Dasar
ND-1654/PB.1/2023 tentang Imbauan Netralitas ASN dalam Tahun Politik di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Surat Undangan Kepala KPPN Surabaya I Nomor UND-191/KPN.1601/2023 tanggal 26 Mei 2023.
Waktu dan Tempat
Rapat dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 30 Mei 2023 pukul 14.00 s.d 15.00 melalui zoom meeting.
Peserta
Para Pejabat dan Pegawai KPPN Surabaya I
Para pegawai OJT dan Magang Mahasiswa KPPN Surabaya I
Para PPNPN KPPN Surabaya I
Sosialisasi gratifikasi sudah sering dilakukan oleh KPPN Surabaya I namun dengan situasi yang mendekati hari raya maka akan banyak potensi yang mungkin terjadi.
Sehingga himbauan ini dilaksanakan untuk mencegah terjadinya gratifikasi di lingkungan KPPN Surabaya I
Gratifikasi merupakan akar dari korupsi yang dianggap kecil tapi merusak. pasal 12b dan 12C UU No.31 Tahun 1999 jo. UU.20 Tahun 2001 meliputi:
- Uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, fasilitas lainya
- Diterima di dalam maupun di luar negeri
- Dilakukan dengan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik
Ancaman Hukuman:
- Pidana penjara 4-20 tahun
- Denda Rp 200 juta-Rp 1 Milyar
Gratifikasi Ilegal (wajib lapor)
1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatandan yang berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya
2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelanggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Penyelenggara Negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, dan yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala KPPN Surabaya I juga menghimbau bahwa PPNPN juga termasuk dalam pegawai negeri, sehingga tidak diperbolehkan menerima gratifikasi.
Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan
Karakter umum dari gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan adalah sebagai berikut:
- Berlaku umum (jenis, persyaratan, dan niai sama dan memenuhi prinsip kewajaran/kepatuhan)
- Dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan)
- Dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat
- Tidak bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku
Bedanya Gratifikasi, Suap, dan Pemerasan
- Gratifikasi: berhubungan dengan jabatan, bersifat tanam budi, dan tidak membutuhkan kesepakatan
- Suap: terdapat kesepakatan, biasanya dilakukan secara rahasia atau tertutup
- Pemerasan: ada permintaan sepihak dari penerima (pejabat), bersifat memaksa, penyalahgunaan kekuasaan
Kepala KPPN Surabaya I menghimbau untuk para satker yang menjumpai adanya praktik gratifikasi di KPPN Surabaya I harus langsung lapor kepada UKI.
Apa itu benturan kepentingan?
Dalam rangka menyediakan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat, pegawai negeri sipil sebagai penyelenggara pelayanan publik setidaknya perlu memegang prinsip antara lain bertindak secara profesional, tidak diskriminasi, berintegritas, dan menerapkan praktik bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara. Salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah adanya benturan kepentingan (Conflict of Interest) yang merupakan suatu kondisi dimana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas. Hal ini dapat meyebabkan pelayanan publik yang memburuk, kebijakan yang tidak efisien dan tidak efektif, keputusan dan tindakan yang berpotensi menguntungkan pribadi atau orang lain, serta kerugian
yang ditimbukan bagi orang lain atau negara, yang tentunya tindakan ini mempertanyakan integritas dari seorang pelayan publik.
Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian kepada pihak tertentu.
Benturan kepentingan dapat dilatarbelakangi oleh hubungan dengan kerabat dan keluarga, kepentingan pribadi dan/atau bisnis, hubungan dengan wakil pihak yang terlibat, hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat, hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat.
Jenis benturan kepentingan yang sering terjadi adalah:
· Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ ketergantungan/pemberian gratifikasi;
· Pemberian izin yang diskriminatif;
· Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah;
· Pemilihan partner/ rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak profesional;
· Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
· Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi/ golongan;
· Pengawas ikut menjadi bagian dari pihak yang diawasi;
· Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan tidak sesuai norma, standar, dan prosedur;
· Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai; dan
· Putusan/ Penetapan Pengadilan yang berpihak akibat pengaruh/ hubungan dekat/ketergantungan/ pemberian gratifikasi.
Sumber penyebab terjadinya benturan kepentingan:
1. Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;
2. Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
3. Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;
4. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya;
5. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada;
6. Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.
Penanganan benturan kepentingan
Dalam hal terdapat konflik kepentingan, maka pejabat pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya dan dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan, maka keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lain. Jika terdapat laporan dari masyarakat, maka atasan pejabat wajib memeriksa, meneliti, dan menetapkan keputusan terhadap laporan atau keterangan warga masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan sesuai dengan UU no. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Penanganan benturan kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan nilai, sistem, pribadi, dan budaya, diantaranya:
1. Mengutamakan kepentingan publik.
2. Menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan kepentingan.
3. Mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan.
4. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap benturan kepentingan.
Netralitas ASN di Lingkungan Ditjen Perbendaharaan
· Tidak menyebarluaskan berita yang bermuatan ujaran kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau hoaks (berita palsu).
· Tidak melakukan perbuatan di muka umum yang mengarah pada keberpihakan maupun antipati terhadap salah satu calon legislatif atau pasangan calon Presiden/Wakil Presiden, baik secara langsung maupun melalui media soaial atau media lainnya.
Pegawai DJPb dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan dalam politik praktis / berafiliasi dengan partai politik, semisal:
· Pegawai dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah / Wakil
Kepala Daerah / anggota legislatif / Presiden / Wakil Presiden.
· Pegawai dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah/anggota legislatif/Presiden/Wakil Presiden.
· Pegawai dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah/anggota legislatif/ Presiden/Wakil Presiden.
· Pegawai dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah/ anggota legislatif/Presiden/Wakil Presiden, dengan atau tanpa menggunakan
atribut bakal calon maupun atribut partai politik.
· Pegawai dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto, visi misi, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah/ anggota legislatif/Presiden/Wakil Presiden melalui media online / media sosial.
· Pegawai dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah/anggota legislatif/ Presiden/ Wakil Presiden dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.
· Pegawai dilarang menjadi pembicara/ nara sumber pada kegiatan pertemuan partai politik.