Merajut Asa di Perbatasan Bersama Dana Desa
oleh Ika Hermini Novianti (Kepala KPPN Sanggau)
Program Dana Desa yang diluncurkan sejak tahun 2015 yang lalu, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan harapan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Dana Desa merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukkan bagi desa, yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan desa, komponen pendapatan desa lainnya adalah Pendapatan Asli Desa (PAD), Bagian dari hasil PDRB kota/kabupaten, Alokasi Dana Desa (ADD) dari kota/kabupaten, bantuan keuangan dari APBD provinsi dan APBD kota/kabupaten, hibah, dan pendapatan desa lainnya yang sah. Dana Desa pada setiap kota/kabupaten dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.
Provinsi Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Sanggau, merupakan salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan negara jiran Malaysia. Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian pemerintah pusat dalam tiga tahun terakhir. Pembangunan infrastruktur dalam proyek-proyek monumental dikerahkan di wilayah ini, sebut saja pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong dan pembangunan jalan trans Kalimantan yang membentang dari Pontianak sampai dengan Entikong. Kedua proyek tersebut tentu saja menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memperkuat kedaulatan NKRI di daerah perbatasan. Namun harus diakui itu saja tidak cukup, pembangunan yang bersifat monumental tersebut harus didukung pembangunan yang lebih mendasar, yaitu pembangunan di desa-desa yang menyokong daerah perbatasan. Pembangunan yang dilaksanakan haruslah menjadi program yang berkelanjutan yang menjadikan masyarakat desa sebagai subjek atau pelaku pembangunan dan bukan sekedar menjadi penonton hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Wilayah Kabupaten Sanggau yang bersinggungan langsung dengan wilayah Negara Bagian Sarawak meliputi tujuh desa yang terbagi di kecamatan Entikong dan kecamatan Sekayam. Terdapat empat desa di kecamatan Entikong, yaitu desa Entikong, desa Palapasang, desa Suruh Tembawang dan desa Semanget. Sedangkan tiga desa lainnya yaitu desa Bungkang, desa Lubuk Sabuk dan desa Sei Tekam merupakan bagian dari kecamatan Sekayam. Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) yang dikeluarkan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, ketujuh desa tersebut memiliki status sebagai desa mandiri. Status ini berdasarkan perhitungan atas tiga indeks dalam IDM, yaitu indeks ketahanan lingkungan, indeks ketahanan ekonomi, dan indeks ketahanan sosial. Indeks ketahanan lingkungan terbagi dalam dua variabel yaitu kualitas lingkungan dan potensi/rawan bencana. Adapun indeks ketahanan ekonomi diukur melalui enam variabel yaitu keragaman produksi masyarakat desa, ketersediaan pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi/logistik, akses ke lembaga keuangan dan perkreditan, lembaga ekonomi dan keterbukaan wilayah. Terakhir, indeks ketahanan sosial terdiri dari empat aspek yaitu kesehatan, pendidikan, modal sosial, dan permukiman yang dijabarkan dalam empat belas variabel.
Dengan menggunakan tiga pendekatan dalam pengukuran pembangunan desa dan didukung data statistik kesejahteraan rakyat yang dirilis BPS, data menunjukkan sebagian besar desa di daerah perbatasan memang memerlukan perhatian lebih untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Terutama dari sisi ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial, tanpa menafikan pentingnya ketahanan lingkungan. Tersedianya pusat pelayanan perdagangan yang memadai menjadi variabel yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan ekonomi di wilayah perbatasan. Saat ini sektor perdagangan hanya difasilitasi mini market, warung dan toko. Kegiatan perdagangan belum didukung adanya pasar yang memadai sebagai wadah untuk melakukan kegiatan perekonomian di daerah perbatasan. Akses masyarakat ke lembaga keuangan juga masih terbatas, saat ini terdapat dua bank BUMN dan dua KUD. Di lain pihak, hasil produksi masyarakat baik berupa hasil perkebunan, pertanian, dan peternakan memerlukan dukungan untuk distribusi dan pengembangan modal usaha yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian masyarakat. Aspek jalur distribusi menjadi tantangan tersendiri, jarak beberapa desa menuju pusat kecamatannya cukup jauh (30-45 km) dengan kondisi jalan darat dengan kategori sulit dan sangat sulit. Berikutnya, dari sisi ketahanan sosial, yang pertama adalah akses untuk pendidikan. Pendidikan dasar tingkat SD atau MI sudah cukup memadai, namun tidak semua desa memiliki TK atau RA. Akses masyarakat untuk pendidikan menengah tingkat SMP/MTs dan SMA/MA masih terbatas di pusat kecamatan atau desa-desa yang dekat dengan pusat kecamatan. Kedua, fasilitas pelayanan kesehatan yang secara jumlah sudah cukup memadai, mulai dari puskesmas, puskesmas pembantu, rumah bersalin, posyandu, pusat kesehatan desa sampai dengan polindes. Namun demikian fasilitas kesehatan tersebut belum didukung ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai, baik tenaga medis maupun paramedis. Berikutnya, modal sosial dan permukiman di dilayah perbatasan memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah lainnya. Pemenuhan kebutuhan rasa aman terutama potensi gesekan sosial antara aparat kemanan dan masyarakat dalam penegakan hukum terkait aktifitas masyarakat di perbatasan. Distribusi energi listrik yang belum merata di Indonesia, mempengaruhi akses masyarakat untuk listrik yang secara nilai ekonomi lebih murah mengakses dari negara tetangga. Dan terakhir adalah akses komunikasi, terutama untuk internet, yang cukup sulit di daerah perbatasan. Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini, akses internet yang terbatas akan menjadi salah satu hambatan dalam melaksanakan aktifitas perekonomian.
Dengan segala tantangan yang dihadapi di daerah perbatasan, bagaimana Dana Desa dapat berperan untuk membantu desa bergerak untuk mengikuti laju pembangunan. Sejak program Dana Desa diluncurkan, pemerintah terus melakukan inovasi dan perbaikan agar program Dana Desa dapat menyentuh langsung penggerak pembangunan di desa. Sejak tahun 2017 Dana Desa disalurkan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar di seluruh Indonesia, tidak lagi disalurkan secara terpusat. Dengan demikian rentang kendali penyaluran Dana Desa menjadi lebih pendek, antara pemerintah dan desa penerima. Penyaluran Dana Desa untuk desa-desa di wilayah perbatasan di kecamatan Sekayam dan kecamatan Entikong dilayani oleh KPPN Sanggau. Berdasarkan data realisasi penyerapan Dana Desa Kabupaten Sanggau pada tahun 2017, total Dana Desa yang telah disalurkan dan direalisasikan untuk ketujuh desa di daerah perbatasan tersebut sebesar Rp5,5 miliar. Dana Desa dimanfaatkan untuk tiga jenis kegiatan yaitu pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kapasitas pemerintahan. Pembangunan infrastruktur di seluruh desa berupa (1) pembangunan dan perbaikan jalan beton 6.605 meter, (2) peningkatan jalan desa 2.250 meter, (3) pembukaan lahan untuk jalan baru 4.850 meter, (4) pembangunan dan pemeliharaan jembatan 294 meter, (5) pembangunan jalan usaha tani 15.300 meter, (6) pembangunan steher (dermaga) 10 unit, (7) drainase 315 meter, (8) pembangunan sarana listrik mikro hidro 1 unit, (9) pipanisasi 1.440 meter, dan (10) prasarana permukiman desa yaitu lapangan olahraga, balai pertemuan, PAUD, MCK dan posyandu. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di tiap desa berbeda satu sama lain, tergantung dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan berupa (1) pelatihan untuk kelompok tani, (2) pelatihan pembuatan produk penunjang pertanian dan peternakan, (3) sosialisasi/diseminasi terkait kadarkum dan narkoba, (4) pelatihan untuk PKK, kesehatan dan posyandu, dan (5) pengadaan perpustakaan desa. Dan terakhir, kegiatan peningkatan kapasitas pemerintahan berupa pelatihan dan studi banding bagi perangkat desa dan pelaksana kegiatan. Apabila dicermati hampir seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka Dana Desa sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Kegiatan yang dilaksanakan tidak saja menyentuh kebutuhan infrastruktur namun juga pembangunan SDM di desa, yang menjadi modal utama dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Seluruh output dari kegiatan yang dibiayai Dana Desa, baik berupa pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat maupun peningkatan kapasitas pemerintahan diharapkan akan menghasilkan outcome antara lain penurunan gini (ketimpangan) rasio desa, menurunkan jumlah penduduk miskin desa dan menaikkan level garis kemiskinan desa. Dan pada akhirnya akan kembali pada tujuan Dana Desa itu sendiri, yaitu meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subyek dari pembangunan.