Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik: apa yang kita pahami dengan dunia UMKM ? Untuk merespon pertanyaan ini barangkali tidakl mudah, walaupun banyak usaha UMKM bertebaran di sekitar kita,
Mari kita lihat karakteristik UMKM berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021. Dari kategorisasi modal usaha dan jumlah penjualan per tahun, maka diperoleh data sebagai berikut: 1) jumlah Usaha mikro sekitar 63,96 juta unit dimana mereka memiliki modal usaha maksimal satu miliar rupiah dengan hasil penjualan tahunan paling banyak dua miliar rupiah; 2) jumlah Usaha kecil sekitar 194 ribu unit dimana mereka memiliki modal usaha lebih dari satu miliar rupiah hingga lima miliar rupiah dengan hasil penjualan lebih dari dua miliar rupiah hingga 15 miliar rupiah; 3) jumlah Usaha menengah sekitar 44,7 ribu unit dimana mereka memiliki modal usaha lebih dari lima miliar rupiah hingga sepuluh miliar rupiah dengan hasil penjualan lebih dari 15 miliar rupiah hingga 50 miliar rupiah per tahun. Bagaimana kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional ? Soal kontribusi UMKM, nggak usah ditanya lagi sebab sumbangan UMKM sangat moncer. Sebut saja, kontribusi terhadap penyediaan lapangan kerja sekitar 90%, terhadap ekspor nasional hampir 15%, dan terhadap PDB Nasional mencapai 61%.
Pemberdayaan Perlu Sinergi
Melihat kontribusi UMKM yang sangat signifikan dalam menggerakkan roda perekonomian nasional tersebut, kebijakan pemberdayaan terhadap UMKM tampaknya merupakan suatu keharusan dan urgen untuk dilakukan. Ada beberapa alasan atas urgensi melakukan pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan. Pertama, kapasitas produksi UMKM relatif kecil dimana kebanyakan usahanya dijalankan sendiri ataupun pegawai dengan jumlah terbatas. Kedua, kualitas produksi tidak tetap dan dapat berganti sesuai kondisi. Ketiga, lokasi transaksi ekonomi tidak tetap dan dapat berpindah-pindah. Keempat, sistem pembukuan yang belum baku, karena masih bercampur dengan uang pribadi; aturan kebijakan usaha dan sistem administrasi belum jelas. Kelima, tidak memiliki legalitas atau izin usaha. Keenam, jumlah modal yang terbatas. Terakhir, kurangnya pemahaman tentang pemasaran digital karena terbatasnya literasi digital sehingga akses ke pasar masih belum optimal.
Terkait dengan pemberdayaan UMKM di Aceh, selama periode November 2021 sampai April 2022, Kementerian Keuangan Satu Aceh (kolaborasi dari Kanwil DJPb, Kanwil DJBC, Kanwil DJP, dan Kanwil DJKN) telah menyelenggarakan delapan kegiatan pemberdayaan UMKM. Kemudian, guna melanjutkan kegiatan pemberdayaan UMKM, Kemenkeu Satu Aceh bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), melaksanakan pelatihan bagi UMKM Aceh kategori Expert Export, juga peninjauan Desa Devisa, yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas melakukan ekspor komoditi ke luar negeri. Kegiatan ini telah dilaksanakan di Bener Meriah pada tanggal 28 Juni 2022. Kegiatan semacam ini in line dengan kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022 dimana salah satu fokusnya yaitu: optimalisasi teknologi digital untuk mendorong transformasi ekonomi, terutama financial inclusion dan pemberdayaan UMKM.
Dalam kegiatan ini, terdapat beberapa materi pelatihan yang disampailkan oleh narasumber dari Kanwil Kemenkumham Aceh, empat Kanwil Kemenkeu Satu di Aceh, dan juga LPEI. Pada kegiatan ini juga dihadiri oleh Dinas Koperasi dan UMKM Aceh, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, Dinas Koperasi dan UKM Bener Meriah, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bener Meriah.
Kanwil DJPB menyoroti mengenai KUR. KUR, seperti diketahui, adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Tujuan pembiayaan KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing UMKM, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Saat ini, suku bunga KUR yang dibayar debitur KUR hanya sebesar 6% efektif per tahun.
Realisasi KUR per 22 Juni 2022 mencapai Rp1,25 triliun yang disalurkan ke 19.109 debitur. Kota Banda Aceh menjadi daerah terbesar yang menyalurkan KUR (Rp121,56 miliar atau 9,70% dari total penyaluran KUR di Aceh). Sementara itu, penyaluran KUR terkecil berada di Kota Sabang (Rp2,24 miliar atau sebesar 0,18%). Di Kabupaten Bener Meriah, per 22 Juni 2022 memiliki jumlah Debitur KUR sebesar 762 orang dengan jumlah penyaluran Rp32,57 miliar (atau 2,60%).
Kanwil DJP menyoroti tentang pembukuan pajak, terutama pengenaan pajak UMKM yang sebesar 0,5%. Selain itu, juga dibahas subjek pajak dan objek pajak. Subyek pajak dapat berupa orang pribadi dan badan usaha, dengan jangka waktu dihitung sejak tahun pajak PP berlaku (untuk WP lama) dan tahun pajak terdaftar (untuk WP baru), sebagai berikut: a) Orang pribadi, jangka waktu 7 tahun; b) Badan usaha, berbentuk PT (jangka waktu 3 tahun) dan CV, Firma dan Koperasi (jangka waktu 4 tahun). Selanjutnya, objek pajak adalah penghasilan dari usaha (baik usaha dagang, industry, dan jasa seperti took/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya), peredaran bruto (omzet) setahun tidak melebihi Rp4,8 miliar, dan omzet ditotal dari seluruh gerai/outlet, baik pusat atau cabang.
Kanwil Bea Cukai menyoroti tiga hal penting berkaitan dengan Aceh Ekspor 2021 sampai dengan 2022 sebagai berikut: a) Aceh Merdeka Ekspor. Kanwil Bea Cukai Aceh menjadi partisipan dalam acara pelepasan ekspor 3,8 ton biji kopi Arabika Gayo ke Amerika Serikat pada Agustus 2021 lalu di Kabupaten Bener Meriah. Pelepasan tersebut dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia dan dipimpin secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo dari Istana Kepresidenan Bogor dalam acara Merdeka Ekspor 2021; b) Beberapa dasar hukum terkait pelaksanaan Aceh Export National Logistic Ecosystem (NLE); c) Ada empat fase Roadmap Export Logistic Ecosystem Kantor Wilayah DJBC Aceh, yaitu: mulai Fase I, Submit dokumen PEB di KPPBC Lhokseumawe sampai Fase IV, proses transhipment shipping line untuk tujuan ekspor.
Selanjutnya, Kanwil DJKN menyoroti lelang sebagai instrument jual beli yang baru. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. Lelang ada tiga jenis, yaitu: lelang eksekusi, lelang non eksekusi, dan lelang non eksekusi sukarela.
Terkait dengan UMKM adalah lelang non eksekusi sukarela dimana lelang dilakukan atas barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha secara sukarela. Per 28 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024 untuk Lelang Non eksekusi Sukarela atas objek lelang berupa produk UMKM pengenaan tarifnya sebesar: 1% untuk Bea Lelang Penjual; dan 0% untuk Bea Lelang Pembeli.
Jadi, masing-masing Unit eselon I yang tergabung dalam Kemenkeu Satu memiliki peranan penting dalam pemberdayaan UMKM di Aceh. Kanwil DJKN menyediakan kedai lelang UMKM, yaitu instrumen jual beli baru. Pelaksanaannya yang efektif, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai instrumen jual beli mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
UMKM yang masih terkendala dalam hal pembiayaan, pemerintah pusat memiliki program KUR dan UMi yang nantinya diharapkan dapat diakses dengan mudah oleh UMKM. Produk UMKM yang layak dieskpor dapat dikoordinir oleh Kanwil Bea Cukai. Pembukuan pajak UMKM selanjutnya dapat berkoordinasi dengan Kanwil DJP. Sinergi antar unit eselon I ini sangat diperlukan dalam rangka pemberdayaan UMKM di Aceh.
Penutup
Kegiatan pelatihan bagi UMKM Aceh kategori Expert Export dan peninjauan Desa Devisa di Kabupaten Bener Meriah diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan pemahaman para UMKM untuk melakukan ekspor komoditi unggulan di daerahnya. Selain itu, dampak ikutannya adalah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, menggerakkan perekonomian daerah Bener Meriah dan sekitarnya, dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh. Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenkeu Satu di Aceh tetap berkomitmen tinggi untuk melaksanakan beberapa kegiatan lanjutan terhadap pemberdayaan UMKM yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun 2022. Bagaimanapun, optimalisasi pemberdayaan UMKM akan semakin meningkat dengan semakin terbangunnya sinergi antara berbagai instansi vertikal pemerintah pusat dengan mitra kerja stakeholders yang berada di daerah, baik di level kabupaten/kota maupun di level provinsi Aceh.***
Kontributor: Praptono Djunedi, Zulfan, dan Elya Dhama Yanthi (Tim Bidang PPA II Kanwil DJPb Aceh)