Jl. Khatib Sulaiman No. 3 Padang

Analisis Tematik ALCo Regional Periode April 2024 Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Kinerja Sektor Perekonomian Regional

 

Local Issues – Lebaran di Tengah Bencana

Perayaan Ramadhan dan Idul Fitri di Sumatera Barat pada bulan April 2024 berlangsung di tengah cuaca ekstem dan beberapa rentetan bencana alam. Dalam enam bulan terakhir, Sumatera Barat telah berulang kali dilanda banjir bandang, longsor, banjir lahar, dan erupsi Gunung Marapi. Dari bulan Januari hingga April 2024, Gunung Marapi tercatat sudah meletus sebanyak 170 kali. Marapi merupakan gunung dengan jumlah letusan terbanyak sepanjang 2024, setelah Gunung Semeru. Pada 5 April 2024, dua hari setelah erupsi Gunung Marapi yang melontarkan abu vulkanis hingga ketinggian 1,5 kilometer, banjir lahar dingin menghantam sejumlah wilayah di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Terdapat kerusakan pada 61 rumah, 38 tempat usaha, dan 16,5 hektare lahan sawah di Kabupaten Agam. Jalan Padang-Bukittinggi di Kabupaten Tanah Datar pun sempat tertutup total karena luapan air dan material lain dari sungai di bawah jalan yang tersumbat.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Padang Pariaman melaporkan wilayah Sumbar diguyur hujan intensitas sedang hingga lebat selama musim Lebaran 2024. Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, telah menyurati Presiden Joko Widodo  terkait maraknya bencana alam melanda wilayahnya menjelang Lebaran 2024. Mahyeldi mengirim surat nomor: 300.2/351/SET/IV/2024, tertanggal 8 April 2024. Rentetan bencana alam dan cuaca ekstrem ini turut berdampak pada penurunan aktivitas pariwisata, meskipun jumlah pemudik meningkat. Menurut DPP Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Sumbar, jumlah kunjungan wisatawan di objek-objek wisata Sumbar mengalami penurunan sebesar 20% dibandingkan tahun lalu.

Urgensi Menangani Ancaman Perubahan Iklim

Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi  atmosfer secara global yang berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya. Berdasarkan publikasi Climate Risk Country Profile oleh Asian Development Bank (2021), Indonesia berada di peringkat sepertiga teratas negara dalam hal risiko iklim, dengan paparan yang tinggi terhadap semua jenis risiko iklim banjir, dan panas ekstrem. Berdasarkan Climate Change Performance Index 2024, Indonesia menempati peringkat 36 dari 67 negara dengan skor 57,20 kategori Low Performance. Tren suhu permukaan di Indonesia terus mengalami kenaikan. Dari tahun 1901 s.d. 2021 Indonesia mengalami kenaikan suhu sekitar 0,66°C dengan tingkat kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,02% per tahun. Rata-rata kenaikan muka air laut Indonesia mencapai 0,8 – 1,2 cm per tahun. Sebagai negara maritim, kenaikan muka air laut mengancam Kawasan pesisir dan eksistensi pulau-pulau kecil di Indonesia. Indonesia adalah peringkat kelima di dunia dari jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dataran rendah.

Produksi beras sangat rentan terhadap perubahan iklim karena kemungkinan besar terjadi perubahan pola El Niño secara global mempengaruhi awal dan lamanya musim hujan. Temperatur yang lebih tinggi juga diperkirakan akan mengurangi hasil panen padi. Perubahan iklim juga kemungkinan besar berdampak pada ketersediaan air, manajemen risiko bencana, pembangunan perkotaan, khususnya di wilayah pesisir, serta kesehatan dan gizi, yang berimplikasi pada kemiskinan dan kesenjangan.

Pemanasan global memicu berubahnya karakterisitik cuaca/iklim ekstrem dan nyata telah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Provinsi Sumatera Barat serta menyebabkan meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrem. Suhu udara Sumatera Barat yang cukup tinggi, yaitu antara 22,6° C sampai 31,5° C. Sumatera Barat memiliki tipe iklim Ekuatorial yaitu daerah yang antara musim hujan dan musim kemarau tidak jauh berbeda sehingga memiliki dua puncak musim hujan atau bisa dikatakan tidak memiliki  musim kering. Selain dipengaruhi oleh faktor regional, cuaca di Sumatera Barat dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu adanya angin laut serta adanya Bukit Barisan yang memanjang di sepanjang pulau Sumatera dapat berpengaruh dalam pembentukan hujan. Hal tersebut diatas menyebabkan Wilayah Sumatera Barat memiliki curah hujan yang tinggi sehingga memiliki risiko terjadinya bencana hidrometeorologi yaitu bencana yang dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya(banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem).

Dampak Perubahan Iklim terhadap Perekonomian

 

                    

Dengan menggunakan model vector autoregressive integrated moving average dampak keterjadian bencana Hidrometerologi terhadap penurunan sektor perekonomian Sumatera Barat diperoleh hasil :

  • Bencana banjir mengakibatkan sektor yang paling terdampak adalah perdagangan dengan penurunan PDRB secara rata-rata sebesar 5,82 miliar, diikuti sektor pertanian dengan penurunan PDRB sebesar 5,23 miliar.
  • Kejadian tanah longsor mengakibatkan sektor perdagangan  terdampak paling signifikan dengan penurunan nilai PDRB rata- rata sebesar 11,02 miliar serta penurunan PDRB sector transportasi sebesar 9,88 miliar dan sektor pertanian sebesar 9,50 miliar.
  • Cuaca ekstrem mengakibatkan penurunan PDRB rata rata sebesar 120,20 miliar pada sektor transportasi, sektor perdagangan mengalami penurunan PDRB sebesar 55,49 miliar. 

 

Sumber: BPS, BNPB, 2010–2023

 

Hasil Regresi Pengaruh Bencana terhadap Pertumbuhan Ekonomi

 

Berdasarkan hasil regresi pengaruh bencana terhadap pertumbuhan ekonomi diperoleh hasil sebagai berikut:

  1. Dengan Tingkat signifikansi 10% dapat terlihat bahwa banjir dan tanah longsor signifikan menurunkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat.
  2. Ketika terjadi tambahan 1 kasus bencana banjir di Provinsi Sumatera Barat, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat secara rata-rata akan langsung turun signifikan sebesar 0,03% poin dengan asumsi variabel lainnya tidak mengalami perubahan.
  3. Ketika terjadi tambahan 1 kasus bencana tanah longsor di Provinsi Sumatera Barat, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat secara rata-rata akan langsung turun signifikan sebesar 0,09% poin dengan asumsi variabel lainnya tidak mengalami perubahan.
  4. Penurunan yang signifikan ini terjadi karena ketika terjadi bencana banjir dan tanah longsor, maka produksi pertanian akan terhambat, akses konektivitas akan terganggu dan kegiatan perekonomian masyarakat menjadi terhambat. Hal ini menyebabkan output dari sektor Pertanian, Perdagangan, Transportasi dan lainnya akan mengalami penurunan yang berimbas pada turunnya perekonomian di Provinsi Sumatera Barat.

Policy Responses

  1. Sektor perekonomian yang paling terdampak bencana yang disebabkan perubahan iklim adalah sektor perdagangan dan sektor pertanian
  2. Pemerintah harus melakukan antisipasi dalam penanggulangan banjir yang memberikan dampak terhadap permasalahan Kemiskinan di Sumatera Barat.
  3. Pemerintah Pusat dan daerah harus mampu secara integrative melakukan kebijakan pencegahan terhadap Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan menata dengan baik Tata Ruang Wilayah dalam menjaga pertumbuhan perekonomian daerah.
  4. Segera membangun kembali /memperbaiki sentra pertanian terdampak serta melakukan rekonstruksi infrastruktur.
  5. Mempercepat pemulihan sektor Pariwisata  yang akan dapat memberikan multiplier effect kepada Lapangan usaha lainnya.
  6. Memberikan Bansos kepada masyarakat terdampak agar konsumsi rumahtangga tetap terjaga.
  7. Mencari jalur alternatif sehingga distribusi barang kembali lancar.

 


 

Dibuat oleh : Tim Penyusun ALCo Regional Kanwil DJPb Sumbar

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Barat
Jl. Khatib Sulaiman No.3, Padang Sumatera Barat 25173
Call Center: 14090
Tel: (0751) 7059966 Fax: (0751) 7051020

IKUTI KAMI

Search