Jl. Jenderal Sudirman 55, Kel.Tengah, Kec. Delta Pawan, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat 78812, https://wa.me/+6285186860094

Berita

Seputar KPPN Ketapang

WBK/WBBM : BENTENG PERTAHANAN MEMBANDUNG SERANGAN KORUPSI

      Penangkapan salah satu pimpinan partai politik dalam operasi tangkap tangan yg dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) di bulan Maret 2019, bukan kali pertama yang terjadi di Republik Indonesia. Sepanjang tahun 2018 KPK mencatat telah menjerat 29 kepala daerah dalam sejumlah kasus dugaan korupsi1. Belum lagi kasus korupsi yang terjadi di tingkat Kementerian/Lembaga. Kejadian ini menambah panjang rangkaian kasus korupsi di tanah air kita. Fakta ini menggugah keinginan untuk menggali data terkait potret korupsi di negeri ini.

      Data yang di-publish Badan Pusat Statistik menunjukkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2018 sebesar 3,66 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 3,712. Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, sebaliknya nilai IPAK yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.  Transparency International Indonesia merilis Corruption Perceptions Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2018, naik tujuh peringkat ke posisi 89 dari 180 negara3. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-4. Posisi pertama ditempati Singapura, disusul Brunai Darusalam diperingkat ke-2, dan Malaysia di posisi ke-3. Pada tataran penindakan, lembaga anti-rasuah mencatat jumlah penindakan kasus korupsi mengalami rata-rata penurunan sebagaimana disajikan pada gambar terlampir4.

       Meskipun terjadi perubahan ke arah perbaikan, yang ditunjukkan oleh kenaikan peringkat IPK dan menurunnya jumlah penindakan kasus korupsi, data yang dirilis oleh lembaga tersebut tetap saja tidak menggembirakan. Sebab dalam perspektif keuangan Negara, setiap Rp1,- (satu rupiah) uang APBN harus dapat diukur, dipertanggungjawabkan, dan jelas output dan outcomenya serta memberikan dampak langsung bagi masyarakat (sejalan dengan prinsip money follow program). Terhadap kondisi ini, kontribusi apa yang bisa diberikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) sebagai sebuah organisasi?

Risiko Ditjen Perbendaharaan

      DJPb memiliki tugas dan fungsi pelayanan publik terkait dengan pengelolaan fiskal. Fungsi ini dijalankan oleh struktur yang tersebar dari kantor pusat hingga kantor-kantor vertikal di daerah, yang berjumlah 182 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan 34 Kantor Wilayah.  Jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN 2019) yang dikelola mencapai masing-masing Rp2.165,1 Triliun dan Rp2.461,1 Triliun (Rp826,8 Triliun di antaranya merupakan Transfer Daerah dan Dana Desa).

      Jumlah mitra kerja pengguna layanan DJPb pun tidak sedikit, ribuan satker yang tersebar di seluruh Kementerian/Lembaga, entitas Pemerintah Daerah pengelola DAK Fisik dan Dana Desa, serta lembaga keuangan dan perbankan. Dari perspektif sederhana, potensi dan risiko korupsi akan meningkat seiring dengan semakin besarnya dana yang dikelola serta banyaknya pengguna layanan. Dan aspek pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adalah titik yang berisiko dalam konteks pencegahan dan pemberantasan korupsi.

      Dalam berbagai publikasi, pimpinan dengan tegas menyatakan bahwa DJPb memiliki komitmen untuk selalu menerapkan zero tolerance terhadap segala bentuk tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan tugas, termasuk dalam pemberian layanan harus dilakukan secara cepat, transparan, akuntabel, dan zero cost. Namun demikian, tentu bukan hal mudah pada tahap implementasinya mengingat DJPb adalah organisasi besar dengan jumlah treasurer tidak sedikit sehingga sangat mungkin terjadi benturan/konflik kepentingan.

Konsep dan Implementasi

      Sejak digulirkan secara nasional melalui Peraturan Presiden 81 tahun 2010 tentang grand design reformasi birokrasi 2010-2025, reformasi birokasi dipandang penting sebagai salah satu upaya mencegah tindak pidana korupsi. Pendekatan represif dengan cara menghukum para pelaku korupsi ternyata tidak secara signifikan menimbulkan efek jera. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek kelembagaan (penataan organisasi), ketatalaksanaan (penyempurnaan business prosess) dan pengembangan sumber daya manusia. Berbagai permasalahan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbarui dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan program reformasi birokrasi pada unit kerja melalui upaya pembangunan Zona Integritas (ZI).

      Guna lebih memahami tahapan yang harus dilalui dalam pembangunan ZI, berikut disampaikan beberapa definisi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, yaitu:

  1. Zona Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
  2. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.
  3. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

       PermenPAN-RB tersebut menguraikan lebih lanjut bahwa proses pembangunan ZI  melalui 2 tahap, yaitu Pencanangan Pembangunan ZI dan Pembangunan ZI menuju WBK/WBBM. Pencanangan Pembangunan ZI merupakan deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah (minimal eselon III) bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas.  Pencanangan ini dilakukan oleh instansi pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani dokumen Pakta Integritas dan dilaksanakan secara terbuka serta dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

     Tahapan selanjutnya adalah proses pembangunan ZI menuju WBK/WBBM. Pada tahap ini pimpinan Unit Eselon I menetapkan calon unit kerja berpredikat WBK. Terdapat 2 (dua) jenis komponen yang harus dibangun oleh unit terpilih, yaitu Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil. Terdapat 6 (enam) Komponen Pengungkit yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Melalui 6 (enam) komponen dimaksud, diharapkan dapat menghasilkan sasaran pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta peningkatan kualitas pelayanan publik, sebagai Komponen Hasil.

      Bukan hal mudah untuk melewati tahapan tersebut, dibutuhkan kerja ekstra untuk membangun integritas pada unit instansi pemerintah melalui berbagai perubahan dan perbaikan, mulai dari perbaikan sistem, perbaikan manusia selaku subyek utama pelaku sistem, dan perbaikan budaya organisasi. Kesuksesan pembangunan ZI sangat ditentukan oleh komitmen pimpinan dan seluruh jajaran pegawai di dalamnya. Sebagai wujud nyata dari kesungguhan komitmen tersebut, DJPb telah secara aktif dan terus-menerus berpartisipasi dalam menjalankan program pembangunan ZI menuju WBK/WBBM sejak tahun 2013. Selama keikutsertaannya, sebanyak 20 KPPN dan 1 Kantor Wilayah DJPb mendapatkan predikat WBK, dan 5 KPPN mendapat predikat WBBM di tingkat nasional dari KemenPAN-RB. Selanjutnya Direktur Jenderal Perbendaharaan juga memberikan arahan agar upaya reformasi birokrasi dapat dilaksanakan oleh seluruh unit kerja dan leading dalam jumlah kerja berpredikat WBK dan WBBM di lingkup Kementerian Keuangan. Sebagai langkah strategis untuk memenuhi target tersebut, pada tahun 2019 ini DJPb mengusulkan dan menetapkan sebanyak 95 unit kerja untuk mengikuti penilaian WBK dan 20 unit kerja untuk mengikuti penilaian WBBM.

Kesimpulan

       Dr. A.P.J. Abdul Kalam (Presiden India, 2002-2007) menyatakan bahwa akar yang sesungguhnya dari korupsi adalah ketamakan yang tak berujung. Ketamakan ini menjadi semakin parah jika iklim (budaya organisasi) yang berkembang dalam organisasi cenderung permisif terhadap korupsi. Pendapat ini sejalan dengan hasil riset Bukley et al. (2001), yang menunjukkan bahwa dalam organisasi yang tidak bisa menghasilkan kode etik, karyawannya akan mengutamakan kepentingan sendiri daripada kepentingan publik, termasuk di dalamnya perilaku koruptif. DJPb telah merancang grand design budaya organisasi tahun 2018-2020, dikenal dengan SMILE-C; Share and Care, Modern, Innovative, Learn, Effective and efficient dan Commitment. Budaya organisasi tersebut didesain untuk membangun sikap positif terhadap pekerjaan. Balci et al. (2012) menyatakan bahwa mereka yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan cenderung akan memiliki lebih sedikit keinginan untuk melakukan perilaku koruptif. Kondisi ini tentunya sangat mendukung dan memudahkan DJPb dalam proses pembangunan ZI karena budaya organisasi yang sudah ada meletakan dasar yang kuat dalam memenuhi komponen pengungkit yang disyaratkan dan pencapain komponen hasil yang ditargetkan dalam pencapaian predikat WBK/WBBM.

       Keberhasilan pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM bukan jaminan bagi organisasi untuk terus konsisten pada prinsip integritas dan melayani, namun ini adalah awal bukti komitmen DJPb pada prinsip-prinsip tersebut. Pembangunan ZI yang dilakukan oleh DJPb telah memberikan dampak positif bagi peningkatan kinerja pelaksanaan tugas, peningkatan pelayanan dan kepercayaan masyarakat. Harapanya DJPb akan menjadi role model yang mampu mendorong dan menginspirasi mitra kerja yang dilayani untuk melakukan hal yang sama, Pada akhirnya, semakin banyak institusi yang berpredikat WBK/WBBM akan semakin kuat benteng pertahanan dalam membandung serangan praktek korupsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Literasi oleh :  Rudy Hartono

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

PENGADUAN

 

    

Search