Jakarta, djpbn.kemenkeu.go.id, – Kemajuan fisik suatu proyek belum bisa serta-merta disebut sebagai hasil yang baik meskipun penyerapan anggarannya tinggi. Penyerapan anggaran bisa dikatakan bagus ketika output yang dihasilkan dari penyerapan tersebut juga bagus. “Malah kalau output-nya tercapai tapi penyerapan tidak seratus persen, tidak apa-apa,” sebut Direktur Jenderal Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono dalam acara Semangat Pagi Indonesia TVRI, Kamis (30/11) dengan tema “Penyerapan Anggaran Pembangunan Strategis Pioritas”.
“Kalau kita bicara penyerapan, trennya naik terus dan sekarang adalah yang terbaik. Ini adalah bagian dari upaya kita untuk mengubah pola,” ungkap Marwanto. Melihat pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya, penyerapan APBN secara nasional memang memiliki pola cenderung rendah dan datar pada triwulan I dan II, kemudian baru mulai naik pada triwulan III.
“Ini habit yang ke depan harus diperbaiki. Harapannya, penyerapan bisa steady, dari triwulan ke triwulan relatif sudah rata tapi tinggi, menunjukkan bahwa uang yang mengalir dari APBN ke seluruh wilayah tanah air bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalau itu terjadi maka kemakmuran yang diharapkan akan terwujud,” jelas Marwanto. Persiapan yang matang bahkan sejak sebelum tahun anggaran dimulai serta pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu perbaikan pola tersebut.
“Dari segi sistem, Kementerian Keuangan sudah membangun sistem yang lebih baik, dari segi business process-nya kami buat aturan,” lanjut Marwanto seraya menyebutkan sejumlah aplikasi seperti SPAN dan SAKTI sebagai contoh pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan sistem.
Mengenai kendala yang masih sering ditemui, Marwanto mengatakan bahwa untuk proses perencanaan dan pelaksanaan masih perlu sinergi yang lebih kuat. Perencanaan yang lebih baik disertai dengan perbaikan kedisiplinan sebagai pengguna anggaran akan mendorong tercapainya hasil yang optimal. “Yang terbaik adalah memanfaatkan dana yang terbatas ini seefisien mungkin sehingga kita mendapatkan hasil yang paling optimal,” tegas Marwanto.
Pada tahun 2017 banyak program pembangunan infrastruktur sebagai pendorong yang bertujuan memberikan multiplier effect besar bagi perekonomian. Namun, pemerintah juga memperhatikan investasi non-fisik yaitu pembangunan manusia, dalam hal ini bidang pendidikan dan kesehatan.
“Untuk sektor pendidikan, kita harus spend sejumlah 20% dari total (belanja) APBN. Tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah,” papar Marwanto. “Apabila kita punya penduduk yang lebih terdidik, lebih pintar, dan lebih sehat, diharapkan mampu menjadi modal dasar di dalam pembangunan di masa depan,” tambahnya.
Selain program pendidikan dan kesehatan, pemerintah juga memberi prioritas dalam pembangunan kesejahteraan sosial berupa program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan subsidi mencapai Rp10 triliun, maupun program lain seperti kartu pintar dan kartu sehat. “Kalau pembangunan infrastruktur jalan, kemudian program-program yang sifatnya membangun manusia Indonesia juga berhasil, ke depan pembangunan kita akan lebih sustainable,” tambahnya.
[DK/LRN/foto: TAP]
Sumber :