Jakarta, djpb.kemenkeu.go.id,- Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan dan memaksa seluruh negara di dunia berubah. Dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi sangat luar biasa. Pemerintah pun bergerak dengan cepat untuk meresponsnya.
"UU nomor 2 tahun 2020 menjadi landasan bagi pemerintah menghadapi COVID-19 dan dampaknya, terutama menggunakan instrumen keuangan negara untuk melindungi masyarakat dari ancaman krisis sosial ekonomi dan keuangan. APBN, keuangan negara bekerja luar biasa keras. Tahun lalu kita bahkan mengubah dua kali APBN dengan Perpres 54 dan Perpres 72 tahun 2020. Saya sangat memahami Bapak dan Ibu sekalian, Pimpinan lembaga dan pemerintah daerah, juga mengalami tantangan dalam mengelola keuangan negara yang harus bergerak secara fleksibel dan responsif," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keynote speech pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2021 yang diselenggarakan secara daring, Selasa (14/09).
Sejak tahun lalu, pemerintah telah memulai sejumlah program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang terdiri atas sejumlah klaster, mulai dari kesehatan, perlindungan sosial, hingga dukungan UMKM dan korporasi. Program yang berjalan pada situasi serbacepat ini tetap harus memiliki akuntabilitas yang baik.
"Berbagai program ini dilakukan dan didesain di tengah-tengah krisis yang memang sangat dinamis. Kita memahami kemungkinan munculnya risiko, sehingga dalam perencanaan maupun pelaksanaan kita libatkan lembaga penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan BPKP. Yang tidak kalah penting, berkonsultasi dan berkomunikasi dengan BPK," tegas Menkeu pada kegiatan yang diikuti oleh para pimpinan lembaga tinggi negara, pimpinan dan anggota serta auditor BPK, para kepala lembaga negara dan menteri, Kapolri, Jaksa Agung, serta para gubernur, bupati, dan walikota ini.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 yang mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK menjadi bukti nyata upaya pemerintah mempertahankan akuntabilitas tersebut. Di tengah tantangan pandemi, tidak terdapat lagi Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang mendapat opini Disclaimer/Tidak Menyampaikan Pendapat (TMP). Sebanyak 84 LKKL dari 86 K/L atau 97,7% mendapatkan Opini WTP. Capaian positif kualitas pengelolaan keuangan daerah juga makin meningkat, terdapat 486 dari 542 Pemda atau 89,7% mendapatkan opini WTP pada tahun 2020. "Saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah yang terus menjaga dan mengelola keuangan negara, menjaga integritas, dan membangun tata kelola dengan baik. Karena yang kita gunakan adalah uang rakyat, kita harus mempertanggungjawabkan secara baik," ucap Menkeu.
Menkeu juga mengapresiasi upaya Ditjen Perbendaharaan merekam pengalaman menghadapi pandemi melalui buku "Mengawal Akuntabilitas Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2020" yang diluncurkan pada kesempatan yang sama, untuk dapat dijadikan sumber informasi bagi K/L maupun kalangan akademisi dan praktisi. Talk show yang akan digelar pada hari ini pun diharapkan akan memberikan role model bagi para peserta tentang bagaimana menangani COVID-19, membantu masyarakat, dan membangkitkan kembali ekonomi.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Hadiyanto dalam laporannya mengungkapkan bahwa Rakernas Akuntansi ini terselenggara berkat sinergi dan dukungan berbagai pihak, antara lain beberapa unit eselon I internal Kementerian Keuangan, BPK RI, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, seluruh Kementerian Negara/Lembaga, dan seluruh Pemerintah Daerah.
"Tujuan penyelenggaraan Rakernas Akuntansi antara lain adalah sebagai upaya berkesinambungan untuk menyatukan komitmen, membangun sinergi antar stakeholders, untuk meningkatkan tata kelola, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan negara, baik lingkup pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Juga untuk memberikan apresiasi atas raihan opini WTP dari BPK RI kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah seperti yang direkomendasikan oleh DPR RI," jelas Dirjen Perbendaharaan. [LRN/TAP]