Indikator Pelaksanaan Anggaran : Tak Sekadar Mengejar Penyerapan
Efektivitas belanja negara tidak bisa semata-mata diukur dari tingginya penyerapan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran, realisasi anggaran masih menghadapi persoalan klasik yaitu keterlambatan kegiatan, penumpukan belanja di akhir tahun, hingga output yang tak sebanding dengan dana yang telah digelontorkan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pada Tahun 2018 Kementerian Keuangan memperkenalkan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) lewat PMK 195/PMK.05/2018. IKPA menjadi terobosan penting dalam menilai kualitas pelaksanaan anggaran, tidak hanya dari sisi kepatuhan administratif, tetapi juga dari sisi efektivitas, ketepatan waktu, dan capaian hasil.
Apa Itu IKPA?
IKPA adalah alat ukur yang dikembangkan Kemenkeu untuk menilai kinerja pelaksanaan anggaran di setiap satuan kerja kementerian/lembaga (K/L). Indikator ini tak sekadar mencerminkan realisasi belanja, melainkan juga menilai perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya.
Tiga kelompok utama dalam IKPA mencakup:
- Perencanaan Anggaran, seperti ketepatan revisi DIPA dan deviasi penyerapan;
- Pelaksanaan Anggaran, yang meliputi kelancaran realisasi belanja, penyelesaian tagihan, dan manajemen belanja kontraktual;
- Hasil Pelaksanaan, yang dilihat dari capaian output kegiatan.
Bagi pimpinan K/L, nilai IKPA menjadi gambaran utuh atas performa pelaksanaan anggaran institusi. Nilai tersebut merupakan akumulasi dari seluruh satuan kerja di bawahnya. Maka, perbaikan di level satuan kerja akan langsung memengaruhi reputasi dan akuntabilitas lembaga secara keseluruhan.
Target vs Realisasi: Lebih dari Sekadar Angka
Dalam narasi anggaran, dua kata yang kerap mendominasi adalah target dan realisasi belanja. Penyerapan tinggi sering dianggap sukses, sebaliknya, penyerapan rendah dinilai sebagai kegagalan. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu.
Realisasi yang tinggi tidak selalu berarti pelaksanaan anggaran berjalan efektif. Di sinilah peran IKPA sebagai jembatan untuk memberi pemahaman. IKPA tidak hanya menilai realisasi belanja tetapi juga deviasi anggaran terhadap rencana, dan juga bagaimana pelaksanaan dilakukan serta seberapa besar output tercapai.
Sebagai contoh, sebuah kementerian bisa mencatat penyerapan di atas 95%, namun mengalami keterlambatan pengadaan, atau punya banyak tagihan yang belum dibayar. Meski secara kas terlihat baik, nilai IKPA bisa merosot karena pelaksanaan teknis yang tidak tertib.
Penumpukan belanja di akhir tahun juga masih menjadi momok. Target belanja yang meleset di triwulan awal menyebabkan realisasi menumpuk menjelang akhir tahun anggaran. Akibatnya, kualitas belanja menurun, risiko kesalahan meningkat, dan dampaknya terasa pada layanan publik serta nilai IKPA.
Padahal, salah satu fungsi utama APBN adalah fungsi distribusi—memastikan anggaran tersalurkan secara merata dan tepat waktu. Ketidaktepatan realisasi mengganggu fungsi ini dan pada akhirnya melemahkan efektivitas pembangunan.
Dampak Positif IKPA
Sejak diterapkan, IKPA mendorong reformasi di berbagai lini. Perencanaan anggaran menjadi lebih disiplin, proses pengadaan lebih tepat waktu, dan risiko tunggakan semakin ditekan.
Pimpinan K/L kini memiliki alat untuk mendeteksi hambatan kinerja lebih dini dan mengambil langkah korektif secara cepat. Implikasinya tidak hanya pada efektivitas anggaran, tetapi juga pada penguatan akuntabilitas dan kepercayaan publik.
Tantangan Baru di Era Baru
Meski membawa banyak kemajuan, implementasi IKPA tetap menghadapi tantangan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan efisiensi anggaran yang menjadi fokus pemerintahan baru.
Di tengah tekanan fiskal, pimpinan K/L perlu lebih responsif dalam memantau pelaksanaan anggaran. Strategi harus adaptif, berbasis data, dan menggunakan IKPA sebagai rujukan utama dalam pengambilan keputusan.
Beberapa langkah kunci yang perlu diperkuat:
- Meningkatkan koordinasi antar unit kerja,
- Menyusun rencana anggaran yang lebih realistis dan adaptif,
- Memanfaatkan IKPA sebagai dasar dalam perbaikan proses anggaran, bukan sekadar laporan administratif.
IKPA, Instrumen Perubahan
Pada akhirnya, IKPA bukan sekadar angka serapan. Ia adalah alat strategis untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan negara memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Pemahaman menyeluruh terhadap IKPA akan membantu pimpinan K/L melihatnya sebagai instrumen perubahan—bukan beban administratif, melainkan kunci pengelolaan anggaran yang lebih akuntabel, responsif, dan berdampak.
Dengan memaksimalkan IKPA, kementerian dan lembaga tak hanya bisa meningkatkan kinerja internal, tetapi juga berkontribusi nyata dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional secara lebih efektif, terutama di era pemerintahan baru yang menuntut efisiensi dan hasil yang konkret.
Ditulis oleh Maulana Riska Irianto.
PTPN Mahir pada KPPN Merauke