Kondisi perdagangan per Selasa, 4 September 2018, nilai tukar rupiah sudah menyentuh Rp14.935/USD. Hal ini banyak diperbincangkan oleh berbagai media karena merupakan yang terlemah sejak krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Namun, kondisi saat ini benar-benar berbeda dibandingkan krisis yang terjadi pada 20 tahun silam.
Pertama adalah starting point pelemahan dari September 2017 sampai dengan September 2018 yang hanya terdepresiasi 11%. Namun, pada periode yang sama 20 tahun silam rupiah terdepresiasi 25%. Hal ini menunjukkan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi pada 20 tahun silam jauh lebih besar dibandingkan saat ini.
Kemudian, posisi cadangan devisa saat ini masih jauh lebih besar dibandingkan cadangan devisa di tahun 1998. Dengan cadangan devisa yang jauh lebih besar, Bank Indonesia memiliki lebih banyak modal untuk meredam gejolak nilai tukar. Hal ini terbukti dengan pelemahan nilai tukar rupiah di tahun 2018 tidak sedalam dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1998.
Ketiga, minat dan kepercayaan pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia tahun 2018 masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1998. Dilihat dari besarnya investasi yang masuk per triwulan II 2018 mencapai USD4,015 miliar yang jauh melebihi periode yang sama tahun 1998.
Pemerintah percaya bahwa kondisi ekonomi saat ini jauh lebih kuat dibandingkan krisis ekonomi 20 tahun silam. Meskipun nilai rupiah terhadap mata uang AS sangat rendah, kekuatan ekonomi masih harus dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang pada tahun 2018 jauh lebih baik dibandingkan tahun 1998. Dan seharusnya kita mengapresiasi dan terus mendukung program pemerintah yang telah mampu menekan angka kemiskinan pada 9,82% di tahun 2018 dari 24,2% pada tahun 1998.