Jl. Alamsyah Ratu Prawiranegara KM. 3 Kotabumi, Lampung Utara

Kerangka Penguatan Integritas DJPb

Efektivitas organisasi dalam mencegah, mendeteksi, dan menindak hal-hal yang mencederai nilai-nilai integritas sangat tergantung pada komitmen seluruh elemennya. Sebagai salah satu Unit Eselon I di lingkungan Kemeterian Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan berkomitmen menjaga dan memperbaiki penerapan budaya integritas melalui pelaksanaan tugas kepatuhan internal dan pengembangan pedomannya. 

Dasar Hukum
  1. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2019 tentang Kerangka Penguatan Integritas Direktorat Jenderal Perbendaharaan
  2. Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-253/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan sepuluh instrumen Kerangka Penguatan Integritas Direktorat Jenderal Perbendaharaan
10 Instrumen KPI DJPb

1. Kode Etik & Kode Perilaku

DEFINISI

Instrumen kode etik dan kode perilaku Pegawai ini, terdapat istilah-istilah sebagai berikut:

  1. Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang selanjutnya disebut Pegawai, adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, termasuk Pegawai Negeri Sipil dan kementerian/lembaga/instansi lain yang mendapat penugasan di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  2. Kode Etik dan Kode Perilaku adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan Pegawai, organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, bangsa, dan negara.
  3. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/ atau perbuatan pegawai yang bertentangan dengan kode etik dan kode perilaku.
  4. Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai, yang selanjutnya disebut Majelis, adalah tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang dibentuk di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan bertugas melakukan penegakan atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang dilakukan oleh pegawai berdasarkan asas kejujuran dan keadilan.
  5. Unit Kepatuhan Internal yang selanjutnya disebut UKI, adalah Bagian/Bidang/Seksi yang melaksanakan tugas kepatuhan internal di tiap-tiap unit kerja lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  6. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar, dijatuhi hukuman disiplin.
  7. Pejabat yang Berwenang adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat lain yang ditunjuk/memenuhi ketentuan.
  8. Pimpinan Tinggi Madya di lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  9. Pimpinan Tinggi Pratama di lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktur, Tenaga Pengkaji Bidang Perbendaharaan, dan Kepala Kantor Wilayah.
  10. Jabatan Administrator di lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat, Kepala Bidang, dan Kepala KPPN.
  11. Jabatan Pengawas di lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.
LANGKAH IMPLEMENTASI

2. Pengendalian Internal

DEFINISI
  1. Pengawasan Intern merupakan seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
  2. Pemantauan Pengendalian Intern adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh manajemen untuk menilai kualitas sistem pengendalian intern sepanjang waktu.
  3. Manajemen adalah pimpinan, seluruh pegawai beserta pihak pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dalam proses bisnis suatu unit kerja.
  4. Pelaksana Pemantauan Pengendalian Intern merupakan Unit Kepatuhan Internal (UKI) pada masing masing unit Eselon I, Eselon II maupun unit Eselon III yang ditunjuk atau memiliki tugas untuk membantu manajemen dalam melaksanakan pemantauan pengendalian intern.
  5. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) adalah kebijakan/prosedur untuk memastikan bahwa arahan manajemen telah dilaksanakan pada seluruh tingkatan dan fungsi dalam suatu entitas. Aktivitas pengendalian dilaksanakan antara lain meliputi: pemberian persetujuan (approval), otorisasi ( authorization), verifikasi ( verification), reviu atas kinerja operasi (review of operating performance), pengamanan aktiva (security of asset), dan pemisahan tugas (segreration of duties)
  6. Pengendalian Utama (key control) merupakan pengendalian yang ketika dievaluasi dapat memberikan kesimpulan tentang kemampuan keseluruhan system pengendalian intern dalam mencapai tujuan proses bisnis yang ditetapkan. Pengendalian utama sering memiliki satu atau dua karakteristik sebagai berikut:
    1. kegagalan pengendalian tersebut akan mempengaruhi tujuan proses bisnis dan tidak dapat dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian pengendalian yang lain; dan/atau
    2. pelaksanaan pengendalian tersebut akan mencegah atau mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan tersebut memiliki pengaruh material terhadap tujuan proses bisnis.
  7. Pemantauan Pengendalian Utama adalah kegiatan bagian dari pemantauan yang dilaksanakan oleh pelaksana pemantauan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa suatu pengendalian utama telah cukup dari sisi rancangannya dan efektif pelaksanaannya.
  8. Risiko merupakan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak terhadap pencapaian sasaran organisasi.
  9. Pengendalian Risiko (Risk Control) adalah suatu kerangka pengawasan yang dapat digunakan organiasi untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kajian yang tidak diinginkan.
  10. Lingkungan pengendalian (control environment) menetapkan suasana suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dan orang orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan fondasi dari semua komponen pengendalian intern lainnya, yang menyediakan disiplin dan struktur.
  11. Penilaian risiko (risk assessment) merupakan pengidentifikasian dan analisis entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola.
  12. Aktivitas pengendalian (control activity) merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan.
  13. Informasi dan komunikasi (information and communication) merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan tanggung jawabnya.
  14. Pemantauan (monitoring) merupakan suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern pada suatu waktu.
  15. Kondisi spesifik lokal, adalah kekhususan yang dimiliki masing masing daerah terhadap risiko yang kemungkinan muncul hanya di daerah tersebut.
  16. Keadaan kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
  17. Instrumen adalah alat atau sistem yang digunakan untuk membentuk integritas dan mencegah terhadap tindakan korupsi sehingga organisasi dapat berjalan ke arah yang diinginkan oleh unit organisasi.
  18. Integritas adalah cara berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip prinsip moral.
  19. Instrumen inti adalah alat yang digunakan untuk memastikan tingkat Integritas pada level yang tinggi, mendeteksi dan bereaksi secara tepat terhadap kesenjangan dan pelanggaran terhadap Integritas.
  20. Instrumen komplemen adalah alat yang digunakan sebagai pelengkap Instrumen Inti dalam menerapkan Integritas lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan agar Instrumen Inti dapat terus dijalankan sebagaimana mestinya.
  21. Kerangka Penguatan Integritas Direktorat Jenderal Perbendaharaaan adalah suatu kerangka dengan pendekatan komprehensif yang bertujuan untuk memperkuat Integritas terutama dalam meningkatkan pencegahan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam unit organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  22. Penyimpangan/permasalahan Integritas adalah perilaku yang melanggar standar perilaku atau harapan dari suatu kelompok atau masyarakat dalam hal ini dalam pelaksanaan integritas. Contoh dari perilaku tersebut antara lain: pelanggaran kode etik, disiplin pegawai, insiden fraud , insiden kesalahan error ) dan korupsi.
  23. Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah
LANGKAH IMPLEMENTASI

3. Budaya Egaliter

DEFINISI
  1. Egalitarianisme, yaitu Paham Kesetaraan. Berasal dan i bahasa Perancis yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata sifat "egaliter". Egalitarianisme sendiri memiliki dua arti. Pertama doktrin atau pandangan yang menyatakan bahwa manusia itu ditakdirkan sama derajat. Kedua, asas pendirian yang menganggap bahwa kelas-kelas sosial yang berbeda yang mempunyai bermacam-macam anggota sebenarnya relatif sama.
  2. Egalitarian, merupakan orang yang menganut atau menyebarluaskan ajaran Egalitarianisme.
LANGKAH IMPLEMENTASI

4. Konflik Kepentingan

DEFINISI
  1. Konflik Kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya
  2. Pimpinan pada DJPb adalah Direktur Jenderal, Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktur dan Kepala Kantor di lingkungan DJPb.
  3. Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli/diperoleh dari beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
  4. Pegawai adalah aparatur sipil negara yang terdiri dari pegawai negeri sipil (termasuk calon pegawai negeri sipil) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang bekerja di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  5. Atasan Langsung bagi PNS adalah pejabat setingkat lebih tinggi yang membawahi pegawai.
  6. Unit Kepatuhan Internal (UKI) adalah bagian/bidang/seksi   yang   melaksanakan   tugas kepatuhan internal di tiap-tiap unit kerja lingkup DJPb.
  7. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) adalah pihak- pihak dari dalam dan luar organisasi (internal dan eksternal) yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap kinerja, eksistensi, dan kelangsungan DJPb.
  8. Hubungan afiliasi adalah hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak yang terkait dengan kegiatan DJPb, baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya.
  9. Kepentingan pribadi/vested interest adalah keinginan/kebutuhan  pegawai  mengenai  suatu  hal yang bersifat pribadi
  10. Konflik Kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas kinerja yang seharusnya.
  11. Penyalahgunaan wewenang adalah pembuatan keputusan atau tindakan pegawai yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas wewenang yang diberikan oleh peraturan/perundang-undangan.
  12. Perangkapan Jabatan adalah pegawai yang memegang jabatan lain yang memiliki konflik kepentingan dengan tugas dan tanggung jawab pokoknya, sehingga tidak dapat menjalankan jabatannya secara profesional, independen, dan akuntabel.
  13. Gratifikasi yaitu pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma- cuma, dan fasilitas lainnya.
  14. Kelemahan Sistem adalah keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena aturan, struktur, dan budaya organisasi DJPb
LANGKAH IMPLEMENTASI

5. Pengadaan Barang dan Jasa

DEFINISI

Istilah-istilah penting yang berkaitan dengan Instrumen Pengadaan Barang/Jasa, antara lain:

  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  2. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  3. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/ Lembaga/ Perangkat Daerah.
  4. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dan i PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
  5. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
  6. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
  7. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
  8. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan penyedia.
  9. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/ pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan! atau e-purchasing.
  10. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
  11. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
  12. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
  13. Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
  14. E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.
  15. Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
  16. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.
  17. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK.
  18. Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut e-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
  19. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  20. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
  21. Tender/ Seleksi Internasional adalah pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan peserta pemilihan dapat berasal dan i pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing.
  22. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
  23. Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  24. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  25. E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
  26. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/ KPA/ PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola


LANGKAH IMPLEMENTASI

6. Modernisasi dan Inovasi Proses Bisnis Layanan Perbendaharaan

DEFINISI
Istilah-istilah penting yang berkaitan dengan instrumen modernisasi dan inovasi proses bisnis layanan perbendaharaan, antara lain:
  1. Modernisasi adalah proses perubahan sosial dan teknologi dan masyarakat tradisional (yang sebelumnya dianggap stabil) ke masyarakat yang lebih maju (masyarakat industri saat ini) yang ditandai dengan perkembangan bidang ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan pemanfaatan teknologi dalam segala bidang.
  2. Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru, penemuan baru yang berbeda dan i yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya yang berupa gagasan, metode atau alat.
  3. Modernisasi dan inovasi proses bisnis layanan perbendaharaan adalah perubahan dan pengenalan hal-hal yang baru terkait aktifitas pekerjaan yang menghasilkan layanan perbendaharaan sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini dengan selalu mengutamakan keamanan dan bebas dari penyalahgunaan teknologi informasi.
  4. Pemangku kepentingan (stakeholder) adalah pihak-pihak dan di dalam dan luar organisasi (internal dan eksternal) yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap kinerja, eksistensi dan kelangsungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
LANGKAH IMPLEMENTASI

7. Program Deteksi dan Kecurangan (red flags)

DEFINISI
  1. Kecurangan atau Fraud adalah tindak penyimpangan clan/ atau penyalahgunaan wewenang yang berkaitan dengan tugas dan fungsi unsur Kementerian Keuangan yang dilakukan oleh unsur Kementerian Keuangan.
  2. Program Deteksi Kecurangan (Red Flags) adalah rangkaian mekanisme, kegiatan clan proses yang dilakukan oleh manajemen (sebagai first line) dan UKI (sebagai second line) untuk mencegah adanya kecurangan dengan mengidentifikasi petunjuk atau indikasi adanya sesuatu yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut (red flags).
  3. Deteksi (Detection) adalah langkah-langkah yang dirancang untuk mengungkap insiden penyimpangan integritas sedekat mungkin dengan waktu ketika insiden tersebut terjadi, atau sebelum insiden terjadi dengan mengidentifikasi upaya atau tindakan dalam persiapan.
  4. Fraud Risk Scenario, yang selanjutnya disingkat FRS, adalah dokumen yang berisi potensi fraud, skema fraud, dan indikator fraud.
  5. Pengendalian Internal merupakan proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
  6. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
  7. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.
  8. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
LANGKAH IMPLEMENTASI

8. Pencatatan (Record Keeping)

DEFINISI
  1. Record Keeping adalah suatu proses pembuatan / penciptaan, penyimpanan, dan pemeliharaan dokumentasi atas informasi yang diperoleh dan i seluruh aktivitas deteksi dan investigasi yang telah dilaksanakan.
  2. Record adalah dokumen yang memiliki nilai bukti (evidence) sebagai hasil dari tugas dan fungsi, serta berhubungan langsung dengan misi., kegiatan, dan,aktivitas organisasi.
  3. Record keeping system adalah prosedur sistematis dimana record suatu organisasi dibuat,. ditangkap, dipelihara dan dihapuskan.
  4. Prinsip record keeping adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dijadikan pedoman untuk melakukan. pencatatan.
  5. Peristiwa adalah sesuatu yang terjadi dan berhubungan dengan integritas.
  6. First line adalah pimpinan unit kerja.
  7. Second line adalah unit penyelenggara kepatuhan internal.
  8. Pemantauan adalah prosedur penilaian yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi atau mengukur pengaruh dan i kegiatan yang sedang berlangsung tanpa mempertanyakan hubungan kausalitas
  9. Validasi adalah proses pembuktian kebenaran informasi atas sebuah peristiwa.
  10. Perekaman adalah proses merekam informasi yang akurat atas sebuah peristiwa ke dalam sistem pencatatan.
  11. Reviu adalah proses evaluasi yang dila.kukan dengan cara membandingkan pencatatan pada periode pencatatan dengan periode sebelumnya dan memberikan perhatian khusus pada informasi yang bersifat spesifik.
  12. Penindakan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan sebuah peristiwa pelanggaran.
LANGKAH IMPLEMENTASI

9. Manajemen Pengaduan dan Perlindungan Whistleblower

DEFINISI
  1. Whistleblower adalah pelapor pelanggaran (bahasa Inggris: whistleblower), atau disingkat sebagai Pelapor, adalah istilah bagi orang atau pihak yang merupakan pegawai atau, mantan pegawai ASN atau PPNPN, pekerja, atau anggota dan i suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang;
  2. Pengaduan/Penyingkapan adalah tindakan pelaporan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum atau melanggar peraturan organisasi, perbuatan tidak etis/tidak semestinya atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi;
  3. Pelapor adalah setiap insan pegawai internal, pegawai stakeholder penerima layanan organisasi termasuk masyarakat atau pihak (orang/lembaga) lainnya yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan/aktivitas layanan dan dalam hal ini
  4. nielakukan pengaduan/ penyingkapan sesuai dengan Sistem Pelaporan Pelanggaran ( Whistleblowing System);
  5. Terlapor adalan setiap insan pegawai, pegawai stakeholder penerima layanan termasuk masyarakat atau pihak (orang/lembaga) lainnya yang terkait dengan kegiatan/aktivitas perilaku melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak semestinya, pelanggaran terhadap kebijakan dan/atau peraturan/ SOP layanan, perbuatan atau perilaku yang dapat menyebabkan kerugian negara;
  6. Benturan Kepentingan (Conflict of Interest) adalah situasi atau kondisi dimana pegawai ASN yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi/golongan atas setiap penggunaan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, sehingga dapat merugikan negara dan mempengaruhi kualitas dan kinerja yang sesuai peraturan atau ketetapan SOP;
  7. Gratifikasi atau Tindakan Penyuapan adalah kegiatan pemberian dan atau penerimaan hadiah/cinderamata dan hiburan, yang dilakukan oleh pegawai ASN atau PPNPN terkait dengan layanan dalam wewenang/jabatannya di organisasi, sehingga dapat menimbulkan benturan kepentinga.n yang mempengaruhi independensi, objektivitas maupun profesionalisme pegawai yang bersangkutan;
  8. Perbuatan Curang adalah perbuatan tidak jujur yang meliputi tindakan antara lain penipuan, pemalsuan, penyembunyian atau penghilangan dokumen/ laporan penting organisasi yang dilakukan oleh pegawai ASN/PPNPN sehingga dapat menimbulkan kerugian terhadap negara maupun pihak lainnya;
  9. Indikasi Awal adalah informasi yang ada didalam pengaduan/penyingkapan, mengandung diantaranya permasalahan, siapa yang terlibat, bentuk dan dasar kerugian, kapan serta tempat terjadinya;
  10. Investigasi adalah kegiatan untuk menemukan bukti-bukti dan atau saksi-saksi terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor, yang telah dilaporkan melalui Sistem Pelaporan Pelanggaran.
LANGKAH IMPLEMENTASI

10. Reviu Independen UKI-E1

DEFINISI
  1. Reviu Independen merupakan kegiatan penilaian secara menyeluruh yang dilakukan oleh pihak independen UKI-E 1 terhadap kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut.
  2. Reviu terkait substansi bisa diartikan sebagai penilaian terhadap isi dan pokok kebijakan yang ditetapkan, apakah memang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penting dan benar-benar dibutuhkan.
  3. Reviu terkait implementasi bisa diartikan sebagai penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut, apakah dapat dilaksanakan, diawasi maupun dipertanggungjawabkan.
  4. Reviu terkait dampak pelaksanaan dapat diartikan sebagai penilaian atas hasil yang dicapai dan/kebijakan tersebut, dimana hasilnya dapat dirasakan, diukur, maupun terlihat adanya perubahan setelah adanya kebijakan tersebut.
LANGKAH IMPLEMENTASI

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |  Hubungi Kami

© 2021 DItjen Perbendaharaan. All Rights Reserved. Managed By DorinteZ

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Layanan Pengaduan

 

 

 

 

Search