Mendengar kata revolusi industri, apa yang terpikir oleh kita sebagai ASN ? Revolusi di bidang ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di abad 17-19 ? atau bahkan tidak terpikir sedikitpun. Revolusi industri pertama kali terjadi pada abad 17 –19 dimana banyak temuan di bidang industri yang menggantikan tenaga manusia seperti kapal uap yang menggantikan orang yang mendayung,kereta api uap dan lain sebagainya lalu dilanjutkan dengan penemuan mesin hitung, computer dan lain-lain. Pada saat ini kosa kata revolusi industri 4.0 banyak ditemukan di berbagai media. Revolusi ini tidak hanya menyapu bidang industri seperti yang kita pahami tetapi juga banyak dibicarakan akan melanda dunia pemerintahan atau birokrasi. Sebelum kita mengulas revolusi industri yang diperkirakan melanda birokrasi, sebaiknya dipahami terlebih dahulu apakah itu revolusi industri 4.0
Seperti yang kita ketahui, dewasa ini kita dikatakan memasuki era revolusi industri 4.0, artinya revolusi tahap ke-4. Jika revolusi industri pertama ditandai dengan penemuan mesin cetak dan mesin uap, revolusi industri ke-2, ditandai penemuan tenaga listrik, lalu revolusi industri ke-3 yang ditandai kehadiran telepon dan telepon genggam, internet, IT, perkembangan biologi dan rekayasa genetika. Adapun evolusi industri ke-4 adalah era penerapan teknologi modern, antara lain teknologi fiber dan sistem jaringan terintegrasi atau integrated network telah sangat terasa dampaknya di segala bidang kehidupan, masuknya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), teknologi komputasi yang semakin canggih dan juga fenomena Internet of Things (IoT), telah sedemikian masif ada di tengah masyarakat. Sebagai contoh adalah handphone yang kita pakai sehari-hari telah memakai system pemindai wajah adalah salah satu contoh artificial intelengence.
Dengan semua kecanggihan dan kemudahan yang ditawarkan revolusi ini, siapkah kita sebagai aparatur sipil negara (ASN) menerima perubahan yang sedemikian cepat yang tidak terbayangkan dahulu ? Dalam era milineal seperti saat ini dimana peran teknologi sudah sedemikan canggih, peranan manusia sedikit demi sedikit akan tergantikan dengan kecanggihan teknologi tersebut. Penetrasi internet yang akan menjangkau seluruh daerah di Indonesia sangat berpotensi menggerus peran ASN di berbagai kementerian/pemerintah daerah. Dengan bersenjatakan smartphone, tablet atau laptop yang terkoneksi dengan internet,semua pekerjaan yang dulunya dikerjakan di kantor saat ini bukan sesuatu yang asing dikerjakan di rumah bahkan di dalam pesawat udara pekerjaan tersebut dapat diselesaikan.
Tidak dapat dibantah bahwa perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi revolusi ini menjadikan transformasi organisasi birokrasi menjadi suatu keniscayaan. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap perubahan. Struktur organisasi pemerintah yang selama ini bersifat mekanistis, hierarkis birokratis, departementalisasi yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi ke arah organisasi yang ramping tetapi kaya fungsi. Hal itu ditandai dengan informasi yang mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab ketidakpastian yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan kompleksitas yang tinggi.
Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang besar, tidaklah menjamin efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Yang lebih berperan adalah seberapa sukses transformasi organisasi dilakukan agar adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat. di tengah berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya, begitu mendesakkah transformasi birokrasi di era revolusi industri 4.0 saat ini? Prasyarat apa saja yang diperlukan untuk mendorong terwujudnya organisasi pemerintah yang optimal dan efektif agar adaptif terhadap perubahan yang begitu cepat?
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai luas sekitar 1900 KM2 membentang dari Sabang sampai Merauke dan mempunyai banyak pulau besar maupun kecil serta kondisi geografis antar daerah yang yang sangat ekstrim dimana daerah yang jauh dari pantai sulit dijangkau membuat kesenjangan pembangunan sangat terasa. Salah satu contoh kesenjangan tersebut adalah penetrasi internet yang belum merata ke seluruh wilayah NKRI meskipun telah coba diatasi dengan proyek Palapa Ring. Akan tetapi dalam perjalanannya pembangunan tersebut memiliki beberapa halangan dan rintangan seperti akses jalan yang terbatas, ketersediaan jaringan listrik maupun fasilitas dasar lainnya.
Kurangnya akses ke internet atau saluran komunikasi lainnya dapat membuat informasi dari pusat pemerintah terlambat diterima ke seluruh pegawai yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Kemajuan teknologi yang dapat mempercepat kerja birokrasi dan mempermudah masyarakat mendapatkan layanan tidak mudah direalisasikan dilapangan.
Selain kondisi topografis NKRI, tantangan lain dalam mengimplementasikan revolusi industri 4.0 ini adalah kondisi antropologis sebagian masyarakat di Indonesia. Indonesia adalah negara dengan banyak ragam suku dan bahasa serta mempunyai adat istiadat tersendiri yang menjadikan tantangan tersendiri. Suku Badui Dalam di Provinsi Banten dengan adatnya yang tidak mau bergaul dengan masyarakat luar dan tidak diperbolehkan memiliki barang-barang peralatan modern seperti radio atau televisi. Suku Kajang bahkan meninggalkan teknologi yang sangat sederhana yaitu sandal juga karena adat. Mereka tidak mempunyai keinginan yang berlebih dalam hal keduniawian, sehinnga dapat dimaklumi keinginan menggunakan bahkan memiliki peralatan berteknologi tidak ada.
Untuk mengatasi tantangan tersebut dan agar revolusi industri 4.0 ini dapat menjangkau seluruh sendi kehidupan maka diluncurkan berbagai proyek untuk lebih mempermudah berjalannya revolusi industri ini salah satunya yaitu Palapa Ring yaitu proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang akan menjangkau sebanyak 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 kilometer.
Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis untuk tetap survive ditengah derasnya arus globalisasi dan revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran bagi organisasi pemerintah untuk terus bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat menghadapi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada, meskipun terdapat perbedaan misi yang diemban, namun transformasi organisasi pemerintah merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan organisasi yang berorientasi layanan publik.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan kedalam perubahan dari desain lama yang kurang kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan mengelola resiko serta integrasi organisasi dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.
Inovasi tingkat organisasi harus selalu dikembangkan untuk menjawab tantangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Struktur organisasi pemerintah yang selama ini kaku dimungkinkan diselaraskan dengan perkembangan teknologi. Revolusi Industri 4.0 memberikan peluang besar dalam mengefektifkan fungsi dan peran organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, perkembangan IT yang cepat dapat menjadi peluang dalam percepatan penerapan e-governance, sebagai digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev dan banyak aplikasi lainnya yang dapat dikembangkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat
Kebutuhan untuk berbagi informasi diantara Kementerian/Lembaga, sudah sangat mendesak diakukan, Dengan berbagi informasi dengan memanfaatkan internet (IoT), ataupun Big Data, berbagai macam kemudahan dapat diperoleh baik masyarakat dan pemerintah. Sebagai contoh adalah pemanfaatan KTP elektronik sebagai basis data untuk semua keperluan tidak hanya data kependudukan tetapi dapat diperluas isalnya data NPWP, data jaminan sosial kesehatan, ketenagakerjaan, bahkan dimungkinkan dapat lebih diperluas digunakan sebagai SIM dan uang elektronik. Salah satu contoh implementasi revolusi industri 4.0 yang telah diterapkan oleh DJPb antara lain penerapan SPAN,SAKTI, e-rekonsiliasi, pemakaian video conference untuk mengadakan rapat atau bimbingan teknis, akan dilakukannya implementasi e-spm, bahkan dimungkinkan sentralisasi pembayaran dan pemakaian uang elektronik atau kartu kredit kepada semua bendahara.
Fenomena revolusi industri 4,0 yang saat ini melanda dunia juga dapat mengancam pencari kerja bahkan mereka yang sudah bekerja, tidak terkecuali para ASN. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, interaksi antara ASN dengan masyarakat yang dilayani dapat digantikan oleh teknologi atau kecerdasan buatan (AI) meski pada beberapa posisi ada pekerjaan yang tidak dapat digantikan oleh mesin. Dengan tantangan seperti ini seluruh ASN terutama ASN lingkup Ditjen Perbendaharan segera mengupgrade kemampuan teknisnya terutama kemampuan menggunakan teknologi dan komputasi. Ketidakmampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat niscaya akan tergilas oleh teknologi tersebut.
Akhirnya kunci dari kemampuan menjawab tantangan revolusi industri 4.0 adalah kemampuan organisasi dan sumber daya manusia mengimplementasikan teknologi terkini dalam proses bisnisnya untuk mempermudah pelayanan dan kemampuan pegawai mengupgrade kemampuan dan orientasinya sebagai pelayanan masyarakat.
.
Penulis : Irawan Tri Nugroho/197402271995111001
Unit : KPPN Bitung