usahakan jangan sampai satker dikenakan sanksi, sehingga sebelum batas waktu berakhirnya penyampaian LPj, petugas KPPN akan dengan semangat memberikan pemberitahuan kepada satker tentang waktu penyampaian LPj, juga akan dengan senang hati memberikan bantuan dan solusi atas permasalahan yang dialami satker. Apalagi, saat ini aplikasi SPRINT sering mengalamai gangguan dalam rangka penyempurnaan, maka kebijakan yang diterapkan Bapak Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kaltim, mengharuskan petugas KPPN untuk memberikan bantuan kemudahan layanan penyampaian LPj, diantaranya adalah satker yang kesulitan up load ADK LPj, maka disarankan satker untuk mengirimkan ADK dimaksud ke KPPN selanjutnya petugas KPPN yang akan membantu meng up load ADK LPj ke aplikasi SPRINT, sehingga di satu sisi satker akan merasa terbantu karena kewajibannya terpenuhi secara tepat waktu dan disisi lain capaian IKU KPPN dapat tercapai.
Atas kondisi yang ada dan semangat memberikan layanan yang paripurna apalagi KPPN sekarang sudah lolos audit ISO 9000.2015, dimana materi yang diaudit adalah layanan yang diberikan KPPN kepada satker, maka muncul pertanyaan apakah sanksi kepada satker masih tepat untuk diterapkan atau apakah sanksi kepada satker masih diperlukan?
Penulis,
Haiban Syadad
Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Balikpapan
*) disclaimer : Tulisan merupakan pendapat pribadi dan bukan mewakili instistusi tempat penulis bertugas