Jakarta

RETENSI BUKAN PEMELIHARAAN

 

       Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar atau terlibat secara langsung pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan membangun sesuatu. Membangun sesuatu yang di maksud adalah membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada, atau dalam artian membuat suatu wujud/fisik. Pembangunan yang bersumber dari APBN seperti halnya pembangunan gedung pemerintah, pembangunan jalan dan lain sebagainya bila diperhatikan adalah hal yang biasa di era modern ini, apalagi saat ini Pemerintah sedang giat-giatnya melakukan pembangunan fisik di segala sektor, baik itu jalan, gedung serta transportasi.

       Jika kita pahami bahwa suatu proyek pekerjaan fisik itu tidak lah terjadi begitu saja, tetapi akan melalui beberapa tahapan kegiatan pekerjaan, yaitu tahapan perencanaan, tahapan pembangunan fisik serta tahapan pemeliharaan. Tahapan awal suatu proyek dimulai dengan membuat design pekerjaan yang akan dikerjakan, kemudian design tersebut  dituangkan kedalam gambar design lengkap dengan kebutuhan penunjangnya seperti mekanikal serta elektrikal, tahapan ini biasanya dikerjakan secara khusus oleh konsultan perencana yang mempunyai keahlian dalam hal mendesign sesuatu. Setelah gambar design dimiliki, proses selanjutnya adalah pengerjaan fisik bangunan, pada tahapan ini dilakukan oleh kontraktor penyedia barang/jasa dan diawasi secara keseluruhan oleh pihak pengguna barang/jasa melalui konsultan pengawas yang ditunjuk. Kesepakatan kedua belah pihak pada tahapan ini dibuat dalam bentuk kontrak atau Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak pengguna dan penyedia yang mengatur segala jenis peraturan terkait proyek tersebut secara detil, mulai dari pekerjaan yang dilaksanakan, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, detil sarana atau prasarana yang digunakan, cara pembayaran, hingga sanksi jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dalam penyelesaian pekerjaan.

       Tahapan terakhir setelah pekerjaan diselesaikan adalah tahapan pemeliharaan. Tahapan ini seperti bentuk penjaminan dari penyedia barang/jasa jika terjadi sesuatu hal terhadap bangunan yang telah dikerjakan oleh pihak penyedia barang/jasa, dan penyedia barang/jasa harus memastikan pekerjaan yang telah diselesaikannya dapat minimal bertahan tanpa ada cacat sampai dengan masa pemeliharaan berakhir, dengan jangka waktu sesuai kesepakatan yang tertuang dalam kontrak atau MoU dan jangka waktu yang biasanya dicantumkan adalah selama 3 bulan, 6 bulan atau paling lama 12 bulan. Tahapan pemeliharaan dimulai setelah adanya Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Pertama. Setelah berakhirnya masa pemeliharaan akan dilakukan check list ulang terhadap pekerjaan yang telah dilakukan penyedia barang/jasa. Apabila semua pekerjaan telah dinyatakan “OK” oleh pihak pengguna yang dalam hal ini di kuasakan oleh Konsultan Pengawas, maka akan dibuatkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Kedua dan setelah itu kewajiban penyedia barang/jasa dinyatakan selesai.

       Berbicara mengenai masa pemeliharaan, secara garis besar banyak orang yang mengenalnya dengan istilah retensi, bukan hanya orang awam yang tidak berkepentingan dalam suatu proyek saja yang menyebut pemeliharaan dengan istilah retensi, namun terkadang orang yang terlibat langsung didalam proyek itu sendiri, seperti Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) bahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) masih menyamakan pemeliharaan dengan retensi. Padahal jika dilihat dari kamus besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan retensi adalah penyimpanan atau penahanan, jauh dari kata pemeliharaan itu sendiri. Berdasarkan arti dari kamus besar Bahasa Indonesia tadi, maka jika kita kaitkan retensi ini dengan masa pemeliharaan dari suatu proyek dapat dikatakan sebagai jumlah termin pekerjaan yang disimpan / ditahan hingga selesainya masa pemeliharaan yang ditentukan dalam kontrak. Umumnya nilai uang atau termin yang ditahan sebesar 5% dari nilai kontrak, dan sesuai peraturan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah bahwa nilai yang ditahan dapat berupa uang yang ditahan atau jaminan dari bank/asuransi/lembaga penjaminan dengan nilai yang sama yaitu sebesar 5% dari nilai kontrak.

       Klausul kesepakatan mengenai tata cara pembayaran pemeliharaan juga seharusnya telah disepakati di awal sebelum penandatanganan kontrak dilakukan. Pembayaran bisa melalui dua cara seperti yang telah dituliskan di atas. Cara yang pertama adalah pembayaran dilakukan secara penuh 100% jika pekerjaan telah diselesaikan, dan penyedia barang/jasa wajib menyerahkan jaminan pemeliharaan yang dikeluarkan oleh bank/asuransi/lembaga penjaminan sebesar 5% dari nilai kontrak dengan jangka waktu jaminan mulai dari serah terima pertama sampai dengan serah terima kedua (masa pemeliharaan berakhir). Pada cara ini yang ditahan sebagai penjamin adalah berupa Jaminan Pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pihak bank/asuransi/lembaga penjaminan. Cara yang kedua adalah pembayaran hanya dilakukan sebesar 95% walaupun pekerjaan telah diselesaikan sebesar 100%, sisa pembayaran sebesar 5% dari nilai kontrak ditahan sebagai jaminan sampai dengan serah terima kedua (masa pemeliharaan berakhir). Pada cara ini yang ditahan sebagai penjamin adalah uang atau termin pembayaran. Namun biasanya pekerjaan pemeliharaan yang ditanggung oleh pihak penyedia barang/jasa dilakukan apabila kerusakan diakibatkan karena kesalahan pekerjaan oleh penyedia barang/jasa dalam melakukan pekerjaannya seperti contoh keretakan dinding bangunan. Apabila kerusakan terjadi karena kesalahan pemakai atau user, maka pekerjaan pemeliharaan tidak berlaku dan untuk penyelesaian pekerjaan akan dikenakan biaya tertentu sesuai kerusakan yang terjadi di lapangan.

       

       Dalam penentuan penggunaan retensi diperlukan kepercayaan yang tinggi antara kedua belah pihak, sehingga dalam melakukan kesepakatan tidak ada yang saling curiga, karena dengan adanya retensi akan menjadi bukti bahwa pihak penyedia barang/jasa tidak main-main terhadap keputusan yang telah dibuat dan mampu bertanggungjawab atas semua yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Selain itu, setiap pihak yang terlibat baik itu pihak penyedia barang/jasa ataupun pihak pengguna barang/jasa akan memiliki hak yang sama. Di satu sisi sebagai penyedia barang/jasa akan berusaha untuk mendapatkan nilai retensi yang ditahan sebesar 5% dan pihak pengguna barang/jasa akan merasa aman dengan jaminan retensi 5% baik dalam bentuk uang atau jaminan bank/asuransi yang diberikan oleh pihak penyedia barang/jasa, artinya jika pekerjaan pemeliharaan tidak dikerjakan oleh penyedia barang/jasa, pihak pengguna barang/jasa berhak untuk tidak melakukan pembayaran sisa termin 5% yang belum terbayarkan tadi atau mencairkan jaminan pemeliharaannya (win win solution).

       Melihat penjelasan diatas terkait retensi dalam suatu proyek, seharusnya kedepan pemikiran orang-orang mulai berubah, khususnya orang-orang yang memang terlibat dalam proyek itu sendiri, khususnya Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ataupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak lainnya didalam proyek. Sehingga tidak ada lagi yang menyamakan kata retensi dengan pemeliharaan. Karena sudah jelas perbedaan antara retensi dengan pemeliharaan, retensi dalam suatu proyek lebih ke arah tata cara pembayaran atau termin pembayarannya dalam hal ini penahanan dalam bentuk uang ataupun jaminan yang dikeluarkan oleh pihak bank/asuransi yang telah disepakati dan tertuang dalam kontrak atau MoU, sementara pemeliharaan ke arah tahapan proyek yang harus dilakukan sebagai bagian dari tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kondisi fisik proyek bisa terjaga atau memperbaikinya sampai kearah kondisi yang bisa diterima oleh pengguna barang/jasa.

 

Biodata Penulis

Nama              : Andi Kurnia

NIP                  : 19790305 200212 1 007

Unit                  : KPPN Jakarta VII

Jabatan           : Kepala Seksi Pencairan Dana

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search