NAIK MOTOR, TRANSPORTASI UMUM DAN KKN
Oleh Bonifacius Harda Priya Widada (SMA Negeri 3 Yogyakarta)
Tranportasi yang dimiliki masyarakat di Indonesia adalah sebuah kebutuhan primer untuk menempuh dan mencari sesuap nasi. Salah satu tranportasi individu yang digemari masyarakat adalah motor. Transportasi roda dua tersebut memiliki harga yang cukup bisa digapai oleh masyarakat kelas manapun, bahkan beberapa penjual memberikan harga yang murah sehingga kepemilikan Motor memiliki kepesatan dan mungkin massif, tapi dibalik harga yang murah dan kemudahan kepemilikan, hal tersebut memberikan potret gelap lain.
Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia terbilang tinggi. Menurut data Bapeda. Jogjaprov.go.id angka kecelakaan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun 2016 (3.777 kasus), 2017 (4011 (kasus), 2018 (5061 kasus), dam 2019 (5381 kasus) . Sedangkan menurut Polda DIY dalam kumparan.com, pada tahun 2016 terdapat 3.777 angka kecelakaan dengan korban meninggal 463 orang, 21 luka berat, dan 4.903 luka ringan. Sedangkan pada tahun 2017 terdapat 1.775 kecelakaan yang mengakibatkan 220 orang meninggal dunia. Pelanggaran peraturan lalu lintas ini masih didominasi oleh kelompok remaja atau anak dibawah umur. Banyaknya kecelakaan lantas anak dibawah umurs seharusnya menjadi keprihatinan dan tidak berhenti di rasa prihatin saja.
Baskara Aji (kepala Dikpora DIY) dalam kumparan.com (2018) mengatakan, dikpora sudah sejak lama mengeluarkan kebijakan pelarangan pelajar, terutama yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), untuk membawa sepeda motor ke sekolah. Namun kebijakan tersebut terus saja dilanggar dan berdampak pada tingginya angka kecelakaan sepeda motor yang melibatkan pelajar. Penggunaan sepeda motor oleh anak dibawah umur, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor: keluarga, pendidikan/sekolah, ketersediaan transportasi umum yang memadai, gaya hidup, hukum dan faktor pergaulan anak.
Faktor keluarga berupa dukungan orangtua/keluarga yang dengan sengaja memperbolehkan anak belajar dan mengendarai sepeda motor. Bahkan Banyak orang tua yang secara sadar justru memberikan hadiah sepeda motor kepada anaknya yang belum cukup umur. Kondisi ini sangat memprihatinkan, apalagi terdapat dukungan orang tua didalamnya. Orangtua memberikan izin mengendarai sepeda motor kepada anaknya dengan alasan kesibukan. Kedua orang tua bekerja sehingga tidak ada waktu untuk antar jemput anaknya. Dalam kasus ini orang tua sudah mengajari anak untuk tidak jujur terhadap situasi yang ada. Kejujuran dan ketegasan orang tua dalam menerapkan disiplin bahwa anaknya belum cukup umur untuk mengendarai sepeda motor sangat dibutuhkan.
Dengan membiarkan anak dibawah motor berkendara, berarti orang tua membiarkan anaknya terbiasa untuk melanggar aturan yang ada, sehingga memberikan efek anak tidak peka untuk mentaati aturan. Disamping juga membiarkan anaknya dalam resiko tinggi di jalan, baik untuk pengendara dibawah umur ataupun pengguna jalan lain. Kemampuan tenggang rasa untuk tidak merugikan orang lain di jalan sebaiknya di tumbuhkan dari anak anak.
Kondisi tertangkapnya anaknya saat razia kelengkapan kendaraan, mendorong orang tua kadang dengan sadar melakukan tindakan berbau kolusi–Penyuapan serta menelpon kenalan– kepada pihak berwajib untuk membebaskan anaknya dari pasal-pasal yang dilanggar. Memberikan pelajaran yang tidak baik kepada anak bahwa kolusi itu merupakan hal yang biasa. Membedakan nilai kekeluargaan dan kerja profesional sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara keluarga. Dan seyogyanya keluarga menjadi titik awal pencegahan korupsi dari dini.
Pelanggaran peraturan lalu lintas terhadap anak dibawah umur juga berpeluang untuk menggunakan jalur nepotisme, supaya lepas dari jeratan hukum. Pada saat anak tertangkap razia lalu lintas, anak terbiasa melihat ajakan berdamai terhadap aparat. Dengan menyuap tentu saja akan terlepas dari sidang pengadilan. Disinilah peluang pelajar melihat kejujuran petugas dalam menangani pelanggar. Pelajar akan dihadapkan pada pelajaran yang penting, apakah pelajar akan menyuap, menerima sanksi hukum yang berlaku, atau bahkan kolusi karena orang tuanya kenal dengan aparat.
Faktor pendidikan, kurangnya sosialisasi tentang tertib lalu lintas oleh pihak kepolisian dan pihak sekolah yang tidak menerapkan tata tertib sekolah dengan konsisten. Memberikan pengarahan tentang korupsi, kolusi dan nepotisme dengan yel yel yang mudah diingat anak atau dengan pengalaman studi kasus KKN. Sehingga anak akan terbiasa untuk melakukan kejujuran dari dalam diri. Adanya kurikulum anti korupsi menjadi peluru tajam yang dapat menanamkan paradigma kesadaran anti korupsi mulai dari dini kepada generasi bangsa. Dengan demikian kesadaran nasionalisme untuk tidak mempersonalisasi hak-hak orang banyak semakin meninggi. Memang selama ini telah ada mata pelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan peningkatan moral. Akan tetapi mata pelajaran tersebut dinilai belum memberikan penetrasi yang tepat. Ilmu pendidikan kewarganegaraan dan keagamaan dirasa gagal dalam menanamkan moral dan nasionalisme, dalam hal ini ketepatan sasaran mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme belum mampu ditangkal dalam tataran Pendidikan.
Sekolah sebaiknya memberikan apresiasi kejujuran dan izin sidang ke pengadilan kepada anak yang tertangkap razia sepeda motor. Jadi anak diberikan waktu untuk mengurus sendiri ke pengadilan dan tidak boleh melalui calo. Sehingga anak terbiasa bertanggung jawab dan akan mengetahui proses birokrasi dengan harapan memberikan efek jera pada anak. Jangan hanya berpatok menjadi negara jargon dan slogan, butuh penanganan nyata serta contoh yang tepat.
Pengarahan dan pelarangan geng motor di sekolah secara tegas sangatlah diperlukan. Secara berkala melakukan razia geng motor di sekolah. Di Yogyakarta menurut kompas (5 februari 2020) Saat itu tercatat ada 43 kasus kekerasan yang melibatkan remaja. Sementara itu pemberitaan Harian Kompas pada 17 Maret 2017, Kapolda DIY saat itu, Brigjen Pol Ahmad Dofiri menyebut setidaknya ada 81 geng sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Banyak sekali yang tertangkap, diadili masa, dibawa ke kantor yang berwajib. Disinilah banyak sekali peluang terjadinya gravitasi, karena orang tua ingin segera melepaskan anaknya dari jerat hukum.
Sekolah sebaiknya juga meningkatkan kesadaran keluarga untuk membatasi anak-anaknya bermotor ke sekolah. Sekolah dapat memberikan penghargaan pada keluarga yang berhasil mendidik anaknya tidak bermotor ke sekolah. Disamping itu Masyarakat sekitar sekolah sebaiknya diberikan kesempatan kerja sama untuk tidak menyediakan parkiran motor dan melaporkan jika mendapati pelajar berkeliaran pada jam sekolah.
Faktor pergaulan anak berasal dari teman-temannya yang terlebih dahulu mempunyai dan mengendarai sepeda motor yang telah mendorong mereka untuk memiliki barang yang sama dengan temannya. Para pelajar yang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi ke sekolah menjadi salah satu fenomena yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Dengan bersepeda motor, para pelajar mempunyai gengsi tersendiri dalam pergaulannya. Para pelajar lebih percaya diri apabila mengendarai sepeda motornya dibandingkan dengan naik angkutan umum, jalan kaki, antar-jemput maupun sepeda onthel.
Media Indonesia (2018) juga mengungkapkan seringkali kita dibuat khawatir saat berdekatan dengan pengendara anak-anak. Perilaku anak-anak usia ABG ini dalam mengendarai sepeda motor ternyata sungguh mencengangkan; sering ditemui mereka berboncengan tiga orang, tidak mengenakan helm, bercanda sambil berkendara, dan menyalip seenaknya.
Apabila anak salah memilih teman bergaul maka akan ada peluang terlibat dalam geng motor, geng sekolah dan klitih. Semua elemen dalam masyarakat akan sangat diperlukan dalam pencegahan hal tersebut.
Faktor penegakan hukum dan aparat sangatlah berpengaruh terhadap pola anak dibawah umur naik sepeda motor. Dari segi hukum, penggunaan sepeda motor oleh kalangan pelajar SMP–yang kebanyakan berusia dibawah umur– sangat jelas bertentangan dan merupakan pelanggaran terhadap aturan undang-undang yang berlaku, yaitu UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan Pasal 81 undang-undang tersebut terdapat persyaratan yang harus dipenuhi pengemudi kendaraan bermotor. Salah satunya adalah memiliki SIM. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk pembuatan SIM mencakup persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Semua persyaratan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peserta didik mengingat usia mereka yang masih di bawah 17 tahun.
Maraknya fenomena klitih di Yogyakarta adalah salah satu bentuk penegakan hukum terhadapa pengendara belum tegak. Menurut kompas.com (4 februari 2020) Klitih sendiri berasal dari kalimat bahasa Jawa yang berarti suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Pada awalnya, klitih hanyalah berupa kegiatan perundungan antar geng sekolah yang terjadi di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, semakin lama, klitih berkembang menjadi kegiatan perampokan yang dilakukan oleh sekelompok geng yang targetnya berkembang dari geng musuh menjadi masyarakat awam, sehingga terjadi pemelintirian mencari angin menjadi mencari korban. Yang paling umum, klitih dilakukan di tempat sepi dan terjadi pada malam hari. Menurut tirta id kasus selama januari 2019-januari 2020 ada 40 kasus klithih yang dilaporkan dan ditangani polda DIY.
Mengatasi klithih dimulai dari kejujuran orang tua dan anak. Anak harus jujur untuk ijin kemanapun pergi tanpa sepeda motor. Orang tua juga harus tegas untuk mengurangi anaknya keluar malam memakai sepeda motor tanpa alasan yg jelas. masyarakat juga bekerja sama segera melaporkan pada pihak berwajib apabila ada kejadian klitih. Aparat juga bertindak tegas terhadap oknum klitih secara bersih tanpa KKN. Peningkatan preventif pelanggaran lalin dibawah umur dengan rajinnya Aparat keamanan melakukan patroli sampai ke sekolah di pelosok desa maupun di kota. Apresiasi dari pihak terkait yang memberikan penghargaan pada sekolah yang menerapkan save our student (SOS) dapat dijadikan contoh.
Faktor fasilitas umum yang memadai juga akan mengurangi anak dibawah umur berkendara motor. Kepercayaan masyarakat menggunakan fasiltas umum dalam hal ini transportasi umum juga bisa mengurangi kemacetan lalu lintas. Perbaikan fasilitas umum terutama di yogyakarta sangatlah ditunggu masyarakat. Bisa kita lihat bahwa tidak memadainya fasilitas pemerintah seperti halnya jalan khusus sepeda onthel dan pejalan kaki. Bahkan trotoar banyak dipakai untuk pedagang kaki lima berdagang. Perbaikan fasilitas ini akan menumbuhkan minat masyarakat untuk melakukan jalan kaki dan bersepeda onthel. Bahkan di kecamatan Cangkringan, bisa dikatakan tidak ada angkutan umum yang disediakan pemerintah. Sehingga mau tidak mau banyak anak dibawah umur menggunakan sepeda motor.
Faktor Life Style yang berdampak buruk. Ketidakmauan orang tua terhadap anaknya mengalami ketertinggalan dengan anak yang lain menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Seperti halnya membiarkan anaknya yang dibawah umur naik sepeda motor, orang tua secara tidak langsung akan menerapkan gaya hidup yang tinggi karena dorongan tidak mau anaknya ketinggalan dengan teman temannya. Hal ini akan mendidik anak untuk melakukan sesuatu tindakan yang instant seperti melanggar aturan dan KKN. Bahkan ada anak yang tega membunuh orang tuanya karena tidak dibelikan sepeda motor (tribun news.com, 11 desember 2014). Penerapan kesederhanaan hidup dalam keluarga sejak dini sangatlah diperlukan.
Ketentuan-ketentuan yang diperlukan adalah menciptakan keteraturan dalam berlalu lintas dengan menetapkan Undang-Undang Nomor.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang di dalamnya terdapat pasal-pasal yang mengatur tata cara berlalu lintas. Hal ini merupakan sebagai upaya pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang tertib dengan meningkatkan disiplin masyarakat dalam berlalu lintas, karena lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Namun demikian Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan membutuhkan dukungan dari semua kalangan masyarakat khususnya pengguna jalan agar dapat berperilaku baik dalam bentuk ketaatan kepada peraturan-peraturan atau perundang-undangan. Namun, kenyataan yang terlihat di lapangan menunjukkan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas masih rendah kesadarannya, terlihat dari kurangnya disiplin masyarakat tersebut dalam berlalu lintas.Banyaknya pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi adalah dilakukan oleh pengendara sepeda motor.Dengan banyaknya pelanggaran lalu lintas yang sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor tersebut, yang banyak dikendarai oleh pelajar untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti berangkat ke sekolah, sehingga banyak pelajar yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Hal ini terjadi karena kurangnya wawasan pelajar terhadap undang-undang lalu lintas dan angkutan umum.
Tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelajar ini akibat dari rendahnya disiplin dan kesadaran pelajar dalam berlalu lintas. Seharusnya, seorang pelajar menjadi seorang penerus bangsa yang hebat. Di saat menempuh pendidikan hendaknya pelajar sadar akan hukum dan taat pada peraturan yang berlaku sebagai salah satu wujud partisipasinya dalam usaha pemerintahan yang ingin menciptakan masyarakat yang disiplin. Maka dari itu, sosialisasi dalam pembelajaran dan pembentukan disiplin dalam berlalu lintas membutuhkan pastisipasi dari keluarga, lembaga pendidikan, aparat dan masyarakat.
Penerapan hidup sederhana dimulai dari rumah. Menyadarkan anak-anak dan mengingatkan soal KKN dimulai dari hal-hal kecil. Berbicara KKN tidak melulu menjelaskan soal hukuman kepada anak-anak, tapi mengenalkan nilai-nilai kebaikan, kesederhanaan, kejujuran, kerendahan hati dan nasionalisme.
Daftar pustaka
Kumparan.com (2018), Orang tua menjadi penyebab banyak kecelakaan pelajar di Yogyakarta
Bapeda.jogjaprov.go.id , Data kecelekaan dan pelanggaran lalu lintas
Media Indonesia.com,(22 januari 2018) Pelajar bersepeda motor
Kompas. Com (4 februari 2020) mengenal klithih
Tribun news.com (11 desember 2014) anak membunuh orang tuanya karena tidak dibelikan sepeda motor