Jakarta, djpb.kemenkeu.go.id,- Kementerian Keuangan mendorong reformasi struktural untuk mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi, mempercepat pemulihan ekonomi, serta memacu transformasi ekonomi yang berkualitas. Pemerintah terus melakukan penyederhanaan, sinkronisasi dan pemangkasan regulasi guna membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat. Reformasi struktural dalam sektor riil ini sangat mendasar untuk memberi kemudahan berusaha kepada usaha ultra mikro (UMi) dan UMKM, menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, melahirkan inovasi baru, serta tetap memberikan perlindungan bagi pekerja dan memperhatikan lingkungan hidup.
Pemerintah terus memberikan kemudahan berusaha melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 193/PMK.05/2020 tentang Pembiayaan UMi. Hal ini dilakukan agar usahawan UMi memiliki akses permodalan untuk mengembangkan usahanya. Jika sebelumnya pengusaha UMi memperoleh subsidi bunga dan relaksasi dalam pembayaran, kini bertambah melalui pemanfaatan uang elektronik dan penambahan lembaga penyalur. Tujuan akhirnya agar sector UMi dapat bertahan bahkan tumbuh dan berkembang menopang perekonomian nasional.
Melalui PMK tersebut, proses bisnis Pembiayaan UMi disempurnakan agar dapat dikelola secara lebih efektif dan efisien, serta memberikan impact yang lebih besar kepada masyarakat, khususnya usahawan UMi. Hal tersebut diungkapkan Direktur Sistem Manajemen Investasi Ludiro saat memberikan sambutan dalam acara sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.05/2020 tentang Pembiayaan UMi secara virtual di Jakarta, Kamis (4/3).
“Setidaknya ada beberapa penyempurnaan sebagai breakthrough dalam PMK 193/2020 untuk mendorong percepatan dan perluasan penyaluran Pembiayaan UMi sehingga lebih banyak pelaku usaha ultra mikro yang dapat mengakses program dana bergulir Pembiayaan UMi," ungkap Ludiro.
Direktur Sistem Manajemen Investasi menjelaskan bahwa penyempurnaan yang pertama adalah perluasan target LKBB yang dapat bermitra dengan BLU PIP sebagai Penyalur Pembiayaan UMI. Sebelumnya, dalam aturan yang lama hanya Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dimiliki atau terafiliasi dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah yang dapat menjadi Penyalur UMi. Namun, sekarang LKBB yang tidak dimiliki ataupun terafiliasi dengan Pemerintah Daerah juga dapat menjadi Penyalur UMi selama dapat memenuhi semua persyaratannya.
Perubahan kedua adalah terkait dengan penambahan baki debet (outstanding) maksimal untuk masing-masing Debitur yang semula ditetapkan sebesar Rp 10 juta, kini meningkat menjadi Rp 20 juta. “Kenaikan batas maksimal tersebut bertujuan untuk mendorong percepatan dan perluasan penyaluran Pembiayaan UMi ke seluruh Indonesia, juga memfasilitasi Debitur yang berdomisili di daerah yang memiliki indeks kemahalan lebih tinggi dari daerah lain,” Jelas Ludiro
Sedangkan perubahan berikutnya adalah penyaluran melalui sarana Uang Elektronik. Hal ini untuk mendukung inklusi keuangan dan program Digitalisasi Pembiayaan UMi dan sebagai bagian dari mitigasi risiko untuk memantau penyaluran Pembiayaan UMi hingga ke tingkat Debitur.
Tak ketinggalan dalam kegiatan yang diikuti oleh para Direktur lingkup Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan, Direktur Utama dan para Direktur Pusat Investasi Pemerintah (PIP), para Kepala Kanwil lingkup Ditjen Perbendaharaan dan para Kepala KPPN di seluruh Indonesia ini, Ludiro menyampaikan peran sinergi dan kolaborasi pada seluruh pihak dalam mensosialisasikan program UMi ini. [itw/lrn/aaw]