Pentingnya Pengendalian Internal untuk Menjamin Keandalan Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban administratif, tetapi juga untuk memberikan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan serta seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan dalam satu periode. Melalui laporan keuangan, kita bisa melihat seberapa besar sumber daya ekonomi yang digunakan untuk menjalankan kegiatan pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengukur efektivitas dan efisiensi, serta menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.09/2021, pengendalian intern atas pelaporan keuangan (PIPK) menjadi bagian penting dalam proses penyusunan laporan keuangan. PIPK dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan yang dihasilkan andal dan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Salah satu prinsip utamanya adalah menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Karena itu, setiap entitas akuntansi dan pelaporan wajib menerapkan PIPK.
Tujuan penerapan PIPK tak hanya soal menghasilkan angka yang benar secara teknis, tapi juga memastikan bahwa laporan tersebut bebas dari unsur kecurangan. Dengan sistem pengendalian internal yang baik, potensi kecurangan, termasuk yang berhubungan dengan korupsi dapat dideteksi dan dicegah sejak dini.
Salah satu bentuk komitmen terhadap keandalan laporan keuangan ditunjukkan melalui Statement of Responsibility (SoR) atau Pernyataan Tanggung Jawab, yang ditandatangani oleh pimpinan instansi. Pernyataan ini bukan sekadar formalitas. Isinya menyatakan bahwa pengendalian internal telah diterapkan dengan cukup untuk menjamin keandalan laporan yang disampaikan. Ini menjadi bukti bahwa pimpinan benar-benar memahami tanggung jawabnya atas kualitas informasi yang dilaporkan.
Dalam praktiknya, pengendalian internal dilakukan di dua level: tingkat entitas dan tingkat proses/transaksi. Di tingkat entitas, pengendalian berfokus pada terciptanya lingkungan yang mendukung tata kelola yang baik. Sementara di tingkat proses/transaksi, pengendalian lebih spesifik ditujukan untuk memitigasi risiko dalam transaksi tertentu atau kelompok akun tertentu.
Pengendalian di tingkat proses ini sangat penting, karena di sinilah potensi kecurangan biasanya muncul. Karena sifatnya yang spesifik dan kontekstual, manajemen perlu menggunakan penilaian (judgement) dalam menentukan bagian mana dari proses yang paling rawan dan membutuhkan pengendalian lebih ketat.
Penentuan area rawan bisa dilihat dari dua hal: nilai materialitas dan data historis. Misalnya, jika akun belanja persediaan memiliki nilai besar, maka proses pengadaannya, penyimpanannya, hingga pelaporannya harus diawasi dengan ketat. SOP harus mampu mencegah penyimpangan, seperti memastikan nilai BAST sama dengan yang tercatat di laporan keuangan.
Sementara dari sisi historis, manajemen bisa mengacu pada temuan dari audit internal maupun eksternal. Contohnya, jika sebelumnya ditemukan kuitansi fiktif dalam uang persediaan, maka perlu ada pengendalian khusus pada prosedur penggantian, mulai dari SPBy hingga verifikasi ke penyedia barang/jasa.
Pada akhirnya, seluruh pengendalian internal ini bertujuan untuk menjaga integritas laporan keuangan. Dengan mengidentifikasi dan mengurangi risiko kecurangan secara sistematis, laporan keuangan bisa benar-benar mencerminkan kondisi sebenarnya dari pengelolaan keuangan di instansi pemerintah. Keandalan inilah yang menjadi dasar pengambilan keputusan dan akuntabilitas publik yang sesungguhnya.
Maulana Riska Irianto
PTPN Mahir KPPN Merauke