Perekonomian Jawa Barat pada periode triwulan II 2023 tumbuh sebesar 5,25% (yoy) melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di angka 5,17%. Capaian tersebut menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi di Pulau Jawa. Sedangkan realisasi belanja negara sampai dengan akhir periode triwulan II mencapai Rp51,32 triliun. Kinerja APBN Provinsi Jawa Barat masih mengalami surplus sebesar Rp23,55 triliun atau meningkat 1,06%. Hal tersebut tentu merupakan prestasi tersendiri yang tentunya tak lepas dari peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di Daerah yang salah satu tugas pokoknya yaitu menyalurkan pembiayaan atas beban anggaran, serta menatausahakan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari Kas Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peran krusial inilah yang disoroti oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jawa Barat untuk diangkat sebagai tema sentral dalam penyusunan Laporan Hasil Pembinaan dan Supervisi (LHPS) atas pelaksanaan tugas KPPN di wilayah kerja Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat periode semester I tahun 2023, yaitu "Optimalisasi Likuiditas Keuangan dan Penyaluran Belanja atas Beban APBN dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan di Daerah".
Tugas pelaksanaan pembinaan atas proses bisnis, supervisi, implementasi, dan bimbingan teknis operasional aplikasi pada KPPN dilakukan oleh Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal pada Kanwil DJPb. Sedangkan pelaksanaan pembinaan dan supervisi KPPN berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-1/PB/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2019 Tentang Pedoman Pembinaan dan Supervisi Pelaksanaan Tugas Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Berdasarkan peraturan tersebut, ruang lingkup pembinaan dan supervisi KPPN meliputi empat komponen, yaitu:
- Treasurer;
- Pengelola Fiskal, Representasi Kementerian Keuangan di Daerah, dan Special Mission;
- Financial Advisor; dan
- Tata Kelola Internal.
Peraturan tersebut juga telah mencakup unsur-unsur kegiatan tematik dalam pelaksanaan pembinaan dan supervisi, antara lain monitoring dan evaluasi aktivitas penguatan dan pengembangan peran KPPN melalui standardisasi kegiatan manajemen KPPN, implementasi Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2015, penggunaan Collaboration Tools Microsoft 365, serta implementasi Shadow Organization pada KPPN.
Berdasarkan hasil kegiatan pembinaan dan supervisi terhadap 12 KPPN yang berada di wilayah kerja Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat pada periode semester I tahun 2023, diketahui bahwa seluruh KPPN telah melaksanakan keseluruhan aktivitas yang terbagi ke dalam empat komponen tersebut. Namun demikian, tim pembina dan supervisi Kanwil masih menemukan beberapa permasalahan umum yang menyebabkan terhambatnya likuiditas keuangan dan ketepatan penyaluran belanja, kemudian tim mengklasifikasikan permasalahan berdasarkan bobot dan urgensinya terhadap pelaksanaan tugas utama KPPN sebagai Treasurer dan Kuasa BUN di Daerah yang bertugas mengelola keuangan negara di daerah, khususnya terkait penyediaan likuiditas keuangan dan penyaluran belanja atas beban APBN, serta pengaruhnya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, sehingga diperoleh empat permasalahan utama, yaitu:
- Keterlambatan penyampaian/pendaftaran data kontrak ke KPPN;
- Deviasi Rencana Penarikan Dana (RPD) harian satuan kerja;
- Penolakan Surat Perintah Membayar (SPM); dan
- Retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Keterlambatan Penyampaian/Pendaftaran Data Kontrak ke KPPN
Pendaftaran kontrak diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pada pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pendaftaran kontrak ke KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah kontrak ditandatangani. Keterlambatan pendaftaran kontrak oleh satuan kerja ke KPPN bukan hanya menghambat penyaluran dana kepada penerima yang berhak, namun juga berpotensi mengakibatkan terganggunya perencanaan dalam pembebanan atau pencadangan dana pada Kas Negara.
Pada periode semester I tahun 2023, terdapat 8.344 kontrak yang didaftarkan ke KPPN. Sebanyak 387 kontrak terlambat didaftarkan dengan nilai lebih dari Rp1,02 triliun. Hanya ada tiga KPPN yang keseluruhan kontraknya berhasil didaftarkan secara tepat waktu, yaitu KPPN Sukabumi (300 kontrak), KPPN Purwakarta (204 kontrak), dan KPPN Karawang (175 kontrak). Secara keseluruhan, rata-rata rasio ketepatan waktu pendaftaran kontrak pada seluruh KPPN adalah 96,71%.
Deviasi Rencana Penarikan Dana (RPD) Harian Satuan Kerja
RPD diperlukan dalam rangka mendukung pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, serta dalam rangka memperbaiki pola penyerapan anggaran yang didukung oleh penerimaan negara yang optimal.
Semakin rendah nilai deviasi berarti semakin baik. Deviasi RPD terjadi pada seluruh KPPN di wilayah kerja Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat, meskipun tidak ada satupun KPPN yang mengalami deviasi melebihi batas 10%—kriteria nilai tertinggi pada PER-1/PB/2023. Deviasi tertinggi terdapat pada KPPN Cirebon dengan nilai deviasi 8,55, diikuti KPPN Bandung I dengan nilai 5,76. Nilai deviasi terendah terdapat pada KPPN Tasikmalaya dengan nilai 0,68 diikuti KPPN Bekasi dengan nilai 1,79.
Penolakan Surat Perintah Membayar (SPM)
Berdasarkan kriteria pada Kertas Kerja Penilaian KPPN, penilaian materi ini didasarkan pada upaya perbaikan atas penolakan SPM bersifat substantif yang sumber datanya diperoleh melalui aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (OMSPAN). Jika tidak terdapat penolakan substantif pada KPPN yang menjadi objek pembinaan dan supervisi, maka tim pembina tidak memberikan penilaian (N/A: not applicable).
Pada periode semester I tahun 2023, masih terdapat 56 penolakan SPM yang bersifat substantif pada delapan KPPN. KPPN Bogor kembali menjadi penyumbang terbanyak dengan 18 penolakan substantif. Pada periode semester II tahun lalu, KPPN Bogor juga menjadi penyumbang terbanyak pada materi penolakan substantif SPM. Sebaliknya, ketiadaan penolakan substantif berhasil diraih oleh KPPN Bekasi, KPPN Sukabumi, KPPN Purwakarta, dan KPPN Kuningan.
Penolakan substantif seharusnya ditindaklanjuti KPPN dengan penerbitan surat dan/atau penyelenggaraan kegiatan koordinasi yang ditujukan langsung baik kepada satuan kerja yang mengalami/menyebabkan penolakan substantif maupun pihak internal di KPPN yang menyebabkan terjadinya penolakan substantif. Berdasarkan hasil pembinaan dan supervisi pelaksanaan tugas KPPN selama periode semester I tahun 2023, hanya KPPN Tasikmalaya yang menyampaikan bukti dukung relevan terkait upaya perbaikan atas penolakan substantif dengan menerbitkan surat kepada satuan kerja bersangkutan.
Penolakan substantif bukan hanya mengakibatkan proses pencairan anggaran belanja negara dan potensi penerimaan negara terhambat, namun juga berpotensi mengakibatkan penurunan nilai kinerja KPPN dan munculnya rasa ketidakpuasan dari pengguna layanan. Tanpa adanya mitigasi risiko atas terjadinya penolakan substantif dan upaya perbaikan, maka kesalahan yang sama akan terus berulang dan tidak ada efek jera bagi pihak yang mengakibatkan terjadinya penolakan substantif, baik dari pihak satuan kerja maupun dari internal KPPN.
Retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Berdasarkan kriteria pada Kertas Kerja Penilaian KPPN, penilaian materi ini didasarkan pada proses penyelesaian retur SP2D lebih dari 10 hari yang datanya diperoleh melalui aplikasi OMSPAN. Selain itu, penyesuaian terhadap mekanisme penilaian juga dilakukan dengan mempedomani Nota Dinas Direktur Pengelolaan Kas Negara nomor ND-549/PB.3/2023 tanggal 12 April 2023, hal Penyesuaian Lampiran Monitoring Gerakan Zero Retur Periode Januari–Maret 2023, dengan mengubah penyelesaian retur maksimal 10 hari menjadi 8 hari kerja.
Pada periode semester I tahun 2023, belum ada KPPN lingkup Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat yang mampu mewujudkan zero retur. Selain itu, mengacu pada Nota Dinas Direktur Pengelolaan Kas Negara nomor ND-1037/PB.3/2023 tanggal 10 Juli 2023, hal Monitoring Gerakan Zero Retur Tahun Anggaran 2023 Periode Januari–Juni 2023, masih terdapat beberapa KPPN di wilayah kerja Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat yang penyelesaian returnya di bawah indeks 5—SP2D pengganti diterbitkan paling lambat 8 hari kerja sejak notifikasi retur pada OMSPAN.
Dalam Perdirjen Perbendaharaan nomor PER-9/PB/2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Retur Surat Perintah Pencairan Dana, definisi retur SP2D adalah penolakan/pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan APBN dari bank penerima kepada bank pengirim. Retur SP2D disebabkan karena adanya kesalahan rekening pada data supplier. Kesalahan rekening tersebut diakibatkan karena rekening penerima atau pihak ketiga yang invalid; kesalahan nama pemilik rekening; kesalahan nomor rekening; rekening tidak aktif (dormant); dan kesalahan nama bank penerima.
Pada periode semester I tahun 2023, terdapat retur SP2D senilai Rp27,4 miliar dari 1.152 penerima yang diretur pada seluruh KPPN di lingkup Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat. Secara akurasi, rata-rata penyaluran SP2D pada seluruh KPPN berada di angka 99,97%. KPPN Bandung II menjadi KPPN dengan akurasi penyaluran SP2D terendah di Provinsi Jawa Barat dengan capaian sebesar 99,92%. Sedangkan akurasi data penyaluran SP2D tertinggi terdapat pada KPPN Garut dengan tingkat akurasi sebesar 99,98%. Secara keseluruhan, tingkat akurasi penyaluran SP2D pada seluruh KPPN di wilayah Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat periode semester I tahun 2023 sebesar 99,97%.
Retur SP2D menyebabkan dampak negatif sistemis seperti tertundanya penerimaan dana kepada pihak yang berhak menerima, mengganggu proses pelaksanaan program kerja dan kegiatan yang telah direncanakan satuan kerja, hingga menyebabkan terhambatnya manfaat yang seharusnya bisa segera dirasakan oleh masyarakat. Ketidaktepatan waktu pembayaran kepada penerima yang berhak juga memiliki dampak lebih luas, yaitu menurunnya peran APBN sebagai penggerak sektor riil perekonomian. Adanya dana menganggur (idle) yang tersimpan di rekening retur juga memberi dampak negatif pada pemanfaatan sumber daya dan manajemen kas. Lebih lanjut, dari sisi KPPN, adanya retur SP2D dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan KPPN terhadap stakeholders. Dampak negatif juga akan diterima apabila masyarakat sebagai penerima manfaat dari program pemerintah merasa tidak puas atas kinerja pemerintah.
Identifikasi dan Analisis Penyebab Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh tim pembina dan supervisi, penyebab masih belum optimalnya fungsi Treasurer pada KPPN terdiri atas empat elemen utama, yaitu:
- Sumber Daya Manusia (SDM)
- Keterbatasan Jumlah SDM pada KPPN
Terbatasnya jumlah SDM pada KPPN sebagai akibat dari penerapan kebijakan minus growth pada DJPb. Berdasarkan komposisi data pegawai KPPN pada aplikasi PbnOpen per Juli 2023, terdapat tujuh KPPN yang belum ideal dari sisi jumlah SDM, yaitu KPPN Bandung I, KPPN bandung II, KPPN Bekasi, KPPN Bogor, KPPN Cirebon, KPPN Tasikmalaya, dan KPPN Sumedang. - Kurangnya Kompetensi Data Analytics
Hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat pada PER-1/PB/2023 terdapat cukup banyak materi yang berkaitan dengan penyusunan karya tulis dan analisis terkait pengelolaan fiskal, keuangan negara, dan perekonomian daerah. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran KPPN sebagai Financial Advisor.
- Keterbatasan Jumlah SDM pada KPPN
- Beban Kerja
KPPN yang kini dituntut bukan hanya menjalankan fungsinya sebagai Treasurer, namun juga sebagai representasi Kementerian Keuangan di daerah yang menjalankan special mission, juga sebagai Financial Advisor menjadi tantangan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya, mengingat adanya keterbatasan dari sisi jumlah SDM. Pada KPPN Bogor misalnya yang saat ini menjadi KPPN yang paling disibukkan dengan banyaknya kegiatan di luar tugas pokok dan fungsinya, yang dilakukan dengan melibatkan instansi eksternal maupun internal Kementerian Keuangan. - Action Plan atas Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas merupakan salah satu upaya reviu dan mitigasi terhadap setiap permasalahan dan risiko yang telah dan/atau mungkin terjadi sehingga dapat ditangani dengan baik. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala dan sesuai ketentuan telah dilaksanakan oleh KPPN. Masalahnya terletak pada ketiadaan action plan yang menyebabkan terjadinya kesalahan berulang. - Faktor Eksternal
- Kapasitas SDM pejabat perbendaharaan satuan kerja belum optimal. Selain kurangnya pemahaman terkait dengan kebijakan perbendaharaan, pergantian pejabat perbendaharaan juga menjadi penyebab belum optimalnya pelaksanaan fungsi KPPN sebagai Treasurer.
- Profil dan karakteristik satuan kerja yang berbeda-beda. Pola belanja satuan kerja berbeda tergantung apakah menganut pola top down—ditentukan oleh unit eselon di atasnya, atau menganut kewenangan penuh (bottom up). Hal ini tentunya berpengaruh terhadap pola penarikan dana yang dilakukan, termasuk tingkat penyerapan anggaran dari satuan kerja bersangkutan.
Hasil Penilaian
Berdasarkan hasil pembinaan dan supervisi KPPN yang telah dilakukan selama periode semester I tahun 2023 oleh tim pembina dan supervisi, diperoleh hasil penilaian berikut:
- KPPN Bekasi bukan hanya menjadi KPPN dengan kinerja tertinggi untuk kategori KPPN Tipe A1 Nonprovinsi, namun juga berhasil menjadi KPPN dengan kinerja tertinggi di antara seluruh KPPN yang berada di wilayah kerja Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat selama periode semester I tahun 2023;
- KPPN Bandung II menjadi KPPN dengan nilai kinerja tertinggi untuk kategori KPPN Tipe A1 Provinsi;
- KPPN Sumedang menjadi KPPN Tipe A2 dengan nilai kinerja tertinggi;
- KPPN Bandung I menjadi KPPN dengan nilai kinerja terendah. Hasil ini juga mengulangi hasil penilaian periode semester II tahun 2022.
Rekomendasi Utama
Melalui kegiatan pembinaan dan supervisi selama periode semester I tahun 2023, Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat memberikan rekomendasi—namun tidak terbatas pada daftar berikut:
- Untuk Kantor Pusat DJPb
Terkait dengan duplikasi pelaporan aktivitas penguatan dan pengembangan peran KPPN melalui standardisasi kegiatan manajemen KPPN, Kantor Pusat DJPb perlu kiranya membuat aplikasi tersendiri untuk menampung dokumentasi aktivitas tersebut atau menyempurnakan tautan dokumentasi agar lebih informatif dan user friendly, sekaligus dapat menggambarkan hasil penilaian/pelporannya secara real-time. Hasil penilaian ini hendaknya dapat diakses juga oleh KPPN sehingga dapat menjadi bahan monitoring dan evaluasi terkait pemenuhan dokumentasi. - Untuk KPPN
- Terkait Sumber Daya Manusia
- untuk mengatasi keterbatasan jumlah pegawai, KPPN agar mengimplementasikan Shadow Organization DJPb dan mengoptimalkan peran pejabat fungsional;
- membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan motivasi yang tepat dan sistem penghargaan yang mengakui peran penting, pencapaian, dan kinerja;
- menugaskan dan/atau mengadakan pelatihan dan pengembangan kompetensi dan motivasi pegawai, termasuk menggiatkan kegiatan focus group discussion.
- Terkait Beban Kerja
- membuat rencana kerja secara konsisten. Misalnya jadwal harian atau mingguan yang terperinci, di mana setiap tugas dapat diorganisir dan dipantau perkembangannya;
- menggali inovasi yang dapat memudahkan proses penyelesaian pekerjaan.
- Terkait Action Plan atas Monitoring dan Evaluasi
- melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap seluruh pelaksanaan tugas sebagai bentuk mitigasi terhadap potensi kesalahan berulang;
- membuat dan menjalankan action plan terhadap setiap permasalahan yang ditemukan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas;
- memanfaatkan hasil dan rekomendasi atas kegiatan pembinaan dan supervisi yang dilakukan Kanwil DJPb sebagai feedback dalam pelaksanaan tugas selanjutnya.
- Terkait Faktor Eksternal
- melakukan sosialisasi/asistensi terhadap satuan kerja secara berkala dan kontinu, serta melakukan pendampingan dan bimbingan khusus terhadap satuan kerja yang memiliki nilai kinerja pelaksanaan anggaran yang rendah;
- mengoptimalkan platform digital untuk mengadakan kegiatan pelatihan intensif (one-on-one) secara daring atau membuat jadwal konsultasi terhadap satuan kerja yang mengalami kesulitan dalam memperoleh dan mengakses layanan KPPN;
- meningkatkan frekuensi dan mengoptimalkan penggunaan media sosial yang dimiliki untuk memublikasikan kebijakan, prosedur layanan, dan prestasi;
- melakukan profiling terhadap satuan kerja yang memiliki karakteristik tertentu untuk dilakukan asistensi dan pendampingan, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban APBN;
- mendorong agar satuan kerja di wilayah kerjanya untuk aktif berdialog dan membuka ruang diskusi dengan KPPN;
- meningkatkan peran KPA dalam menjembatani sinergi antara bagian perencanaan dan pelaksanaan sehingga terjadi kesinambungan data.
- Terkait Sumber Daya Manusia
Selanjutnya, hasil dari kegiatan pembinaan dan supervisi hendaknya dapat menjadi bahan referensi dan preferensi bagi KPPN untuk selalu dapat meningkatkan kinerja layanan, menciptakan berbagai inovasi, dan meraih berbagai prestasi. Serta bagi seuruh stakeholders agar bersama-sama mewujudkan pengelolaan keuangan negara, khususnya belanja negara, yang efektif, transparan, dan akuntabel demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Provinsi Jawa Barat.
LHPS Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat periode semester I tahun 2023 dapat diunduh melalui tautan bit.ly/LHPS12023Jabar.

Disclaimer: Tulisan merupakan pandangan pribadi Penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan maupun Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat.
Penulis: Arisandy Joan Hardiputra (Pengolah Data Supervisi Proses Bisnis Senior; anggota Division of Standardization of Treasury Capacity pada Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat.