Jakarta,djpbn.kemenkeu.go.id - Perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016 merupakan salah satu indikator transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang baik. Namun, penilaian oleh BPK ini belum tentu mencerminkan bahwa pengelolaannya sudah seratus persen bebas dari korupsi.
“Ibarat membangun rumah, kita bisa saja berupaya sekuat tenaga untuk membangun pagar, memasang kunci, alarm dsb., tetapi toh itu tidak akan pernah menjamin penuh atau menihilkan sama sekali potensi adanya pencurian,” jelas Direktur Jenderal Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono dalam program Metro Pagi Prime Time, Metro TV Selasa (23/05).
Dijelaskan oleh Marwanto, fungsi monitoring dan pengawasan yang efektif melalui berbagai tools tetap sangat diperlukan. Terpenuhinya kriteria kesesuaian dengan kaidah Standar Akuntansi Pemerintah, ketaatan kepada aturan perundangan, efektivitas pengendalian internal, serta pengungkapan kepada publik diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya korupsi atas keuangan negara.
Marwanto menambahkan, indikator laporan keuangan pemerintah yang baik meliputi kesesuaian dengan standar, dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintahan; compliance/kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan; adanya sistem yang dibangun dengan baik sehingga pengendalian internal berjalan dan apabila muncul hal kecil yang bersifat deviasi dapat segera diatasi; serta semua penjelasan dicantumkan lengkap dalam catatan atas laporan keuangan untuk transparansi dan akuntabilitas.
Sejak tahun 2004 penyusunan laporan dan pertanggungjawaban keuangan pemerintah sudah diupayakan dengan berbagai cara agar comply terhadap aturan perundang-undangan, di-declare semua penjelasan secara jelas kepada publik, dan ada aparatur internal yang mengawasi.
“Yang sudah dilakukan secara riil antara lain aturannya secara bertahap dibuat agar akuntabel dan transparan, karena berangkat dari kondisi yang belum diatur. Kemudian dalam menyusun laporan, diperlukan juga sumber daya yang memiliki keahlian spesifik, dibutuhkan waktu untuk membangun sebuah institusi yang dilengkapi dengan sumber daya yang cukup. Berikutnya adalah membangun awareness terhadap pertanggungjawaban laporan keuangan pemerintah yang sudah dilaksanakan, di mana pelaporan keuangan pemerintah biasanya relatif kurang menarik bagi publik dibandingkan dengan perencanaan anggaran misalnya. Di lapangan, juga tidak mudah mendorong seluruh K/L untuk mematuhi semua aturan yang ada,” jelasnya.
Ditambahkan oleh Marwanto, pemanfaatan teknologi informasi untuk otomatisasi dan pembangunan SDM agar memiliki awareness terhadap laporan keuangan pemerintah merupakan langkah yang sedang terus dikembangkan oleh Kementerian Keuangan melalui Ditjen Perbendaharaan untuk menuju laporan keuangan pemerintah yang semakin baik, sehingga prestasi pencapaian opini WTP dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Perlu waktu 12 tahun untuk meraih opini WTP dari BPK atas LKPP karena penyusunan laporan keuangan pemerintah, seperti disampaikan oleh Marwanto, adalah sesuatu yang coverage-nya luas sekali. “(Penyusunan laporan keuangan) dikerjakan oleh lebih dari 28.000 satuan kerja pemerintah. Terdapat 87 Kementerian/Lembaga Negara ditambah satu BA BUN yang dikelola Kementerian Keuangan yang pengelolaan keuangannya harus dipertanggungjawabkan,” tutur Marwanto. Mulai tahun 2014 kondisi pelaporan keuangan lebih baik lagi karena sistem yang dianut sudah tidak lagi cash basis ataupun cash towards accrual, tetapi sudah accrual basis.
Menanggapi pernyataan dari BPK agar pemerintah pusat maupun daerah jangan terlalu fokus pada WTP, melainkan fokus agar anggaran bisa menyejahterakan rakyat, Marwanto menerangkan bahwa dalam mengelola keuangan negara telah diterapkan performance based budgeting yang bukan hanya mengukur input dan output, tetapi juga mengukur outcome. Banyaknya faktor yang bisa memengaruhi outcome membuat pengukurannya tidak mudah, bahkan belum banyak negara yang mampu menerapkannya secara konsisten, tetapi pemerintah terus mengarah kepada penerapan anggaran berbasis kinerja dan pengukuran outcome-nya secara optimal.
Selanjutnya, dalam segmen dialog program Metro Siang di Metro TV (24/05), Marwanto menggarisbawahi bahwa salah satu imbas positif dari dikeluarkannya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016 adalah meningkatnya trust baik pihak internal maupun eksternal seperti investor. “Artinya pemerintah telah berhasil mengelola keuangan negara secara benar sesuai prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Dengan kata lain, Indonesia telah memiliki laporan keuangan pemerintah yang akuntabel dan kredibel,” ujarnya. [LRN]
Oleh : Media Center Ditjen Perbendaharaan