Program KUR Dari APBN Kita Untuk Masyarakat Indonesia
Dukungan pemerintah terhadap perekonomian, di antaranya dilakukan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan fasilitas kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi yang diberikan kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha, dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak, tetapi tidak/belum cukup memiliki agunan tambahan (feasible but unbankable) di seluruh sektor ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan/atau meningkatkan pendapatan pelaku usaha sehingga dapat menggerakkan perekonomian.
Pemerintah melalui APBN Kita memberikan subsidi margin dalam pelaksanaan program KUR, yaitu selisih antara tingkat margin yang diterima oleh penyalur KUR dengan tingkat margin yang dibebankan kepada penerima KUR. Besaran tingkat margin ke debitur bervariasi sesuai skemanya, yaitu Skema Super Mikro sebesar 3%, Skema KUR Mikro dan Skema KUR Kecil sebesar 6%-9% sesuai frekuensi akad, Skema KUR Khusus dan Skema PMI sebesar 6%.
Pada tahun 2024, penyaluran KUR di Aceh dilakukan oleh Bank Syariah Indonesia Regional Aceh, Bank Aceh Syariah, dan Pegadaian Syariah. Penyaluran KUR di Aceh dilakukan dengan prinsip syariah dan oleh lembaga keuangan syariah. Penerapan prinsip syariah di Aceh sebagaimana Peraturan/Qanun Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah yang mengharuskan lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menerapkan prinsip syariah.
Realisasi Tahun 2024
Pada tahun 2024, realisasi penyaluran KUR di Aceh mencapai Rp4,93 triliun kepada 62,46 ribu debitur, atau terealisasi 108,11 persen dari kuota yang ditetapkan pada awal tahun 2024 yang sebesar Rp4,56 triliun. Penyaluran KUR tahun 2024 mengalami peningkatan sebesar 13,86 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp4,33 triliun.
Berdasarkan wilayah, Kab. Aceh Utara menjadi daerah dengan penyaluran KUR terbesar di Aceh dengan nilai realisasi sebesar Rp512,11 miliar kepada 6,92 ribu debitur, diikuti oleh Kab. Pidie dengan nilai realisasi sebesar Rp445,91 miliar kepada 4,81 ribu debitur, dan Kab. Bireuen dengan nilai realisasi sebesar Rp402,67 miliar kepada 5,59 ribu debitur. Sementara itu, penyaluran KUR terkecil berada di Kota Sabang, yaitu sebesar Rp29,25 miliar kepada 324 debitur atau hanya sebesar 2,01 persen dari total penyaluran KUR di Aceh.
Berdasarkan penyalur, realisasi BSI Regional Aceh sebesar Rp3,85 triliun atau 78,1 persen dari total penyaluran KUR di Aceh, diikuti oleh Bank Aceh Syariah sebesar Rp958,79 miliar atau 19,45 persen, dan Pegadaian Syariah sebesar 73,89 miliar atau 1,5 persen.
Dari sisi skema, realisasi hanya dari 4 (empat) skema, yaitu skema KUR Kecil, Mikro, Super Mikro, dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), sedangkan belum ada realisasi penyaluran dengan skema KUR Khusus.
Dari sisi sektor ekonomi, yang paling banyak menyerap KUR adalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 49,78 persen, diikuti oleh sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan sebesar 24,76 persen, sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,02 persen.
Monitoring dan Evaluasi
Hasil survei KUR yang telah dilakukan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Aceh menunjukkan bahwa program KUR sudah berjalan dengan baik di Aceh. Meskipun begitu, peningkatan kualitas program KUR tetap perlu dilakukan melalui dukungan kebijakan yang tepat oleh seluruh stakeholder di Aceh. Policy response yang dapat dilakukan adalah peningkatan kuota dan realisasi KUR di Aceh dan redistribusi penyaluran KUR ke sektor produktif/unggulan di Aceh.
Peningkatan kuota dan realisasi penyaluran KUR di Aceh
Kuota dan realisasi penyaluran KUR di Aceh dapat terus ditingkatkan seiring size perekonomian Aceh dan kinerja perbankan/lembaga keuangan di Aceh. Makin besar size ekonomi Aceh maka dana yang dihimpun makin besar sehingga penyaluran pembiayaan dapat makin besar juga. Kinerja bank/lembaga penyalur KUR juga dapat memengaruhi realisasi penyaluran. Seberapa kemampuan bank/lembaga penyalur dapat menjangkau pelaku usaha yang tersebar di seluruh Aceh, di daerah perkotaan, di daerah perdesaan. Apakah ketersediaan kantor fisik penyalur sudah mencukupi, apakah jumlah tenaga pembiayaan sudah memadai, tersebar secara merata.
Redistribusi penyaluran KUR ke sektor produktif/unggulan di Aceh
Pembiayaan di Aceh mengalami kendala ketiadaan produk asuransi berbasis syariah. Kondisi tersebut menyebabkan dukungan pembiayaan kepada sektor unggulan di Aceh, yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi kurang optimal. Penyaluran pembiayaan di Aceh seperti KUR didominasi oleh sektor non-pertanian, kehutanan, dan perikanan, seperti sektor perdagangan besar dan eceran. Indikatornya dapat dilihat dari penyaluran KUR Khusus di Aceh yang belum ada realisasinya. KUR Khusus dapat menjadi akses pembiayaan yang tepat bagi masyarakat Aceh yang memiliki keunggulan di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, tetapi KUR Khusus belum dimanfaatkan secara optimal di Aceh.
Pembentukan Jamkrida dapat dilakukan oleh Pemerintah Aceh terutama karena kekhususan Aceh dengan perbankan/keuangan syariahnya dan sektor unggulannya adalah di sektor primer, seperti pertanian. Jamkrida berbasis syariah dapat dibentuk untuk memenuhi kebutuhan mitigasi risiko keuangan di Aceh dimana perusahaan nasional berbasis syariah belum dapat menyediakannya. Selain itu, pembentukan Jamkrida dapat juga untuk menjembatani akses masyarakat atau UMKM di Aceh yang belum mampu mengakses sumber pembiayaan dari perbankan (unbankable) atau lembaga pembiayaan lainnya tetapi sebenarnya mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang (feasible). Dengan keberadaan Jamkrida syariah nantinya, maka diharapkan tidak ada lagi UMKM atau masyarakat Aceh yang membutuhkan modal usaha harus terkendala dengan tidak adanya agunan (collateral) karena Jamkrida ini akan bertindak sebagai penjamin sehingga perbankan atau lembaga pembiayaan dapat menyalurkan kredit modal yang dibutuhkan.
Asz