Gedung Prijadi Praptosuhardjo III B Lantai 2
JI. Wahidin II No. 3, Jakarta Pusat 10710

Pojok Zona Integritas

Mengenal Bahasa Isyarat: Cara Kecil Kita Menjadi Lebih Besar untuk Sesama

 

JAKARTA - Rabu pagi (18/06) ada suasana berbeda di Ruang Middle Office KPPN Jakarta I. Biasanya ruangan ini digunakan untuk koordinasi atau diskusi internal, tapi pagi itu berubah menjadi ruang belajar yang hangat dan inklusif. Semua pegawai berkumpul, bukan untuk membahas target penyerapan anggaran atau penilaian kinerja, tapi untuk mempelajari sesuatu yang sangat manusiawi—tentang bagaimana menjadi lebih peka, lebih terbuka, dan lebih memahami mereka yang berbeda cara berkomunikasinya: teman-teman tuli.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program capacity building dan pelatihan service excellent untuk Triwulan II Tahun 2025. Temanya cukup menggugah: “Pengenalan Budaya Tuli dan Belajar Bahasa Isyarat.” Tidak hanya soal menambah keterampilan teknis dalam pelayanan publik, tapi juga memperluas perspektif dan membangun empati.

Acara dimulai dengan pemutaran video singkat tentang pentingnya akses informasi bagi penyandang disabilitas. Video itu cukup membuka mata: bahwa keterbatasan fisik bukan berarti keterbatasan potensi. Lalu suasana hangat dilanjutkan dengan pembukaan oleh MC dari Duta Pengarusutamaan Gender KPPN Jakarta I, dilengkapi doa pagi dan yel-yel khas yang membangkitkan semangat seluruh peserta.

Kepala KPPN Jakarta I, Bapak Jamaluddin Ambo Dai, membuka sesi pelatihan dengan pesan yang menyentuh. Beliau menyampaikan bahwa kita perlu membiasakan diri untuk tidak hanya melihat, tapi juga melihat lebih dalam. Dunia ini luas, dan mitra kerja kita bisa berasal dari berbagai latar belakang, termasuk penyandang disabilitas. Bahkan dalam formasi CPNS atau rekrutmen BUMN, sudah ada alokasi khusus bagi mereka. Artinya, bukan tidak mungkin suatu hari kita akan bekerja bersama, berdiskusi, bahkan memberikan layanan kepada rekan atau pengguna layanan dari kelompok tuli.

 

 

Lalu muncul pertanyaan reflektif: apakah kita siap? Apakah kita bisa memberi pelayanan yang setara dan manusiawi jika kita bahkan tidak tahu cara menyapa mereka?

Pelatihan hari itu dibimbing oleh Ibu Jannah Sabrina sebagai narasumber utama dan Bapak Ayyub Syahrul sebagai juru bahasa isyarat. Mereka tidak hanya mengajarkan teori, tapi juga membawa para peserta masuk ke dalam dunia yang selama ini mungkin terasa asing. Dunia tanpa suara, tapi penuh makna.

Salah satu hal penting yang disampaikan adalah perbedaan antara istilah "tuli" dan "tunarungu". Ternyata, “tuli” bukan sekadar kondisi medis, tapi identitas. Sebuah budaya. Mereka menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa ibu, dan berkomunikasi secara visual. Maka tak heran jika mereka sangat mengandalkan gerakan, ekspresi wajah, cahaya, getaran, bahkan posisi duduk yang memungkinkan tatap muka langsung.

Banyak hal sederhana yang mungkin tidak kita sadari menjadi sangat penting bagi teman tuli. Seperti cahaya yang cukup agar mereka bisa membaca isyarat tangan, atau getaran ponsel yang jadi satu-satunya penanda jika ada pesan masuk. Ada juga istilah unik seperti "long bye", salam perpisahan khas komunitas tuli yang bukan hanya lambaian tangan, tapi sebuah percakapan mini yang tulus dan hangat sebelum benar-benar pamit.

Kemudian masuk ke sesi latihan. Peserta diajak belajar Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) dari abjad dan angka, kata sapaan, kata tanya, hingga istilah-istilah sehari-hari. Tidak berhenti di teori, beberapa pegawai juga maju ke depan untuk praktik langsung. Ada yang masih malu-malu, ada juga yang langsung percaya diri. Tapi satu hal yang sama: semua terlihat antusias.

Suasana jadi semakin menarik ketika muncul pertanyaan dari peserta: bagaimana cara berkomunikasi dengan teman tuli dari luar negeri? Narasumber menjelaskan bahwa komunikasi lintas negara bisa dilakukan dengan bahasa isyarat internasional, dan tentunya memanfaatkan fitur video call. Bahkan untuk kegiatan religius seperti mengaji, kini sudah ada pesantren khusus teman tuli dan bahasa isyarat untuk ayat-ayat Al-Qur'an.

Pelatihan hari itu ditutup dengan penuh kesan. Para pegawai pulang tidak hanya membawa ilmu baru, tapi juga cara pandang yang baru. Sebuah pemahaman bahwa menjadi inklusif bukan soal program atau proyek, tapi soal kesadaran bahwa kita hidup berdampingan dengan keberagaman. Dan pelayanan yang baik, pada akhirnya, adalah pelayanan yang bisa menjangkau semua, tanpa kecuali.

Semoga apa yang dipelajari hari itu tidak berhenti di ruangan pelatihan, tapi terus tumbuh menjadi kebiasaan—kebiasaan untuk lebih peduli, lebih terbuka, dan lebih manusiawi dalam bekerja dan melayani.

Karena kadang, cara kita memahami orang lain bukan dimulai dari bicara, tapi dari belajar mendengarkan dengan cara yang berbeda. 🤟

 

***

KPPN Jakarta I, IHSAN !!!
Inovatif, Harmonis, Sigap, Akuntabel, Nyaman

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search