Marisa, djpbn.kemenkeu.go.id - Rekonsiliasi kemungkinan tidak diperlukan lagi. Saat ini harus dilakukan karena data yang dipergunakan berbeda, (data satker) SAI dan data KPPN (SAU). Namun nanti data yang dipergunakan adalah data satker semua, otomatis tidak perlu dilakukan rekonsiliasi.
Pandangan tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Gorontalo Sudarso pada hari Selasa (13/8/2013) di hadapan segenap pegawai KPPN Marisa. Sudarso melakukan kunjungan kerja perdana ke KPPN Marisa selama dua hari. Kakanwil muda yang energik, low profile, dan murah senyum ini menyampaikan berbagai pandangan mengenai tantangan ke depan yang dihadapi Ditjen Perbendaharaan pascaimplementasi PMK 169 sebagai pengganti PMK 101.
"Tantangan ke depan semakin berat, bukan tambah ringan. Barangkali nanti proses pencairan dana akan lebih sederhana, apalagi nanti setelah (implementasi) SPAN yang saat ini telah masuk tahap UAT. Pekerjaan akan lebih banyak dilakukan by system sehingga tahapan-tahapan lebih mudah diikuti dan jika terjadi kekeliruan dapat teridentifikasi sejak awal. Proses klerikal akan dilakukan oleh mesin, otomatis pada gilirannya proses pelaporan keuangan akan menjadi lebih cepat, sederhana, dan akurat", ungkap kakanwil tentang mekanisme pelaporan setelah pemberlakuan SPAN.
TANTANGAN PELAYANAN
Salah satu butir penting yang diungkapkan kakanwil di depan segenap punggawa KPPN Marisa adalah urgensi nilai lebih pada proses pelayanan. Hal yang sebagian besar melibatkan jajaran front officer (termasuk CSO) ini memegang peranan strategis bagi kepuasan stakeholders. Perubahan peran ke depan, tantangan, pasti akan selalu terjadi. Kemungkinan terjadinya tuntutan stakeholders untuk penyaluran dana tanpa melalui KPPN, seperti contoh terkini pencairan BLSM. Bagaimana kita berupaya melakukan pembenahan atas apa yang ada saat ini, continous improvement, adalah hal yang lebih sulit daripada sekadar pembenahan sarana dan prasarana.
Kualitas pelayanan DJPBN telah diakui termasuk yang terbaik di antara institusi Kementerian Keuangan yang memiliki kantor daerah. Kecenderungan penurunan kualitas pelayanan, sebagaimana dilaporkan oleh lembaga riset perguruan tinggi, tidak mengandung arti penurunan kualitas pelayanan itu sendiri, tetapi karena dinamika tuntutan stakeholders yang dilayani. Kalau dulu "cepat" sudah cukup, lalu berkembang harus "cantik", kemudian dituntut pula harus "ramah", melayani dengan senyum.
Kakanwil mengungkap dua tantangan utama yang harus dihadapi KPPN agar tetap survive. Pertama, bagaimana kita memberikan nilai tambah pada pekerjaan yang bersifat analitikal. Pada manajemen satker KPPN adalah bagaimana mendidik satker agar lebih pintar. Pendekatannya mirip pendekatan yang dilakukan oleh perbankan. Pendekatan dimaksud adalah pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing customer. KPPN harus melakukan pemetaan (karakteristik) satker untuk tujuan pembelajaran sehingga mereka dapat mengelola keuangan dengan benar.
Kedua, karena organisasi akan berpengaruh pada bisnis proses dan regulasi maka kita tetap mengikuti SOP yang akan menjadi payung hukum bagi kita. "Cermati SOP, jika ada hal yang mungkin kurang sesuai, kita sampaikan masukan, laporan, dan rekomendasi perbaikannya", sambung kakanwil berusia 45 tahun ini.
PERGESERAN PARADIGMA
Mengenai kebijakan yang diambil oleh Menteri Keuangan melalui PMK 169, kakanwil mengilustrasikan beberapa perubahan paradigma yang sangat mendasar. Pertama adalah pergeseran dari pekerjaan yang bersifat klerikal menjadi analitikal (terutama pada kanwil). Pekerjaan ketatausahaan yang sebelumnya memiliki porsi yang lebih banyak, digeser oleh pekerjaan yang membutuhkan kemampuan berpikir analitis. Hal ini menciptakan kebutuhan baru pada kanwil mengingat adanya kelangkaan SDM yang memiliki kualifikasi memadai.
Pergeseran paradigma yang lain adalah dari pergeseran dari inward-looking ke outward-looking, mulai mengurus pengelolaan keuangan pihak luar, dalam hal ini keuangan daerah. Hal yang disoroti kakanwil adalah banyak pekerjaan yang semestinya merupakan wewenang kita namun belum tersentuh. Selain itu, data-data strategis yang kita miliki juga belum diolah dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Satu contoh yang dikemukakan Kakanwil adalah pengelolaan keuangan daerah. Selama ini kita tidak mengajarkan dan memastikan bahwa pengelolaan keuangan pemerintah daerah telah sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar.
PENEMPATAN PEGAWAI
Mengenai penempatan para pegawai di KPPN Marisa, kakanwil mengimbau agar para pegawai selalu menikmati dan mensyukurinya. Sebagai perbandingan, kakanwil mencontohkan perjalanan karier yang pernah dijalani di Nabire sekitar tahun 2003. Untuk menuju ke sana, perjalanan awal ke Biak harus ditempuh hampir 6 jam. Kemudian masih harus melanjutkan perjalanan dengan pesawat lagi ke tempat tujuan (Nabire). Meskipun sudah memegang tiket pesawat, belum tentu calon penumpang dapat terbang pada saat yang telah dijadwalkan.
"KPPN Marisa sudah bagus, kantor sudah bagus, rumah dinas sudah tersedia, tinggal dipikirkan untuk para pelaksana," imbuh kakanwil yang menempuh karier awal di Medan ini. "Bagaimana kita bisa memberikan nilai tambah atas keberadaan kita di KPPN dan bagaimana KPPN juga bisa memberikan nilai tambah kepada masyarakat dalam pengelolaan keuangan negara. Muaranya adalah bagaimana kantor kita dapat memiliki kinerja yang lebih baik dari tahun ke tahun." Demikian wejangan sang kakanwil
Oleh Kontributor KPPN Marissa : Suwandi Pringadie