Benteng Milenial Laksana Nakhoda Awak Kapal
Oleh Jauza Athifah Hanun (SMA Negeri 1 Godean)
Tak bosan-bosankah diri ini memandang jutaan orang di sana menggaungkan antikorupsi? Terkadang banyak pertanyaan terbesit dalam benak penulis, kapan ini akan berakhir? Penulis hanyalah orang kecil, tapi penulis tahu badai ini tidaklah mudah.
Akan terdengar bodoh jika para pelaku tidak tahu korupsi sangat menyimpang dari segi aturan serta ajaran manapun. Hanya satu kunci yang masih merasuki, “egoism”. Bukan budaya, namun entah mengapa semakin hari semakin merebak di Bumi Pertiwi tercinta ini.
Berdasarkan data yang ada, Sang Pelaku bukanlah orang dengan keterbelakangan ekonomi. Tetapi orang-orang berkerah putih yang pada awalnya saling bersaing menggalang kepercayaan masyarakat. Namun, apa pada akhirnya? Mereka terjelembab dalam jurang korupsi yang justru menyengsarakan masyarakat.
Korupsi tidak jauh dari makna mengambil yang bukan haknya untuk kepentingan pribadi yang merugikan masyarakat luas. Baik hal kecil, maupun hal besar. Baik waktu, maupun uang.
Sepanjang 2014 - 2019, Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 105 kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi daerah di 22 provinsi. Dari 105 kasus itu, 90 di antaranya melibatkan bupati atau wali kota dan 15 kasus lainnya melibatkan gubernur.
Pernah guru SD saya menceritakan makna di balik lagu Gundul-Gundul Pacul dan menghubungkannya dengan badai korupsi ini:
Gundul gundul pacul cul, gembelengan,
Nyungi nyunggi wakul kul, gembelengan,
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.
Secara singkat, maknanya kemuliaan pemimpin bergantung pada penggunaan inderanya. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat, telinga digunakan untuk mendengar nasihat, hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan, dan mulut digunakan untuk berkata-kata adil. Jika, keempat hal tersebut lepas dari seorang pemimpin maka lepaslah sudah kehormatannya. Namun sikap sombongnya berhasil menjatuhkan amanahnya, sehingga tidak bermanfaat lagi bagi kesejahteraan rakyat.
Bagaimana dengan penanggulangannya? Penanggulangan korupsi harus dibangun oleh semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali bagi generasi milenial. Apatah lagi generasi milenial saat ini akan menjadi pemimpin masa depan.
Sebutan generasi milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y, Gen Y, atau Generasi Langgas) menurut wikipedia adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar), tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II.
Karakteristik Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan. Masa Resesi Besar (The Great Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak generasi ini.
Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang harapan bangsa terletak pada generasinya, karena pemudalah yang akan meneruskan perjuangan tokoh-tokoh terdahulu. Peran pemuda juga berpengaruh pada meningkatnya integritas suatu bangsa, karena bila ingat pada kata-kata sang proklamator (Ir. Soekarno) yang mengatakan, “Beri aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, Beri aku 10 pemuda akan kuguncangkan dunia”. Tentunya kata-kata itu menunjukkan betapa istimewanya kekuatan para anak muda terhadap perubahan dunia, maka peran pemuda dalam melakukan sesuatu begitu berpengaruh pada dunia, termasuk dalam menyelesaikan dan memberantas penyakit korupsi yang sudah mengakar dan tertanam kuat dalam bangsa ini. Penanaman karakter jujur pada anak muda penerus bangsa harus diterapkan sedini mungkin, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik dan terbiasa dengan sifat jujur.
Upaya pencegahan korupsi harus dibangun kepada semua generasi, terlebih lagi generasi milenial. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi antikorupsi serta doktrin untuk selalu menjaga integrtas dan kejujuran.
Dengan demikian, amatlah penting untuk selalu menyelenggarakan sosialisasi terkait integritas terhadap siswa-siswa di sekolah dan perguruan tinggi. Semua siswa dimulai dari SD, SMP, sampai SMA, bahkan mahasiswa perlu terdoktrin agar selalu jujur dalam melakukan sesuatu dan agar mereka sadar betapa pentingnya kejujuran. Dengan begitu mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dan enggan untuk melakukan kecurangan dan tindakan yang melanggar norma-norma. Tindakan tersebut adalah penanaman karakter yang bertujuan menghambat dan menaggulangi korupsi.
Namun tidak semua pemuda sadar akan tindakan ini, banyak yang acuh akan perihal korupsi, juga banyak yang sudah terjerumus dalam praktik-praktik korupsi. Seolah-olah tindakan yang menyalahi aturan ini adalah hal yang wajar, hal yang biasa-biasa saja. Kesalahan atau kecurangan yang dilakukan terus menerus tanpa adanya pencegahan atau sanksi atas tindakan tersebut dapat menimbulkan asumsi pembenaran dan tindakan tersebut dianggap hal yang wajar dalam paradigma masyarakat tentang korupsi.
Korupsi di Indonesia tidak diketahui pasti kapan dimulainya, pada tahun berapa, dan kapan berakhirnya juga tidak dapat diprediksi. Ini adalah sebuah tantangan bagi para generasi muda yang masih sadar dan peduli terhadap bangsa Indonesia untuk selalu berusaha menghambat pertumbuhan korupsi, khususnya di Indonesia.
Pemuda penerus bangsa pada era milenial ini harus pandai-pandai memilih dan memilah antara benar dan tidak, baik dan buruk. Karena pada era ini semua semakin canggih dan kreatif, harus benar-benar berpegang teguh pada pendirian agar tidak mudah diprovokasi dan dibohongi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Maka dari itu, para tunas remaja ini harus mulai menerapkan kebiasaan-kebiasaan jujur sedini mungkin agar suatu saat tumbuh menjadi sosok yang enggan melakukan kecurangan dan kebohongan. Hilangkan paradigma bahwa “cheaters always win”.
Selain itu, generasi milenial harus pandai dalam memilh teman bergaul. Teman bergaul dapat menjerumuskan orang yang semula jujur menjadi pembohong. Sebagaimana ungkapan, “berteman dengan, penjual minyak wangi akan tertular bau wanginya, sedangkan berteman dengan pandai besi akan mendapat bau hangusnya”. Ditambah lagi, betapa mudahnya generasi milenial untuk mengikuti seseorang dikarenakan jiwanya yang masih labil.
Sebagai anak milenial, penulis sendiri sudah berusaha berpartisipasi semampu penulis dengan menyasar target anak-anak milenial dengan usia sepantaran. Prinsipnya, karakter seseorang terbentuk karena kebiasaan, yang tentu tidak dapat berubah begitu saja. Karakter serta mental yang baik harus tertanam sejak dini, terutama pada masa remaja yang cenderung labil. Itu yang saya camkan.
Hanya hal sederhana yang penulis lakukan. Penulis membuat akun twitter yang bermaterikan pelajaran dan sharing pengalaman dari hasil kerja keras belajar. Penulis berharap para pelajar tidak semata-mata bersekolah hanya untuk mencari nilai dan terjerumus pada perilaku menyontek. Karena perilaku dan kebiasaan menyontek akan membentuk mental pencuri. Mencuri hasil kerja keras orang lain, mencuri hasil belajar orang lain, dan mencuri yang seharusnya menjadi nilai orang lain. Jika hal itu terus dipupuk, jadilah suatu kebiasaan untuk mencuri hak orang lain yang lama kelamaan dapat menjerumuskan pada tindakan korupsi.
Dengan akun tersebut, penulis ingin membuat yang membacanya dapat melihat banyaknya sisi positif dari prose pembelajaran yang dilakukan dengan kejujuran. Semua darah yang dikeluarkan saat ini, akan terbayarkan kelak ketika sukses nanti.
Selain itu, penulis membuat blog yang berisi rangkuman-rangkuman dan artikel berhubungan dengan belajar lainnya. Penulis ingin menanamkan pada pembacanya bagaimana asyiknya belajar. Belajar tidak harus dengan buku, tetapi dapat disesuaikan dengan era milenial yang serba digital. Apalagi hal itu dapat mengurangi penggunaan kertas. Dengan begitu diharapkan kepedulian sedikit demi sedikit dapat menumbuhkan kecintaan, sehingga egoisme perlahan mengikis.
Demikianlah peran yang sudah penulis ambil sebagai generasi milenial benteng antikorupsi. Sejatinya pemuda laksana nakhoda awak kapal negeri. Jika sudah rusak pemuda, maka rusak pula masa depan negeri.
Daftar Pustaka:
--. --. Milenial. https://id.wikipedia.org/wiki/Milenial. Diakses 5 April 2020.
--. --. Gundhul Pacul. https://id.wikipedia.org/wiki/Gundhul_Pacul. Diakses 5 April 2020.
Alamsyah, Ichsan Emrald. 31 Mei 2019. https://republika.co.id/berita/retizen/surat-pembaca/psd1xm349/milenial-yang-mampu-pangkas-korupsi-dan-kemiskinan. Diakses 5 April 2020.
Arifin, Zainal. 27 April 2019. “Peran Pemuda dalam Upaya Menanggulangi Korupsi”. https://www.indonesiana.id/read/128999/peran-pemuda-dalam-upaya-menanggulangi-korupsi. Diakses 5 April 2020.
Pancarini, Rina Ayu. 18 Juni 2019. “Sepanjang 2014-2019, Tercatat 105 Kasus Korupsi Libatkan Pejabat Tinggi Daerah, Ini Daerahnya”. https://www.tribunnews.com/nasional/2019/06/18/sepanjang-2014-2019-tercatat-105-kasus-korupsi-libatkan-pejabat-tinggi-daerah-ini-daerahnya. Diakses 5 April 2020.