Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) dirayakan setiap tanggal 9 Desember. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Surabaya I (KPPN Surabaya I) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memperkokoh budaya antikorupsi pada kementerian/lembaga negara. Oleh karena itu, KPPN Surabaya I mengadakan acara Gugus Kendali Mutu (GKM) "Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi" sebagai bentuk peringatan Hakordia 2018.
Peringatan Hakordia 2018 di lingkup KPPN Surabaya I ditandai dengan penyematan pin antikorupsi. Penyematan pin kali ini dilakukan oleh setiap kepala seksi kepada salah satu anak buahnya, diikuti pemakaian pin oleh seluruh pegawai. Pin yang disematkan berisi pesan tema Hakordia 2018, yaitu "Antikorupsi Jati Diri Kami". Tema yang diusung pada Hakordia 2018 memuat ajakan untuk menumbuhkan budaya antikorupsi kepada para pegawai. Budaya antikorupsi diharapkan mampu membentuk jati diri berintegritas pada jiwa para pegawai di dalam menjalankan tugas/pekerjaannya sebagai abdi negara.
Kegiatan dalam rangka memperingati Hakordia 2018 dilanjutkan dengan GKM bertajuk "Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi" pada hari Rabu, 05 Desember 2018. Materi GKM disajikan oleh Bapak R.M. Soorjo Guritno, Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal (Kepala Seksi MSKI).
Materi tentang "Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi" dipilih karena berkaitan dengan penguatan budaya antikorupsi yang dibangun untuk memperkokoh jati diri insan perbendaharaan. Di samping itu, upaya-upaya melakukan pencegahan korupsi dan memetakan titik rawan yang berpotensi korupsi/suap/gratifikasi perlu terus-menerus dilakukan dalam rangka internalisasi budaya antikorupsi di lingkungan kerja Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ada dua materi utama yang dibahas dalam GKM Hakordia 2018, yaitu :
1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-7/PMK.09/ 2017 tentang Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan;
2) Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-47/PB/2018 tentang Langkah-Langkah Penanganan Area Rawan yang Berpotensi Korupsi/Suap/Gratifikasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pengertian gratifikasi berdasarkan penjelasan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 :
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya (baik yang diterima di dalam negeri, maupun di luar negeri, dan baik yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik, atau tanpa sarana elektronik).
Kewajiban Aparatur Sipil Negara Kementerian Keuangan RI (ASN Kemenkeu RI) :
- menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas ASN yang bersangkutan;
- melaporkan penolakan gratifikasi kepada Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) ;
- melaporkan penerimaan gratifikasi yang tidak dapat ditolak melalui UPG atau secara langsung kepada KPK.
Sementara itu, pemetaan dan penanganan area rawan korupsi/suap/gratifikasi dilakukan pada :
a) kegiatan pengelolaan anggaran dan barang milik negara;
b) kegiatan nonpengelolaan anggaran dan barang milik negara.
Pemetaan dan penanganan area rawan diarahkan untuk melakukan pencegahan korupsi. Hal ini sejalan dengan upaya Kemenkeu RI dalam menanamkan budaya antikorupsi kepada para pegawai dengan menerapkan konsep :
- lini pertahanan untuk mengelola risiko;
- memperkuat unit kepatuhan internal untuk menginternalisasi budaya antikorupsi di lingkungan kerja;
- menegakkan integritas, misalnya dengan penertiban pelaporan harta kekayaan.
Demikianlah peringatan Hakordia 2018 di lingkungan KPPN Surabaya I dilaksanakan secara sederhana. Acara GKM ditujukan untuk mengedukasi para pegawai agar senantiasa menjaga diri dari melakukan tindakan korupsi. Para pegawai diberikan wawasan tentang peraturan serta rambu-rambu tentang korupsi agar mampu terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri, keluarga, maupun instansi tempat bekerja. Budaya antikorupsi ditumbuhkan agar tercipta para pegawai yang jujur dan amanah dalam bekerja. Hal ini sejalan dengan usaha untuk mengokohkan jati diri insan perbendaharaan sebagai ASN yang berintegritas, serta selalu menerapkan budaya antikorupsi di lingkungan kerja.
Kontributor naskah |
: |
Sri Juli Astuti |
Kontributor foto |
: |
Supriyanto |