GKN Manado Lt.3, Jl. Bethesda No.8, Kota Manado, Sulawesi Utara

 

Oleh: Syahri Azda Putra
Kepala Seksi PSAPD
Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Utara

 

MUNGKIN kita sering mendengar terkait perolehan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nah, Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.

Terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified Opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer Opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse Opinion).

Masing-masing opini mempunyai kriteria sendiri. Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP.

Opini WDP diberikan dengan kriteria antara lain, sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP.

Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW. Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh penulis, khusus untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara, opini BPK dapat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah. Penulis dalam melakukan kajian menggunakan data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah diaudit oleh BPK dari tahun 2014 sampai 2020. Sedangkan untuk kinerja keuangan yang digunakan adalah Rasio efisiensi. Rasio efisiensi menghitung jumlah belanja pemerintah daerah dibandingkan dengan jumlah pendapatannya. Semakin tinggi rasio efisiensi maka semakin buruk kinerja. Sedangkan semakin rendah rasio efisiensi menunjukkan kinerja yang baik.

Sesuai dengan hasil kajian, opini BPK menurunkan tingkat efisiensi, dalam artian, sesuai dengan penghitungan rata-rata nilai efisiensi pemda yang mempunyai opini WTP dibawah rata-rata nilai efisiensi pemda yang mempunyai opini WDP, TMP, dan TW.

WTP senilai 0.8973  dan WDP, TMP, TW 0.9151. Ingat bahwa rasio efisiensi ini, semakin kecil atau turun nilainya semakin bagus. Sehingga untuk memperoleh opini BPK yang berkualitas atau WTP, maka pemerintah daerah harus meningkatkan kinerja keuangannya, dalam hal ini rasio efisiensi, dengan melakukan efisiensi pada belanja pemerintahnya.

Pemerintah Daerah agar melakukan pemetaan dengan skala prioritas, sehingga belanja pemerintah yang dikeluarkan sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. Pemerintah daerah jangan lagi berprinsip semakin anggaran terserap semakin bagus, seharusnya semakin efisien semakin bagus. Efisien yang dimaksud tercapainya output dengan anggaran yang dibawah pagu. Missal untuk membangun jalan 10 KM dianggarkan Rp10 juta dengan asumsi per meter membutuhkan biaya Rp 1 juta, ketika pelaksanaannya hanya membutuhkan Rp 8 juta, maka pemerintah telah melakukan efisiensi sebesar 20 persen, tentunya hal ini tanpa mengubah spesifikasi dan teknis serta kualitas yang telah ditetapkan.

Penyerapan anggaran jangan dijadikan sebagai satu-satunya patokan dalam pelaksanaan anggaran. Anggaran yang ditetapkan harus menerapkan prinsip value for money. Value for money merupakan sebuah konsep dalam pengukuran kinerja, yaitu indikator kinerja sebuah sektor publik yang memberikan informasi apakah anggaran (dana) yang dibelanjakan menghasilkan suatu nilai tertentu bagi masyarakatnya. Indikator yang dimaksud adalah ekonomi, efisien, dan efektif.

Penerapan value for money diatur oleh pemerintah pusat sendiri dalam hal ini Kementerian Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-4/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga yang mengatur tentang indicator pelaksanaan anggaran, yaitu: realisasi anggaran dengan bobot 15 persen, data kontrak dengan bobot 15 persen, penyelesaian tagihan dengan bobot 12 persen, konfirmasi capaian output dengan bobot 10 persen, pengelolaan UP dengan bobot 8 persen, revisi DIPA dengan bobot 5 persen, deviasi halaman III DIPA dengan bobot 5 persen, LPJ Bendahara dengan bobot 5 persen, perencanaan kas dengan bobot 5 persen, kesalahan SPM dengan bobot 5 persen, retur SP2D dengan bobot 5 persen, pagu minus dengan bobot 5 persen, dan dispensasi SPM dengan bobot 5 persen.

Untuk pelaksanaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga, penyerapan anggaran bukan satu-satunya indicator untuk mengetahui kinerja suatu instansi pemerintah.

Sudah seharusnya pemerintah daerah menerapkan prinsip seperti yang dilakukan pada Kementerian Negara/Lembaga agar pelaksanaan anggarannya dapat berjalan secara efisien, efektif, dan ekonomis.

Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi belanja dan meningkatkan pendapatannya agar pembangunan dapat lebih ditingkatkan sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa public dapat merasakan hasilnya. Karena toh pemerintah itu bekerja untuk rakyat.

 

Artikel telah diterbitkan pada https://manadopost.jawapos.com/opini tanggal 8 November 2021

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara
Gedung Keuangan Negara Manado Lt. 3 Jl. Bethesda No.8 Manado 95114
Tel: 0431-848444 Fax: 0431-848666

IKUTI KAMI

 

     

 

PENGADUAN

 

Search