Jl. Jenderal Sudirman 55, Kel.Tengah, Kec. Delta Pawan, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat 78812, https://wa.me/+6285186860094

Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, maka pemerintah Indonesia telah membuat suatu kebijakan pemberian bantuan sosial (bansos) bagi penduduk Indonesia. Pengertian Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial (sumber: Wikipedia). Sedangkan pengertian bantuan sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.

Program Bansos untuk rakyat Indonesia terdiri dari Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Rastra/ Bantuan Pangan Non Tunai. Program bantuan sosial merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Hal ini terlihat dari menurunnya angka kemiskinan dari 11,22% pada tahun 2015, menjadi 9,82% pada tahun 2018. Gini rasio juga berkurang dari 0,408 pada tahun 2015 menjadi 0,389 pada tahun 2018. Indeks Pembangunan Manusia Naik dari 68,90 pada tahun 2014 menjadi 70,81 pada tahun 2017.

Program Indonesia Pintar

  • Program Indonesia Pintar merupakan program bantuan berupa uang dari pemerintah kepada peserta didik SD, SMP, SMA/SMK, dan sederajat baik formal maupun informal bagi keluarga miskin
  • Kartu Indonesia Pintar diberikan kepada 19,7 juta anak usia sekolah, yaitu anak-anak yang tidak mampu di sekolah, di luar sekolah, di panti asuhan, pesantren, dll,
  • Bantuan yang diberikan :
  • Rp 450 ribu /tahun untuk anak SD
  • Rp 750 ribu /tahun untuk anak SMP
  • Rp 1 juta/tahun untuk anak SMA/SMK

 Bantuan Program Jaminan Kesehatan Nasional

  • Pemerintah membayarkan iuran bagi masyarakat tidak mampu yang berjumlah 92,4 juta penduduk pada tahun 2018
  • Anggaran yang disediakan pemerintah untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) JKN BPJS Kesehatan senilai Rp 25 triliun pada Tahun 2018.
  • Pada tahun 2019, bantuan akan ditingkatkan menjadi 96,8 juta penduduk penerima bantuan iuran (BPI) atau mencapai 38 persen rakyat Indonesia.

 Program Keluarga Harapan

  • Program Keluarga Harapan, merupakan program bansos untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan melibatkan partisipasi kelompok penerima manfaat dalam menjaga kesehatan dan menyekolahkan anak-anaknya.
  • Perluasan PKH ditingkatkan dari 2,8 juta KPM (tahun 2014), menjadi 6 juta KPM (tahun 2016), dan diperluas menjadi 10 juta KPM tahun 2018
  • Nilai bansos yang diterima KPM adalah Rp 1.890.000,-/tahun/KPM.

 Bansos Beras Sejahtera (Rastra)/ Bantuan Pangan Non Tunai

  • Transformasi subsidi Rastra menjadi BPNT untuk 1,2 juta KPM, yang dimulai pada tahun 2017. Transformasi tersebut akan diperluas secara bertahap hingga mencapai 15,5 juta KPM pada tahun 2019.
  • Pemerintah memberikan BPNT senilai Rp 110.000,-/bulan/KPM melalui Kartu Keluarga Sejahtera untuk dibelanjakan beras dan/atau telur melalui e-warong.
  • BPNT diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan, memberikan bahan pangan dengan nutrisi yang lebih seimbang kepada KPM, memberikan bahan pangan dengan tepat sasaran dan tepat waktu. Serta memberikan lebih banyak pilihan kepada KPM dalam memenuhi kebutuhan pangan, dan mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
  • Sementara Bansos Rastra diberikan berupa beras kualitas medium sebanyak 10kg/KPM setiap bulannya

AKUNTABILITAS BANTUAN SOSIAL DI INDONESIA

Menurut J.G Jabbra (Haryatmoko, 2013:107) akuntabilitas dalam konteks pelayanan publik, mengandung tiga unsur yaitu (1) tanggung jawab (2) akuntabilitas (3) liabilitas. Akuntabilitas adalah hal yang mutlak dalam mewujudkan Good Governance, di mana pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan harus mempertanggungjawabkannya kepada publik dan kepada organisasi tempat kerjanya. Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, pemerintah sebagai organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban kepada publik.

Bantuan sosial menjadi sesuatu hal yang “menarik” banyak pihak karena banyak yang berkepentingan terhadap keberadaan bantuan sosial itu sendiri. Pemerintah membutuhkannya sebagai wujud program kebijakan yang harus dilakukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. DPR atau Wakil Rakyat melihatnya sebagai pelaksanaan kewajiban pemerintah dan perhatian mereka terhadap rakyat yang sudah memilihnya. Sedangkan masyarakat/kelompok masyarakat membutuhkannya untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan.

Bantuan sosial tersebut menjadi salah satu jenis belanja yang menyedot perhatian banyak pihak. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah agar lebih terbuka dan bertanggungjawab didalam proses pengelolaan belanja bantuan sosial ini, mulai dari proses penganggaran sampai evaluasi dan monitoringnya harus dilakukan secara akuntabel, agar masyarakat mengetahui seperti apa bentuk penggunaan belanja bantuan sosial yang dikelola oleh pemerintah terkait. Sebagai pedoman pengelolaan dan pertanggungjawaban bantuan sosial, pada tahun 2015 Pemerintah menyempurnakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga dan nomor 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas PMK No. 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga.

Dalam PMK tersebut mengamanatkan bahwa seluruh bantuan sosial harus diberikan langsung atau ditransfer kepada penerima manfaat/masyarakat. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk lebih akuntabel dalam pengelolaan dana bantuan sosial, dan sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Poin penting dalam Inpres tersebut diantaranya kriteria keberhasilan bantuan langsung tunai adalah "transparansi, akuntabilitas, cepat dan tepat". Penyaluran bantuan yang dilakukan secara keuangan digital merupakan langkah nyata yang diambil pemerintah agar dapat menunjukan kinerjanya yang lebih akuntabel sebagai salah satu indikator dalam perwujudan pemerintahan yang baik.

Dalam era digitalisasi, pemerintah telah membuat peraturan untuk mendorong keterbukaan dalam penyaluran bantuan sosial. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dimana masyarakat dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah serta dapat meminalisir kebocoran yang akan terjadi. Hal ini, dapat mendorong peningkatan akuntabilitas dan kualitas pelayanan dalam penyaluran bantuan sosial dibandingkan penyaluran bantuan sosial yang sebelumnya dilakukan secara tunai. Penyaluran bantuan sosial yang dilakukan secara digital merupakan suatu ukuran yang menentukan akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat.

Dalam rangka pencairan dana bantuan sosial, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) membuka rekening pada Bank/Pos Penyalur pada Bank Himbara (BRI, BNI, BTN, dan Mandiri) melalui Perjanjian Kerja Sama. Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pemilihan Bank/Pos penyalur sesuai ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dan kemudian menandatangani kontrak/perjanjian kerja sama antara PPK dengan Bank/Pos Penyalur. Dalam Kontrak harus dipastikan hak dan kewajiban masing-masing pihak dan konsekuensi jika melanggar perjanjian dimaksud. Hal ini untuk memastikan penyaluran bantuan sosial dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat. Berikut adalah kewajiban bank/pos penyalur menurut PMK Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga

Kewajiban Bank/Pos Penyalur

               

Akuntabilitas penyaluran bantuan sosial di era digital ini secara prakteknya memang belum sepenuhnya akuntabel. Kualitas pelayanan yang masih belum maksimal, kurangnya sosialisasi peraturan terkait penyaluran bantuan sosial yang di lakukan melalui Lembaga Keuangan Digital, keterbukaan informasi yang belum maksimal, serta sarana dan prasarana yang belum memadai mengakibatkan tingkat keamanan dan kenyamanan menjadi rendah. Namun, jika dibandingkan dengan sebelumnya kualitas pelayanannya sudah lebih baik dan lebih akuntabel. Yang perlu ditingkatkan lagi adalah aspek profesionalisme dan integritas dari aparaturnya, Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kinerja penyaluran bantuan sosial yang harus ditingkatkan serta penyediaan sarana dan prasarana yang memadai di seluruh pelosok Indonesia sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati bantuan sosial dengan cepat tanpa kesulitan dan memberi manfaat untuk peningkatan kesejahteraan.     

 

Daftar Pustaka

Haryatmoko, (2011), Etika Publik, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Inpres nomor 1 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi poin lampiran ke 46 tentang Pelaksanaan Transparansi Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Bersyarat Bagi Keluarga Sangat Miskin (KSM) Sebagai Peserta Program Keluarga Harapan (PKH)

Peraturan Menteri Keuangan No 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas PMK No. 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga.

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/15708/program-bantuan-sosial-untuk-rakyat/0/artikel_gpr

 

Oleh : Agnes Sediana Milasari D.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

PENGADUAN

 

    

Search