GKN Manado Lt.3, Jl. Bethesda No.8, Kota Manado, Sulawesi Utara

Oleh Raymond Jackson Effendy

Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

 

DALAM kurun waktu 7 tahun terakhir, pembangunan desa telah menjadi otot saraf dan  poros utama pembangunan oleh pemerintah. Bukti paling populer yang mendukung premis tersebut di atas, kentara  dari alokasi anggaran belanja pemerintah melalui APBN untuk dana desa yang terus bertambah secara eksponensial mulai dari tahun 2015-2022 ini. Tidak ada komponen belanja pemerintah pusat (government expenditure) yang melonjak sedrastis  dana desa.

Data dari Kementerian Keuangan (2022) menunjukkan bahwa jika pada awalnya alokasi Dana Desa yang digulirkan pemerintah pada 2015, hanya sebesar Rp20,8 triliun, maka pada APBN 2021 jumlahnya telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dan mencapai titik kulminasinya sebesar Rp72 triliun. Pada APBN 2022 ini, Dana Desa yang digulirkan pemerintah adalah sebesar Rp68,00 triliun, dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota.  Jumlah ini menurun sebesar 4 triliun rupiah dibandingkan pagu Dana Desa tahun lalu. Arah penggunaan Dana Desa pada Tahun 2022 ini adalah untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa, dukungan program sektor prioritas di desa serta program atau kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara keseluruhan, Dana Desa telah disalurkan sebesar 400,1 triliun rupiah sejak tahun 2015.  Pagu Dana Desa tahun 2022 untuk Provinsi  Sulawesi Utara adalah senilai Rp1,08 triliun yang dialokasikan untuk untuk 1.507 desad di 15 Kab/kota, turun dari alokasi tahun 2021 yang sebesar Rp1,22 triliun.

Merujuk pada hasil-hasil pemanfaatan dana desa tersebut, maka ada signifikasi yang memadai antara peningkatan partisipasi masyarakat desa (kepala desa dan perangkatnya serta warga desa setempat) secara luas dalam membangun desanya dengan pertumbuhan ekonomi desa sebagai bentuk inklusi social (social inclusion)  dalam pemanfaatan dana desa.  Pemerintah harus terus memberdayakan (empowering) masyarakatnya untuk meningkatkan kulaitas SDM-nya, dan  berperan aktif dalam pembangunan desanya mulai dari proses perencanaan dan penganggaran pembangunan desa yang terbuka, profesional, proporsional dan akuntabel, sesuai dengan  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola yang demokratis dan good governance.

Inklusi Sosial sebagai bentuk peran serta masyarakat

Bersejajaran dengan itu, inklusi sosial (social inclusion) merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Bank Dunia (World Bank) , merupakan sebuah proses untuk meningkatkan persyaratan bagi individu dan kelompok untuk ikut berperan serta dalam masyarakat.

Pada bagian lainnya, menurut Simarmata dan Zakaria (2015), Inklusi Sosial merupakan suatu proses yang memungkinkan individu atau kelompok tertentu untuk dapat berpartisipasi sebagian atau seluruhnya dalam kehidupan sosial mereka. Inklusi sosial dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk mengambil keuntungan dari peluang pembangunan global.

Pendekatan ini memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka dan bahwa mereka menikmati akses yang sama ke dalam sistem pasar dan layanan serta ruang politik, baik secara sosial maupun fisik. Bank Dunia, bahkan menyatakan bahwa Inklusi Sosial merupakan prinsip utama untuk mengakhiri kemiskinan dunia yang ekstrim pada tahun 2030 serta mempromosikan kemakmuran secara bersama-sama.

Inklusi sosial merupakan upaya menempatkan martabat dan kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang ideal. Pendekatan inklusi sosial mendorong agar seluruh elemen masyarakat mendapat perlakuan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama sebagai warga negara.

Transformasi Pembangunan Desa Melalui Dana Desa

Dana Desa telah mentransformasi pembangunan desa dan merubah wajah desa melalui capaian outcome selama tahun 2015 sampai dengan 2022. Faktanya bisa dilihat dari  jumlah desa tertinggal di Indonesia ysnmg terus berkurang,  di mana pada 2011 mencapai 26%  dan pada tahun 2019 menjadi 20%. Indikator lainnya adalah jumlah penduduk miskin di desa.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di desa pada Maret 2015 sebanyak 17,89 juta jiwa dan terjadi penurunan menjadi 15,26 juta jiwa pada Maret 2020. Namun sama dengan perkotaan, jumlah orang miskin di perdesaan juga meningkat pada masa pandemi, yakni 12,82 juta jiwa pada Maret 2020 dan 13,20 juta jiwa pada September 2020.

Namun tren naik tersebut berhenti pada 2021 dan jumlah orang miskin di perdesaan terus turun dari 13,1 juta jiwa pada Maret dan 12,53 juta pada September. Jumlah ini selanjutnya  terus berkurang hingga pada Maret 2022 jumlah miskin di desa tersisa 12,29 juta jiwa.

Dari data ini bisa dilihat bahwa pemanfaatan Dana Desa berpengaruh positif terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di desa, sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 melanda di Indonesia. Hal yang cukup menerik lainnya dalah bahwa, penurunan tingkat kemiskinan di perdesaan lebih cepat dibandingkan perkotaan., meskipun saat ini jumlah penduduk miskin dipedesaan masih lebih banyak dari diperkotaan yang hanya 11,82 juta jiwa. Tren penurunan kemiskinan perdesaan ini merata  terjadi di seluruh pulau di Indonesia.

Setali tiga uang, di Sulawesi Utara persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 7,77 persen, turun 0,01 persen poin dibanding September 2020 yang sebesar 7,78 persen dan naik 0,16 persen poin dibanding Maret 2020 yang sebesar 7,62 persen.  Bahkan pada Maret 2021, persentase penduduk miskin di Sulut masih menjadi yang paling rendah dibanding provinsi lain di Pulau Sulawesi. Dan bahkan persentase penduduk miskin Sulut juga masih lebih rendah dibandingkan persentase penduduk miskin nasional.  Kondisi ini terutama terjadi di wilayah perdesaan di Sulut.

Indicator outcome selanjutnya adalah angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan angka kemiskinan di desa yang lebih kecil daripada di kota. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2022 TPT di Indonesia adalah 5,83% , dimana  peningkatan TPT di desa hanya 0,79%. Angka tersebut jauh dari TPT di kota sebesar 69%. TPT di desa bertambah 606.121 jiwa, sedangkan di kota bertambah 2.063.879 jiwa. Bersejajaran dengan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara merilis tingkat pengangguran terbuka di Sulut pada periode Februari 2022 sebesar 6,51 persen. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,77 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu yang sebesar  7,06 persen. Angka ini didapatkan dari jumlah angkatan kerja di Sulut yang tercatat sebagai 1,27 juta orang dan yang bekerja ada 1,19 juta orang.

Di sisi yang lain, selama tahun 2015 sampai dengan 2020, Dana Desa telah menghasilkan beragam capaian output berupa infrastruktur yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup di desa. Infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi masyarakat berupa jalan desa (261.877 km), jembatan (1.494.804 meter), pasar desa (11.944 unit), BUMDES (39.844 kegiatan), tambatan perahu (7.007 unit), embung (5.202 unit), irigasi (76.453 unit), dan sarana olahraga (27.753 unit). Dana Desa juga dipergunakan untuk membangun infrastruktur dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meliputi penahan tanah (237.415 unit), air bersih (1.281.168 unit), sarana MCK (422.860 unit), Polindes (11.599 unit), drainase (42.846.367 meter), PAUD desa (64.429 kegiatan), Posyandu (40.618 unit), dan sumur warga (58.259 unit).

Konstruksi Peran Kepala Desa dan Partisipasi Masayarakat Desa sebagai Bentuk Inklusi

Rekayasa peran kepala desa dan partisipasi masyarakt harus dikonrstruks dalam  kerangka bentuk inclusion socialmasyarakat desa dalam pembangunan desanya berdasarkan pronsip good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Logika seaderhana yang mendasari pemikiran ini adalah bahwa untuk mewujudkan desa sejahtera dan mandiri melalui pengelolaan dana desa, peran kepala desa merupakan salah satu kuncinya. Kepala desa kini menjadi sosok yang sentral , yang  tidak hanya menjalankan instruksi dari struktur di atasnya saja, namun juga harus mampu menjadi seorang “teknokrat”  dan “arsitek” bagi bangunan ekonomi desanya sendiri. Kepala desa dengan segenap jajarannya tidak bisa lagi hanya sibuk mengurus administrasi seperti yang terjadi selama bertahun-tahun. Kepala desa tidak bisa lagi hanya berpangku tangan dan merasa dirinya hebat hanya karena menjadi pemimpin desa, tetapi harus mau belajar mengenai kewirausahaan dan terus berinovasi dalam menjalankan pembangunan desanya.

Lebih dari itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga merupakan hal yang penting ketika diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkan. Partisipasi yang hakiki akan melibatkan masyarakat dalam keseluruhan tahapan pembangunan, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengawasan pelaksanaan serta evaluasi hasil/output pembangunan desa  sesuai dengan potensi yang dimiliki desa dan kebutuhan masyarakat desa..

Sejalan dengan itu, maka tata kelola desa secara efektif menjadi penting untuk membawa perubahan besar bagi perekonomian perdesaan. Tata kelola administrasi desa memiliki peran penting dalam implementasi sebuah kebijakan yang ada di desa. Di atas semuanya itu, Good governance merupakan faktor penunjang pembangunan desa terhadap kemaslahatan serta kesejahteraan rakyat dengan inklusi masyarakat desa sebagai factor utamanya.

 

Artikel telah diterbitkan pada https://manadopost.jawapos.com/opini tanggal 10 Agustus 2022

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara
Gedung Keuangan Negara Manado Lt. 3 Jl. Bethesda No.8 Manado 95114
Tel: 0431-848444 Fax: 0431-848666

IKUTI KAMI

 

     

 

PENGADUAN

 

Search