Selasa, 30 Mei 2023 telah dilaksanakan Rapat Komite ALCo Regional Nusa Tenggara Barat berlokasi di Aula Kanwil DJPb Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rapat dipimpin oleh Staf Ahli Penerimaan Negara dan dihadiri oleh Kepala Lembaga National Single Window, Direktur Sistem Perbendaharaan, Kepala Kanwil DJPb Prov. Nusa Tenggara Barat, Kepala Kanwil DJP Nusa Tenggara, Kepala kanwil DJBC Bali Nusra, Local Expert, Universitas Mataram, Universitas Islam Negeri Mataram, Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, OJK Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Kepala BPS Provinis Nusa Tenggara, Perwakilan Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala BPKAD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Universitas Islam Al Azhar, Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Nusa Tenggara Barat, dan Perwakilan Badan Keuangan Daerah Mataram.
Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara membuka rapat dengan menjelaskan perkembangan ekonomi dan APBN masih terjaga dengan baik. Sampai April 2023, APBN secara nasional masih tumbuh namun kita tetap waspada pada kondisi global, perang Rusia-Ukraina belum selesai. Pendapatan APBN secara nasional sampai dengan April 2023 sudah mencapai 1000,5 T atau 40,6% dari target nasional dan tumbuh 17,3 % (yoy). Untuk Belanja mencapai Rp765,8 T atau 25 % dari target APBN dan tumbuh 2 % (yoy). Purchasing Managers Index manufaktur global masih tertahan di zona kontraksi di level 49,6 dan kontraksi ini sudah berlangsung selama 8 bulan. Rambatan risiko global perlu terus diwaspadai di tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia kuartal I 2023 yang mencapai 5,03%.
Secara spasial, tren pertumbuhan positif terjadi di semua kawasan. Perekonomian pulau Kalimantan dan Sulawesi ditopang oleh sektor Industri Pengolahan serta Pertambangan & Penggalian. Hilirisasi pertambangan masih terus mendorong laju ekonomi kawasan Indonesia Timur khususnya Sulawesi, Maluku, & Papua. Perekonomian Pulau Jawa terutama ditopang sektor Industri Pengolahan, perdagangan dan infokom. Sektor Akomodasi & Mamin di Pulau Bali & Nusa Tenggara terus membaik sejalan dengan mobilitas dan kebangkitan pariwisata. Pengangguran dan kemiskinan konsisten menurun, merefleksikan pertumbuhan ekonomi berkualitas. Lapangan kerja nasional terus membaik, ketimpangan dan kemiskinan menurun seiring resiliensi kinerja perekonomian.
Kemudian diskusi rapat dimoderatori oleh Direktur Sistem Perbendaharaan yang memandu diskusi kelompok ALCo Regional Nusa Tenggara Barat dengan mendengarkan pendapat-pendapat dari peserta yang hadir, untuk mendapatkan insight dan menggali isu-isu terkini di wilayah NTB tentang ekonomi, fiskal dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi pemda.
Local Expert menyampaikan tingkat PMI Indonesia yang semakin membaik dibandingkan negara-negara di Asia menandakan kita perlu konsentrasi untuk pengembangan pasar domestik. Kapasitas Fiskal Daerah Kabupaten/ Kota di NTB masih terklasifikasi “Rendah” dan hanya Provinsi NTB dan Kota Mataram terklasifikasi “Menuju Mandiri”. Belum ada satu pun daerah di NTB yang terklasifikasi “Mandiri” dan “Sangat Mandiri”. Dari dua simulasi perhitungan target penerimaan pajak Provinsi NTB berdasar-kan UU No. 28/2009 dan UU No. 1/2022, terjadi “penurunan yang signifikan” bila didasar-kan pada ketentuan UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Dampak sementara UU 1/2022 terhadap pendapatan daerah NTB a.l. berpotensi menurunkan pajak daerah 20,15% yang bersumber dari penganggaran PKB dan BBNKB dalam opsen 40%. Begitupun dengan penerimaan dari provinsi yang mengalami penurunan dari sektor yang sama sebesar 10%. Penambahan kewenangan pada provinsi akibat opsen tidak sebanding dengan penurunan PKB/BBNKB. Opsen menimbulkan gap pendapatan antar kab/kota yang cukup signifikan karena tidak memperhitungkan pemerataan. Terdapat beberapa jenis retribusi daerah yang tidak diakomodir dalam pemungutan pajak daerah. Postur APBD Provinsi NTB dari Pajak Daerah mengalami penurunan sebesar 20,15%. Penurunan Ini bersumber dari Penganggaran PKB dan BBNKB Dalam APBD Kab/Kota (Opsen) sebesar 40%. Untuk itu sosialisasi, pendampingan dan fasilitasi yang lebih intensif kepada pemerintah daerah oleh Kementerian Keuangan dengan jajarannya di daerah diperlukan agar masa transisi pemberlakukan UU Nomor 1 Tahun 2022 berlangsung lebih smooth dan dapat diterima secara utuh oleh daerah. Dalam rangka percepatan peningkatan kemandirian fiskal, diperlukan keseriusan pemerintah daerah dalam perbaikan kinerja pendapatan melalui transformasi proses bisnis berbasis elektronik (digital transformation), khususnya untuk administrasi pajak daerah. sedangkan dari sisi belanja daerah, pemerintah daerah dapat menjalankan strategi dengan merancang program dan kegiatan yang memiliki multiplier effect sehingga untuk jangka panjang lebih menjamin pendapatan pajak yang berkelanjutan
Selanjutnya Kepala Kanwil DJPB Prov. Nusa Tenggara Barat selaku Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Nusa Tenggara Barat memaparkan kinerja fiskal di wilayah NTB dimana realisasi Pendapatan wilayah NTB s.d. bulan April 2023 sebesar Rp1.491,46 miliar (33,37%), mengalami kontraksi sebesar Rp55,54 miliar (-3,59%) yoy. Kontraksi pendapatan yang signifikan terjadi pada Pajak lainnya, Bea Masuk dan Bea Keluar. Belanja Pemerintah Pusat s.d. 30 April 2023 sebesar Rp2.511,14 miliar (29,54% dari target), mengalami peningkatan sebesar Rp108,9 miliar (4,53%). Realisasi BPP secara total mengalami peningkatan, namun untuk Belanja Modal masih mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2022. Realisasi TKD sebesar Rp5.276,11 miliar atau 32,45% dari pagu TKD. Jenis TKD yang telah salur adalah DBH sebesar Rp583,70 miliar (31,99%), DAU sebesar Rp3.171,20 milyar (36,14%), DAK Fisik Rp36,12 miliar (2,27%), DAK Nonfisik Rp1.095,52 miliar (39%) dan Dana Desa Rp389,56 miliar (35,63%). Sampai dengan April 2023, sebanyak 12 sektor sudah menerima penyaluran kredit program yang didominasi oleh Perdagangan dan Pertanian (81,05% dari total penyaluran) dengan jangkauan nasabah 19.755 (87,60 % dari total nasabah). Penyaluran terbesar diterima UMKM di Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Sumbawa (49,78% dari total) yang menjangkau 10.559 nasabah dan terkecil di Kota Bima (2,45 %) dengan 188 nasabah.
Kepala Lembaga National Single Window yang juga hadir pada kesempatan ini menyampaikan "Kita telah melewati masa-masa sulit ketika pandemi melanda. Dibalik musibah ada hikmah. Dalam kondisi pandemi, pemerintah melakukan reformasi struktural, ada UU HKPD, UU HPP dan UU Cipta kerja. UU tersebut mendorong percepatan ekonomi ke depan. Adanya perang Rusia-Ukraina membuat kita harus waspada dan tidak lengah atas kondisi global. Untuk itu kita harus mengantisipasi dan menahan pengaruh kondisi global agar efeknya tidak terlalu mengganggu perekonomian Indonesia. Indonesia berhasil menjaga inflasi. Hal ini tidak terlepas dari kreativitas memanfatakan perluasan digitaliasi, baik dari sisi hulu maupun hilir sehingga efisiensi dan produktivitas dapat dikembangkan. Kita bisa lihat secara spasial tren pertumbuhan positif dan tingkat pengangguran dan kemisikinan menurun, inflasi terkendali selama Ramadhan dan lebaran. Ini merupakan prestasi yang luar biasa. Spending better di NTB bisa dilihat dalam pembangunan infrastruktur di tempat-tempat wisata yang memang merupakan andalan NTB.Terkait cyber crime yang kemarin menimpa salah satu perbankan kita, perlu kita antisipasi bersama untuk menjaga keamanan informasi dan data terutama kita yang bergerak di bidang keuangan".
Dilanjutkan oleh Kepala BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menyampaikan perkembangan pertumbuhan ekonomi di NTB. "Pertumbuhan Triwulan I sedikit melambat salah, satu penyebabnya adalah pertambangan yang mengalami kontraksi, yang dengan share sekitar 20% dari PDRB kita. Pada April dan Mei, ekspor tambang tidak ada karena belum mendapat izin ekspor bahan mentah dan pembangunan smelter masih on progress. Harapan kita, setelah smelter selesai, ini dapat meningkatkan ekspor pertambangan yang membutuhkan 15-20 ribu tenaga kerja yang berefek pada perluasan lapangan pekerjaan pendukung. NTB saat ini sedang mencoba industrialisasi agar sektor industri dapat di atas 10% di atas kondisi saat ini yang share-nya hanya 4-5 %. Untuk itu harus ada kawasan sentra industri untuk mendukung hal tersebut", paparnya.
Sementara itu Perwakilan Bank Indonesia di NTB menyampaikan mengenai digitalisasi di pemerintah daerah di NTB sudah berjalan. Ada 6 pemda yang sudah masuk kategori digital. Sejalan dengan penelitian bahwa tingkat digitalisasi berpengaruh pada indeks kemandirian fiskal, Bank Indonesia mendorong agar semua Kabupaten/Kota di NTB menjadi pemda yang digital. Kanal-kanal digital yang ada masih perlu dikembangkan lagi, sehingga mendorong pendapatan daerah, baik retribusi dan pajak kendaraan bermotor.