Saat ini, ketahanan pangan global masih menghadapi tantangan serius. Di banyak negara, masyarakat masih mengalami tingkat kerawanan pangan yang tinggi, sementara kesenjangan akses pangan antar negara terus meningkat. Beragam faktor seperti konflik bersenjata, dampak perubahan iklim, serta pandemi turut memperburuk situasi ini, ditambah lagi dengan ketidakpastian kondisi ekonomi dunia.
Berdasarkan update data keamanan Pangan hasil terbitan dari the world bank per 13 Juni 2025. Tingkat inflasi harga pangan domestik masih tetap tinggi di sebagian besar negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Berdasarkan data terbaru dari Februari hingga Mei 2025, inflasi harga pangan yang tersedia menunjukkan bahwa mayoritas negara dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah masih mengalami inflasi yang signifikan. Tercatat, 76,5% negara berpenghasilan rendah mengalami inflasi di atas 5%, kemudian 54,5% negara berpenghasilan menengah ke bawah, 45% negara berpenghasilan menengah ke atas, dan 14,5% negara berpenghasilan tinggi juga mengalami inflasi di atas 5%. Dari hasil tersebut, kondisi negara Indonesia tergolong dalam kelompok negara yang berpenghasilan menengah ke bawah dengan rata-rata tingkat inflasi harga pangan domestik dari periode Juni 2024 s.d. Mei 2025 sebesar 2,33%. Berdasarkan data tersebut, inflasi harga pangan Indonesia masih cukup terkendali dikarenakan rata-rata tingkat inflasi Indonesia masih berada dibawah 5% sedangkan untuk inflasi harga pangan di beberapa negara tergolong cukup tinggi sehingga menjadi isu yang perlu diperhatikan sebagai constraint akibat gejolak ekonomi belakangan ini.
Kemudian dari hasil KTT Pangan Dunia 1996, ketahanan pangan tercapai apabila setiap individu, kapan pun dan dimana pun dapat memiliki akses secara fisik maupun ekonomi terhadap makanan yang memadai, aman, dan bernutrisi, yang sesuai dengan kebutuhan gizi dan selera mereka, guna menunjang kehidupan yang sehat dan produktif. Untuk mengukur hal tersebut, ditentukan empat indeks utama dalam ketahanan pangan. Pertama dari segi ketersediaan pangan, secara fisik dapat diukur dari ketersediaan total pasokan pangan dalam memenuhi kecukupan kebutuhan seluruh penduduk negara tersebut. Kemudian yang kedua adalah akses ekonomi dan fisik terhadap pangan, ketiga adalah pemanfaatan dari makanan tersebut dimana hal ini diukur dari nilai kebermanfaatan pangan dalam pemenuhan nutrisi dan kebutuhan gizi penduduk suatu negara. Kemudian indeks ketahanan pangan terakhir adalah stabilitas dari aspek ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan dari waktu ke waktu.
Jika kita mengamati Indeks Ketahanan Pangan Indonesia berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), Indeks Ketahanan Pangan Indonesia di tahun 2022 mendapat nilai sebesar 60,2 naik dibandingkan tahun 2021 sebesar 59,2. Hal ini membuat ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 113 negara di tahun 2021.
Penilaian terhadap ketahanan pangan ini dilakukan melalui skor yang berkisar dari 0 hingga 100, di mana skor yang lebih tinggi menunjukkan kondisi ketahanan pangan yang lebih baik. Dalam hal keterjangkauan harga pangan, Indonesia memperoleh nilai yang cukup tinggi, yakni 81,4. Skor ini menunjukkan bahwa harga pangan di Indonesia relatif lebih terjangkau dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik yang rata-ratanya hanya 73,4. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan besar pada aspek lain. Dari segi ketersediaan pangan, skor Indonesia hanya 50,9. Sementara itu, kualitas gizi memperoleh nilai 56,2, dan aspek keberlanjutan serta kemampuan adaptasi mencatat skor terendah, yaitu 46,3. Ketiga indikator ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan Indonesia berada di bawah rata-rata kawasan Asia Pasifik. Skor yang rendah di beberapa indikator utama menjadi catatan penting dalam upaya memperkuat sistem pangan nasional yang berkelanjutan dan inklusif.
Dalam menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia kita perlu memperhatikan beberapa sektor untuk dikembangkan kembali. Salah satunya adalah sektor sumber daya alam di wilayah kelautan yang dimiliki Indonesia. Dimana sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 2/3 wilayahnya berupa lautan, dari luasnya wilayah kelautan Indonesia menyimpan potensi sumber daya alam yang besar yang terkandung di dalamnya. Jika Indonesia mampu mengolah dan membuat sistem yang terorganisir (nelayan, regulasi, pasar, harga, dsb); hal ini mampu meningkatkan aspek pemanfaatan makanan dikarena kualitas ikan laut yang memiliki gizi dan nutrisi yang tinggi untuk tumbuh kembang anak.
Lalu untuk meningkatkan keterjangkauan pangan di Indonesia, diperlukan upaya terpadu yang mencakup penguatan distribusi pangan, subsidi harga bagi kelompok rentan, serta peningkatan efisiensi dalam rantai pasok dari petani hingga konsumen. Pemerintah perlu memastikan infrastruktur logistik, seperti jalan dan gudang penyimpanan, tersedia secara merata terutama di daerah terpencil agar biaya distribusi dapat ditekan. Selain itu, pengembangan pasar lokal, pemanfaatan teknologi digital dalam pemasaran hasil pertanian, serta perlindungan harga bagi produsen dan konsumen menjadi kunci dalam menjaga stabilitas harga dan aksesibilitas pangan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kemudian disamping fokus utama saat ini yaitu meningkatkan ketahanan pangan, seiring berjalannya waktu pemerintah harus mengembangkan prioritas strategis negara pada swasembada pangan. Mulai memperbaiki kualitas produksi pangan dan peningkatan ketersediaan pangan nasional. Kualitas swasembada pangan nasional dapat terukur dengan seberapa besar kita melakukan impor pangan dari waktu ke waktu.
Terakhir pemerintah juga perlu memperhatikan kualitas ketersediaan air bersih nasional. Menjaga ketersediaan air bersih di Indonesia memerlukan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan melalui konservasi daerah tangkapan air, perlindungan hutan dan sungai, serta pembangunan infrastruktur air bersih yang merata. Pemerintah bersama masyarakat perlu mendorong efisiensi penggunaan air, memperluas akses layanan air minum perpipaan, dan meningkatkan kualitas pengolahan air limbah untuk mencegah pencemaran sumber air. Selain itu, edukasi publik tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang limbah ke sungai harus terus dilakukan agar air tetap tersedia dalam jumlah yang cukup dan layak konsumsi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis:
Steven Hoover Sianturi, A.Md.Ak.
Pembina Teknis Perbendaharaan Negara – KPPN Putussibau