Halo, #SobatSultra!??
Sabtu (03/09), Presiden Joko Widodo menyampaikan Penyesuaian harga beberapa jenis BBM bersubsidi yang mana hal terebut merupakan pilihan yang sulit bagi Pemerintah. Penyesuaian harga tersebut disikapi oleh berbagai kalangan masyarakat secara beragam, yang mana beberapa diantaranya dengan melakukan aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM.
Menyikapi hal tersebut, Jumat (09/09), Kantor Wilayah DJPb Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai salah satu representasi Kementerian Keuangan di daerah menyelenggarakan Konferensi Pers. Bertempat di Ruang Rapat Kanwil DJPb Sulawesi Tenggara, beberapa media terundang seperti TVRI, Antara, Kendari Pos, Rakyat Sultra dan Berita Kota hadir dalam kegiatan tersebut.
Dalam Konferensi Pers tersebut Plt Kepala Kanwil DJPb Prov. Sultra, Joko Pramono menyampaikan adanya kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi harga keekonomian BBM di Indonesia. Konsumsi BBM subsidi sendiri sudah mencapai 73% dari kuota yang ditetapkan untuk Pertalite, dan 65% untuk Solar. Pemerintah telah menganggarkan dengan memberikan tambahan dana untuk subsidi maupun kompensasi yang awalnya senilai Rp152,5 T menjadi Rp502,4 T, jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari APBN 2022. Kenaikan jumlah subsidi dan kompensasi tahun 2022 sangat besar, Jika dibandingkan dengan subsidi dan kompensasi tiga tahun sebelumnya yakni Rp144,4 triliun pada 2019, Rp199,9 triliun pada 2020, dan Rp188,3 triliun tahun 2021. Meskipun harga BBM sudah dinaikkan, dana APBN yang dianggarkan untuk pemberian subsidi dan kompensasi BBM mencapai kisaran Rp 591T s.d. Rp 649T. Hal tersebut akan mempersempit ruangan fiskal tahun anggaran 2023.
Kemudian, hanya sebanyak 5% subsidi Solar dan 20% dari subsidi kompensasi Pertalite yang dinikmati oleh masyarakat yang berhak. Ini membuktikan bahwa skema subsidi tersebut ternyata masih tidak tepat sasaran karena sebagian besar BBM bersubsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu.
Implementasi kebijakan Pemerintah diwujudkan melalui PMK No. 134/PMK.07/2022, yang mana melalui regulasi ini pemerintah daerah ikut berkontribusi memberikan dukungan berupa menganggarkan belanja perlindungan sosial untuk periode Oktober 2022 sd. Desember 2022 sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.
Adapun belanja perlindungan sosial tersebut dipergunakan antara lain (i) pemberian bantuan social termasuk kepada ojek, UMKM, dan Nelayan, (ii) Penciptaan lapangan kerja, dan/atau (iii) pemberian subsidi sector transportasi angkutan umum di daerah. Anggaran belanja tersebut dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU) serta 2% Dana Transfer Umum (DTU) dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk subsidi transportasi angkutan umum,ojek, nelayan dan perlindungan sosial tambahan.
Dengan demikian, alokasi bantuan sosial tahun 2022 yang awalnya sebesar Rp431,5 T mendapatkan tambahan sebesar Rp24,17 T. Tambahan dana sebesar Rp24,7 T tersebut diperuntukkan bagi 20,65 juta KPM yang akan menerima Rp150.000/bulan selama 4 bulan dengan total Rp12,4 T. Terdapat juga bantuan sebesar Rp600.000/pekerja untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta/bulan dengan total 9,6 T. Selain itu 2% dari DTU (DAU dan DBH) sebesar Rp2,17 T juga dianggarkan untuk mendanai perlinsos, penciptaan lapangan kerja, dan subsidi/bantuan sektor transportasi. Belanja wajib yang dianggarkan oleh pemerintah ini tidak termasuk dalam 25% belanja wajib dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun 2022.
#DJPbHAnDAL #PerlindunganSosial #BantuanLangsungTunai #BantuanSubsidiUpah #APBNuntukRakyat