djpb.kemenkeu.go.id,- Pengelolaan risiko keuangan negara yang berjalan saat ini sudah cukup baik, namun demikian, pemerintah tidak berhenti untuk terus berinovasi demi menekan risiko sekecil mungkin untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Ditengah kondisi perekonomian yang tidak pasti, kita perlu belajar bagaimana mengidentifikasi dan mengelola risiko keuangan dari berbagai sektor. Terutama pengelolaan komposisi utang valas dan cadangan devisa serta penyesuaian anggaran ditengah tantangan global”, ungkap Direktur Pengelolaan Kas Negara, Noor Faisal Achmad, dalam Treasury Sharing Session dengan New Zealand Debt Management Office.
Treasury Sharing Session yang diadakan oleh Ditjen Perbendaharaan kali ini mengusung tema “Praktik Sovereign Asset Liability Management (SALM) di Negara Selandia Baru” yang diadakan secara daring pada hari Jumat tanggal 8 Juli 2022. Dengan dimoderatori oleh OTA Advisor Amerika Serikat, Guilermo Tello, dinarasumberi oleh Perwakilan dari New Zealand Debt Managament Office DMO (NZDMO) antara lain Allistiar Birchall, Kepala Neraca dan Transaksi Keuangan, Kim Martin, Kepala Manajemen Utang, dan Matthew Collin, Kepala Pembiayaan, Investasi dan Pasar. Acara ini dihadiri oleh 225 peserta yang terdiri dari seluruh perwakilan dari Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.
Selandia Baru merupakan negara yang mempelopori pengembangan Asset Liability Management (ALM) secara komprehensif. Implementasi Sovereign ALM (SALM) merupakan pengelolaan risiko yang teridentifikasi, termitigasi, dan terkelola dalam melakukan assessment dan memonitoring jenis dan eksposur suatu risiko serta menyusun rencana mitigasi terhadap risiko yang sudah terindikasi. Implementasi SALM di Indonesia sendiri masih perlu mendapat dukungan dari stakeholder pengelola asset dan kewajiban utama yaitu Bank Indonesia (BI) selaku pengelola asset terbesar (cadangan devisa) dan BUMN seperti PLN dan Pertamina yang banyak memiliki eksposur kewajiban valas.
“Aplikasi SALM di Selandia Baru menjalani 2 fungsi utama, yaitu core debt management dan treasury services”, ungkap Kim Martin. Fungsi treasury di Selandia Baru melakukan analisis risiko neraca untuk mendukung strategi fiscal, laporan keuangan, dan pengelolaan utang, sedangkan NZDMO sendiri merupakan unit operasi Treasury yang bertujuan untuk memastikan komposisi utang yang telah diterbitkan dapat menjaga kesinambungan penerbitan instrumen dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko yang terkendali serta mempertimbangkan pengembalian dalam jangka panjang. Aplikasi SALM di Selandia Baru sudah melibatkan Bank Sentral sebagai badan independen dalam mengelola risiko keuangan melalui laporan neraca keuangan masing-masing yang nantinya digunakan untuk pengambilan keputusan sesuai dengan fungsinya.
Aplikasi ALM di Indonesia sendiri masih dalam scope terbatas, koordinasi dengan Bank Indonesia masih memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah dalam mengelola kewajiban valuta asing. “Di satu sisi, pemerintah berusaha memenuhi kewajiban devisanya secara efektif dan efisien, sedangkan bank sentral ingin menjaga stabilitas nilai tukar yang menjadi tujuan kebijakannya”, jelas Faisal. Melalui pengembangan SALM, diharapkan pengelolaan risiko keuangan di Indonesia semakin efektif dan efisien dalam menghadapi risiko dari internal maupun eksternal.
(Tuty Alawiyah Lubis)