Jakarta,djpbn.kemenkeu.go.id - Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan gabungan dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), yang disusun guna mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Laporan yang telah disusun kemudian diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan BPK akan menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut.
Tahun ini, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sesuai dengan standar, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2016. Opini tersebut merupakan opini WTP pertama kali yang diperoleh pemerintah pusat sejak menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN mulai tahun 2004. Dalam laporannya, BPK menyampaikan bahwa LKPPN Tahun 2016 telah menyajikan secara wajar seluruh aspek yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Masih terdapat beberapa temuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan yang rekomendasinya akan ditindaklanjuti oleh pemerintah, tetapi dijelaskan oleh BPK bahwa temuan tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran LKPP Tahun 2016.
Upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Perbendaharaan sebagai unit in charge Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dalam mewujudkan laporan keuangan pemerintah yang lebih akuntabel antara lain meliputi penyempurnaan kebijakan akuntansi agar pencatatan dapat disajikan secara memadai sesuai dengan SAP berbasis akrual; penerapan single database dalam penyusunan LKKL melalui aplikasi e-Rekon LK sehingga prosedur penyusunan LKKL lebih sederhana sekaligus meminimalkan terjadinya selisih pencatatan (suspen); meningkatkan kualitas SDM; memperbaiki pencatatan dan menyempurnakan peraturan terkait Saldo Anggaran Lebih (SAL) sehingga penyajiannya menjadi lebih akurat; menerapkan amortisasi Aset Tak Berwujud; serta menyempurnakan peraturan.
Langkah di atas antara lain diambil oleh pemerintah pusat untuk menindaklanjuti rekomendasi permasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP Tahun 2015. Sebagaimana disebutkan oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara dalam pidato penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Sidang Paripurna DPR di Jakarta pada Jumat (19/05), salah satunya adalah terkait suspen (perbedaan realisasi Belanja Negara yang dilaporkan Kementerian Lembaga dengan yang dicatat oleh Bendahara Umum Negara (BUN)). Dengan single database melalui e-Rekon dan sistem informasi penyusunan LKPP yang lebih baik, tidak ada lagi suspen pada LKPP Tahun 2016.
Diperolehnya opini WTP atas LKPP menggambarkan bahwa pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat telah sesuai dengan tata kelola dan praktik pengelolaan keuangan yang baik (best practices) serta sesuai dengan ketentuan perundangan. LKPP beropini WTP juga memberikan informasi kepada publik bahwa APBN telah dikelola secara efisien, transparan, dan akuntabel, yang diharapkan juga memberikan hasil pembangunan berupa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan menurunnya tingkat kemiskinan. Pemerintah mengharapkan dengan LKPP yang mendapatkan opini WTP kepercayaan publik termasuk investor kepada Pemerintah Indonesia semakin meningkat sehingga dapat mendorong percepatan pembangunan terutama pada sektor-sektor yang menjadi prioritas nasional. [LRN/berbagai sumber]
oleh : Media Center Ditjen Perbendaharaan