Jl. Martadinata, Kel. Simboro, Kec. Simboro Kepulauan, Mamuju, Sulawesi Barat

PENGAJUAN SPM UP

 Dasar Hukum

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.05/2022 tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah.
  3. Peraturan  Menteri  Keuangan Nomor  97/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.05/2018 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.05/2016 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara yang Bersumber Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
  9. Peraturan  Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri.
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
  11. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
  12. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2022 tentang Tata Cara Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan Menggunakan Kartu Kredit Pemerintah Domestik 

 Ketentuan Terkait Uang Persediaan

  1. Untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari.
  2. Untuk membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
  3. KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional Satker dalam 1 (satu) bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP.
  4. UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran:
    1. Belanja Barang (akun 52); 
    2. Belanja Modal (akun 53); dan
    3. Belanja Lain-lain (akun 58).
  5. UP yang diajukan berupa:
    1. UP Tunai adalah UP yang diberikan dalam bentuk uang tunai kepada Bendahara Pengeluaran/BPP melalui rekening Bendahara Pengeluaran/BPP yang sumber dananya berasal dari rupiah murni; dan
    2. UP Kartu Kredit Pemerintah adalah uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.
  6. Proporsi pengajuan UP ke KPPN Jakarta II adalah sebagai berikut:
    1. Besaran UP tunai sebesar 60% (enam puluh persen) dari besaran UP; dan
    2. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran UP.
  7. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan terhadap: 
    1. Perubahan UP melampaui besaran UP; dan
    2. Perubahan proporsi besaran UP tunai yang lebih besar sebagaimana dimaksud pada poin nomor 6 dengan dengan mempertimbangkan:
      1. Frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun.
      2. Kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan yang melampaui besaran UP.
  8. KPA dapat mengajukan UP dalam bentuk UP tunai sebesar 100% apabila memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP hanya sampai dengan Rp.2.400.000.000;- (dua miliar empat ratus juta rupiah).
  9. Pembayaran kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
  10. Saldo kas tunai BP/BPP pd akhir hari kerja paling banyak Rp. 50.000.000,-.
  11. Penggantian UP (SPM-GUP) dapat dilakukan jika dana UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (ima puluh persen).
  12. Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP tunai ke KPPN Jakarta II harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumiah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP.

 Besaran Uang Persediaan

  1. Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2.400.000.000;
  2. Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp2.400.000.000 sampai dengan Rp6.000.000.000;
  3. Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp6.000.000.000.

 Sanksi Terkait Uang Persediaan

  1. Dalam 1 (satu) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan, jika satker tidak mengajukan penggantian UP maka Kepala KPPN Jakarta II menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA (sesuai format dalam PMK-190).
  2. Dalam 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum dilakukan pengajuan penggantian UP (revolving UP), maka Kepala KPPN Jakarta II akan memotong UP sebesar 25%.

 Jenis-jenis Uang Persediaan

  1. Uang Persediaan Tunai; dan
  2. Uang Persediaan KKP (Kartu Kredit Pemerintah).

 Alur Permohonan Persetujuan UP ke KPPN melalui aplikasi SAKTI

 Alur Pembuatan SPM UP pada SAKTI

 Alur Pelayanan

UANG PERSEDIAAN TUNAI RUPIAH MURNI (RM)

Syarat Pengajuan UP Tunai RM

Satker harus sudah menyelesaikan kewajiban administrasi Tahun Anggaran Sebelumnya, antara lain: 
  1. Sisa UP/TUP tahun anggaran sebelumnya sudah nihil;
  2. Sudah melakukan rekonsiliasi UAKPA bulan Desember TA sebelumnya;
  3. Sudah menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember TA sebelumnya; dan
  4. Sudah menyampaikan syarat-syarat awal tahun anggaran (SK Pejabat Pengelola Keuangan & Spesimen Tanda Tangan).

Dokumen Persyaratan Pengajuan SPM UP

  1. Cetakan SPM yang sudah ditandatangani basah >> diupload di dok. pendukung SPM hasil scan yang telah ditandatangani PPSPM pada aplikasi SAKTI. 
  2. Detail CoA SPM dari SAKTI >> diupload di dok. pendukung SPM hasil scan yang telah ditandatangani PPSPM pada aplikasi SAKTI.
  3. Surat Pernyataan UP dari KPA >> diupload di dok. pendukung Surat Pernyataan UP pada aplikasi SAKTI. 
  4. Surat Pernyataan Pengecualian Implementasi KKP dari KPA (khusus satker mitra kerja KPPN Jakarta II dengan pagu dibawah 1 milyar) >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.
  5. Surat Persetujuan Porsi UP Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dari Kepala KPPN Jakarta II >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.
  6. Surat Pernyataan akan Menyelesaikan Rekonsiliasi (jika SPM UP diajukan sebelum open period rekonsiliasi bulan Desember dibuka) >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.
  7. Copy persetujuan rekening dari KPPN (untuk rekening bendahara baru) >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.

Kode SPM

UANG PERSEDIAAN KARTU KREDIT PEMERINTAH (UP KKP)

Pengertian UP KKP

UP KKP merupakan uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran LS yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.

Ketentuan terkait UP KKP

  1. Porsi dihitung dari pagu DIPA yang sumber dananya Rupiah Murni (RM).
  2. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran UP.
  3. Kepala Kanwil DJPb dapat memberikan persetujuan atas perubahan proporsi UP-KKP berupa kenaikan atau penurunan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah.
  4. Khusus bagi satker mitra kerja KPPN Jakarta II dengan pagu 52 & 53 di bawah 1 miliar, wajib melampirkan Surat Pernyataan Pengecualian Implementasi KP dari KPA.
  5. Atas persetujuan porsi KKP yang diterbitkan oleh KPPN Jakarta II, satker tidak perlu mengajukan SPM UP KKP ke KPPN Jakarta II karena persetujuan tersebut hanya berupa limit KKP yang dipegang oleh satker.
  6. Persetujuan atas kenaikan/perubahan proporsi UP-KKP diberikan dengan pertimbangan:
    1. Kebutuhan penggunaan UP-KKP dalam 1 bulan, melampaui besaran UP-KKP; dan
    2. Frekuensi penggantian UP-KKP yang lalu lebih dari rata-rata 1 kali dalam 1 bulan dalam 1 (satu) tahun.
  7. Persetujuan atas penurunan proporsi UP-KKP diberikan dengan pertimbangan:
    1. Kebutuhan penggunaan UP Tunai dalam 1 bulan, melampaui besaran UP Tunai;
    2. Frekuensi penggantian UP Tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 kali dalam 1 bulan dalam 1 tahun; dan
    3. Terbatasnya penyedia barang/jasa yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA.

Jenis-jenis Kartu Kredit Pemerintah

  1. KKP Perjalanan Dinas (KKP-PD), digunakan untuk pengeluaran yang termasuk dalam komponen biaya berjalanan dinas. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp20 juta untuk masing masing kartu. KKP-PD dapat dipergunakan untuk:
    1. pembayaran biaya transport (tiket, dll);
    2. penginapan; dan/atau
    3. sewa kendaraan dalam kota.
  2. KKP Belanja Operasional (KKP-BO), yang biasanya dipegang oleh Pejabat Pengadaan satker, digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional kantor (belanja barang) dan belanja modal dengan maksimal pembayaran kepada 1 rekanan paling banyak sebesar Rp50 juta. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp50 juta dan dapat dinaikkan sampai dengan Rp200 juta. KKP-BO dapat dipergunakan untuk:
    1. belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya;
    2. belanja barang non operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional lainnya;
    3. belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi;
    4. belanja sewa;
    5. belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya;
    6. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya;
    7. belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya; dan/ atau
    8. belanja modal dengan nilai belanja paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Tahapan setelah satker menerima Persetujuan Porsi KKP dari Kepala KPPN  Mamuju

  1. Menunjuk 1 (satu) Bank Penerbit KKP yang sama dengan tempat rekening Bendahara Pengeluaran dibuka sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018;
  2. Menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Satker dengan Bank sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018;
  3. Menetapkan pemegang KKP/ Admin KKP sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018;
  4. Mengajukan permohonan penerbitan KKP kepada Bank Penerbit KKP sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018;
  5. Menyampaikan fotocopy PKS Satker yang telah ditandatangani beserta addendum/perubahannya (apabila ada) kepada KPPN Jakarta II;
  6. Segera menetapkan Standard Operating Procedure (SOP) intemal terkait norma waktu penggunaan, penyelesaian tagihan, dan pertanggungjawaban KKP dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  7. Dapat mengajukan perubahan besaran UP dan/atau perubahan proporsi UP sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 178/PMK.05/2018 dan PMK No. 196/MK.05/2018.

Batasan Belanja Menggunakan Dana UP KKP

  1. Batasan belanja (limit) KKP dalam rangka keperluan belanja operasional dan belanja modal maksimal sebesar limit kartu yang ditetapkan dalam Surat Referensi yang disampaikan ke bank, paling banyak sebesar Rp50 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan. 
  2. Batasan belanja (limit) KKP dalam rangka keperluan belanja perjalanan dinas jabatan maksimal sebesar limit kartu yang ditetapkan dalam Surat Referensi yang disampaikan ke bank penerbit KKP, paling banyak sebesar Rp20 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan. 
  3. Total batasan belanja (limit) KKP Satker paling banyak sebesar UP Kartu Kredit Pemerintah yang telah disetujui Kepala KPPN Jakarta II.
  4. Total besaran UP-KKP, penggunaan UP-KKP dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP KKP.
  5. Pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP-KKP adalah paling banyak 40% dari pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP.

Pelaksanaan Pembayaran Dengan Kartu Kredit Pemerintah

  1. Pemegang KKP melakukan belanja, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Belanja menggunakan KKP dilakukan sesuai jenis KKP-nya;
    2. Sebelum melakukan pembayaran menggunakan KKP terlebin dahulu harus dipastikan bahwa transaksi menggunakan KKP tersebut tidak dikenakan charge oleh merchant (toko/penyedia barang/jasa);
    3. Pemegang KKP mengumpulkan dokumen berupa:
      1. Tagihan (e-billing)/ Daftar Tagihan Sementara;
      2. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas/ Perjanjian/ Kontrak; dan
      3. Bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/ bukti pembelian);
    4. Daftar Tagihan Sementara sebagaimana dimaksud di atas, dihasilkan dari sistem perbankan Bank Penerbit KKP;
    5. Kuitansi/ bukti pembelian disertai dengan faktur pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan/ atau Bukti Penerimaan Negara (dalam hal pajak telah disetor Penyedia Barang/Jasa) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
    6. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, Pemegang KKP membuat:
      1. Daftar Pengeluaran Rill (DPR) kegiatan operasional dan belanja modal dengan KKP; dan/ atau
      2. Daftar Pengeluaran Rill (DPR) kegiatan perjalanan dinas jabatan dengan KKP;
    7. DPR sebagaimana dimaksud di atas, dibuat menggunakan Aplikasi SAS dan Aplikasi SAKTI.
  2. Pengujian Oleh PPK:
    1. Pemegang KKP menyampaikan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan dilampiri dokumen, berupa Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara, Surat Tugas/ Surat Perjalanan Dinas/ Perjanjian/ Kontrak; dan bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/ bukti pembelian), kepada PPK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah Tagihan (e-billing) /Daftar Tagihan Sementara diterima dari Bank Penerbit KKP.
    2. Berdasarkan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/ atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan beserta dokumen sebagaimana tersebut di atas, PPK melakukan pengujian terhadap:
      1. kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;
      2. kebenaran materiil dan perhitungan bukti-bukti pengeluaran;
      3. kebenaran perhitungan Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara;
      4. kesesuaian perhitungan antara bukti pengeluaran dengan tagihan (e-billing) / daftar tagihan sementara;
      5. kesesuaian jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan KKP; dan
      6. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa dalam perjanjian/ kontrak, dokumen serah terima barang/jasa, dan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa.
    3. Berdasarkan hasil pengujian, PPK mengesahkan sebagianseluruhnya bukti-bukti pengeluaran dan menerbitkan Daftar Pembayaran Tagihan (DPT) KKP yang dibuat melalui Aplikasi SAKTI.
  3. Penolakan Bukti-Bukti Pengeluaran oleh PPK
    1. Dalam hal terdapat bukti-bukti pengeluaran yang tidak memenuhi ketentuan, PPK menolak bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan  oleh Pemegang KKP.
    2. Penolakan bukti-bukti pengeluaran tersebut disampaikan kepada Pemegang KKP melalui Surat Pemberitahuan Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah DPR dan dan dokumen lampirannya diterima.
    3. Surat Pemberitahuan Penolakan sebagaimana dimaksud, dibuat sesuai dengan format yang ditetapkan dalam PMK-196/PMK.05/2019.
  4. Penerbitan SPBy oleh PPK
    1. Berdasarkan DPT KKP yang telah diterbitkan, PPK atas nama KPA menerbitkan SPBy paling lambat 2 hari kerja setelah DPT KKP ditetapkan. 
    2. PPK menyampaikan SPBy kepada BP/BPP paling lambat 1 hari kerja setelah diterbitkan, dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: 
      1. Surat Tugas/ Perjalanan Dinas/ Surat Perjanjian/ Kontrak;
      2. Kuitansi/ bukti pembelian yang telah disahkan oleh PPK;
      3. Faktur pajak dan/ atau SSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
      4. Nota/ bukti penerimaan barang/ jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan oleh PPK;
      5. DPTKKP yang telah ditetapkan oleh PPK; dan
      6. Tagihan (e-billing)/ Daftar Tagihan Sementara.
  5. Pengujian SPBy oleh Bendahara PengeluaranBendahara Pengeluaran Pembantu
    1. Berdasarkan SPBy beserta lampirannya yang diterima dari PPK, BP/BPP melakukan: 
      1. Pengujian SPBy;
      2. Pengujian ketersediaan dana UP KKP; dan
      3. Penyusunan daftar pungutan/ potongan/ pajak/ bukan pajak atas tagihan dalam SPBy.
    2. Pengujian SPBy meliputi:
      1. Penelitian kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
      2. Pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi: Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, Nilai tagihan yang harus dibayar, Jadwal waktu pembayaran, dan Ketersediaan dana yang bersangkutan;
      3. Pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/ kontrak; dan
      4. Pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit).
  6. Penerbitan SPP GUP KKP

UANG PERSEDIAAN TUNAI SUMBER DANA PNBP

Dasar Hukum

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  3. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-2/PB/2019 tentang Perubahan atas Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-17/Pb/2013 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  4. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-17/Pb/2013 tentang Ketentuan Lebin Lanjut Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Ketentuan Khusus SPM Uang Persediaan (UP) dana PNBP

  1. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
  2. Pembayaran UP/ TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
  3. Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,-.
  4. Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perdua belas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,-.
  5. Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan setelah Satker pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP paling sedikit sebesar UP yang diberikan.
  6. Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari satker pengguna, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku efektif.

Formula Pencairan Dana PNBP (MP)

MP = (PPP x JS) — JPS

MP : Maksimum Pencairan 

PPP: proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan  

JS : jumlah setoran 

JPS : jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan

Dokumen Persyaratan Pengajuan SPM Uang Persediaan Tunai PNBP

  1. Cetakan SPM yang sudah ditandatangani basah >> diupload di dok. pendukung SPM hasil scan yang telah ditandatangani PPSPM pada aplikasi SAKTI.
  2. Surat Pernyataan UP dari KPA >> diupload di dok. pendukung Surat Pernyataan UP pada aplikasi SAKTI.
  3. Surat Persetujuan UP dari Kepala KPPN Jakarta II >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.
  4. Bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN (khusus untuk satker dengan PNBP Tidak Terpusat) >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.
  5. Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.

Kode SPM

 

UANG PERSEDIAAN TUNAI SUMBER DANA SBSN

 

Ketentuan UP Tunai untuk dana SBSN

  1. Pelaksanaan pembayaran atas kegiatan yang dibiayai dengan SBSN pada awal tahun dilaksanakan setelah diterbitkannya surat pemberitahuan ketersediaan dana pada Reksus SBSN dari DJPb c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Dirjen Perbendaharaan.
  2. Penghentian pembayaran atas kegiatan yang dibiayai dengan SBSN dapat dilakukan jika:
    1. Reksus SBSN kosong atau tidak mencukupi; dan/ atau
    2. DJPPR menyampaikan surat permintaan penghentian pembayaran kepada Dirjen Perbendaharaan.
  3. Dalam pengajuan SPM UP SBSN, KPA memastikan SPM berkenaan diterbitkan dengan mencantumkan sumber dana/cara penarikan RM/RM.
  4. SPM UP SBSN dibuat terpisah dari SPM UP untuk UP Rupiah Murni DIPA.

Dokumen Persyaratan Pengajuan SPM UP dana SBSN

  1. Cetakan SPM yang sudah ditandatangani basah >> diupload di dok. pendukung SPM hasil scan yang telah ditandatangani PPSPM pada aplikasi SAKTI.
  2. Surat Pernyataan UP SBSN dari KPA >> diupload di dok. pendukung Surat Peryataan UP pada aplikasi SAKTI.
  3. Surat Persetujuan UP dari Kepala KPPN Jakarta II >> diupload di dok. pendukung LAINNYA pada aplikasi SAKTI.

Kode SPM

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

  Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
  KPPN Mamuju
  Jalan RE Martadinata, Simboro dan Kepulauan, Mamuju, Sulawesi Barat, 91512
  Call Center: 14090a
  Tel: 0426-2325021 Fax: 0426-2325035

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search