Berita Nasional

(Seputar Ditjen Perbendaharaan)

Mbah Maridjan Putri, Debu Merapi Dan Derita Pengungsi

Liputan Penyerahan Sumbangan DJPBN kepada Korban Pengungsi Letusan Merapi
Yogyakarta, perbendaharaan.go.id &ndash Dibalik kesuksesan seorang pria terdapat seorang wanita yang Kuat mendukungnya. Pernyataan ini sepertinya begitu Kuat diresapi oleh para ibu-ibu anggota Dharma Wanita Ditjen Perbendaharaan (DJPBN). Ketika para suami sibuk dengan pekerjaan rutinnya di kantor, beberapa anggota inti dari organisasi tersebut meninggalkan persiapan perayaan Idul Adha keluarganya untuk mengikuti kegiatan pemberian sumbangan secara langsung kepada para pengungsi dan korban letusan Gunung Merapi di Yogyakarta dan sekitarnya.

Dipimpin oleh Ketua Pusat Dharma Wanita DJPBN, Ibu Herry Purnomo, para ibu yang berjumlah delapan orang tersebut menyambangi beberapa titik tempat para pengungsi gunung Merapi bermukim. &ldquoSengaja kami tidak menyalurkan sumbangan pada sentra pengungsian besar yang sudah banyak menerima bantuan. Kami lebih memilih tempat pengungsian yang jauh dari publikasi dan minim bantuan,&rdquo ujar ibu tiga orang putri tersebut.

Pada kesempatan kali ini, Perdossi (Perhimpunan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) turut berpartisipasi memberikan sejumlah bantuan berupa 500 lembar kain sarung.  Sedangkan beberapa bantuan lainnya berupa baju-baju bekas yang masih layak, mukena, makanan didatangkan langsung dari Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

Persinggahan Pertama: &ldquoPersembunyian&rdquo Mbah Maridjan Putri
Setelah melakukan rapat koordinasi penyaluran bantuan pada Senin pagi (15/11) yang dipimpin oleh Kepala Kanwil Prov. DI Yogyakarta, Rudi Widodo, beberapa anggota Dharma Wanita yang telah datang satu hari sebelumnya seperti Ibu Herry Purnomo, Ibu Rudi Widodo, Ibu Minto Widodo dan Ibu Kiswandoko mendatangi tempat &ldquopersembunyian&rdquo Mbah Maridjan Putri, isteri Mbah Maridjan yang meninggal dunia akibat awan panas yang dikeluarkan oleh gunung api yang dijaganya. Rumah yang menjadi tempat tinggal Mbah Maridjan Putri beserta keluarganya ini merupakan tempat persembunyian yang ketiga dari wartawan media massa dan cetak sejak letusan Gunung Merapi pertama.

Kedatangan para ibu perwakilan Dharma Wanita tersebut disambut langsung oleh Mbah Maridjan Putri (77 tahun) dan Asih, anak pertama yang digadang-gadang kelak menggantikan peran Mbah Maridjan (83 tahun) untuk menjaga Gunung Merapi. Terlihat beberapa orang sanak saudara dan relawan ikut menerima rombongan tersebut di lantai atas sebuah rumah berlantai dua itu.

Sosok Mbah Maridjan Putri yang dibalut dengan kebaya lusuh dan kain jarik terlihat sangat lugu dan polos. Air wajahnya terlihat kosong dan lelah seperti mencari ketenangan dan kedamaian yang beliau dapatkan ketika masih tinggal di Desa Kinahrejo yang dulunya hijau dan asri. Sepanjang pertemuan dengan Ibu-ibu Dharma Wanita, beliau lebih banyak diam, tersenyum dan kalaupun berbicara hanya beberapa patah kata dalam bahasa Jawa yang halus.

&ldquoKami datang untuk menyampaikan rasa simpati dan bela sungkawa atas wafatnya Mbah Maridjan sekaligus ingin memberikan bantuan kepada keluarganya,&rdquo ucap Ibu Herry Purnomo membuka pertemuan tersebut. Beberapa kalimat yang membesarkan hati serta memberikan semangat pun meluncur kemudian dari ketua organisasi yang aktif dengan beberapa kegiatan ini. &ldquoSemoga keadaan akan membaik dan kita dapat beraktivitas seperti sebelumnya,&rdquo tambah beliau menyemangati.

Asih, yang menjadi juru bicara keluarga Mbah Maridjan menyatakan rasa syukur dan terima kasih yang mendalam atas perhatian yang diberikan. Ketika ditanyakan mengenai kronologi wafat bapaknya, Asih menyampaikan bahwa Mbah Maridjan sudah meminta beliau dan keluarga untuk meninggalkan rumah sebelum erupsi pertama Gunung Merapi. &ldquoKalau saya yang turun malah akan ditertawakan ayam,&rdquo cetus Mbah Maridjan dalam bahasa Jawa ketika diminta kesediaannya turun gunung bersama seperti yang diutarakan Asih. &ldquoBeliau sangat memegang amanah yang diberikan kepadanya,&rdquo tambahnya mengenang sosok yang bergelar R N Mas Penewu Suraksohargo.

Setelah beramah tamah sambil mendengarkan situasi yang mencekam pada detik-detik erupsi Gunung Merapi, Ibu Herry Purnomo atas nama keluarga besar Dharma Wanita DJPBN memberikan sumbangan berbentuk barang dan sejumlah uang kepada Mbah Maridjan Putri beserta keluarganya.

Persinggahan Kedua: Perumahan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Perjalanan amal kemudian dilanjutkan kearah kompleks perumahan yang dimiliki Universitas Sanata Dharma yang tidak begitu jauh dari pusat kota Yogyakarta. Sederet rumah yang sejenis tersebut tampak dijejali anak-anak manusia yang bervariasi usianya. Insan tua muda terlihat menyatu di dalam beberapa petak rumah yang asing bagi mereka sendiri. Siapa menyangka bahwa mereka merupakan penduduk sebuah desa wisata yang dapat meraup pemasukan sampai lebih dari setengah milyar hanya dalam kurun waktu dua tahun (jogjatrip.com) dan pada akhirnya terpaksa mengungsi meninggalkan mata pencahariannya untuk menyelamatkan diri dari awan panas dan debu Gunung Merapi.

Desa Pentingsari yang terletak di Kelurahan Cangkringan, Kabupaten Sleman tersebut merupakan salah satu desa wisata di lereng Gunung Merapi yang musnah dilalap awan panas selain Desa Kinahrejo (desa tempat tinggal Mbah Maridjan, red) dan Umbulharjo. Desa yang dihuni sekitar 103 Kepala Keluarga dan berpenduduk total sekitar 347 orang tersebut, terpaksa dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban akibat erupsi dan awan panas Gunung Merapi.

&ldquoPenduduk Desa Pentingsari seluruhnya kami evakuasi dan tempatkan di sini (perum univ. Sanata Dharma, red), &ldquo ujar Ajung, koordinator pengungsi yang sehari-hari sebagai karyawan Garuda Indonesia di Airport Adi Sucipto, Yogyakarta. &ldquoDesa ini merupakan binaan Garuda Indonesia sejak tahun 2008, sangat potensial. Sejak kami (Garuda Indonesia, red) tangani jumlah pengunjung meningkat tajam dari sekitar 300an orang pada tahun 2007 menjadi 20 ribu orang pada tahun 2009,&rdquo tambah pria asli Banjarmasin ini.

Keterangan tersebut disampaikan Ajung kepada Ibu Herry Purnomo dan rombongan Dharma Wanita DJPBN yang datang meninjau tempat pengungsian para penduduk Desa Pentingsari tersebut. Perberhentian pertama para Ibu di kompleks perumahan tersebut adalah dapur umum yang terletak di bagian tengah. Keliatannya Ibu Ketua Pusat Dharma Wanita DJPBN ingin memastikan kebutuhan harian dari para pengungsi yang menurut informasi sedang kehabisan beras dan kebutuhan pangan pokok.

Setelah itu, ketika para anggota Dharma Wanita berbicara lebih lanjut kepada para ibu pengungsi di dapur umum, Ibu Herry Purnomo mengunjungi beberapa rumah yang dihuni pengungsi untuk menanyakan kabar dan memberikan motivasi. &ldquoBagaimana kabarnya, Ibu dan Bapak?&rdquo tanya ibu kepada penghuni salah satu rumah. &ldquoMasih berniat kembali ke rumah di desa setelah mengalami bencana seperti ini?&rdquo lanjut beliau penuh tanda tanya. Seorang bapak paru baya pun menjawab,&rdquoKami tidak punya pilihan lain saat ini, Bu. Kalau Merapi berhenti meletus, tentu kami  akan kembali untuk membangun desa kembali.&rdquo

&ldquoMemang yang mereka butuhkan saat ini adalah kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Akan tetapi kedepannya, mereka membutuhkan bantuan untuk memulihkan perekonomian desanya seperti sediakala,&rdquo jelas Ajung kepada rombongan didampingi Lurah Desa Penting Sari yang juga datang menyambut. Hal ini diamini oleh Ibu Herry Purnomo dan beliau berharap segalanya akan kembali normal. &ldquoKami mendoakan agar bencana ini cepat berlalu dan para penduduk akan kembali beraktifitas seperti sebelumnya,&rdquo doa Ibu Herry penuh keyakinan dan diamini oleh Ibu-ibu yang lain yang berada tidak jauh dari beliau.

Persinggahan Ketiga: Desa Bolawen, Mlati, Sleman

&ldquoKini Merapi sedang gila,
Membuat kita semakin merana,
 tidur beratapkan tenda,
Makan pun juga seadanya,
Jagalah kesehatan anda&rdquo

Sebuah puisi berima yang berlatar belakang Gunung Merpai dan Merbabu tersebut tertulis miring di papan tulis dekat tempat penerimaan bantuan dan sumbangan korban pengungsi di sebuah Kapel yang terletak di Padukuhan Bolawen, Desa Tlogohadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Secara tidak langsung puisi ini menggambarkan perasaan para penduduk beberapa desa di Kecamatan Cangkringan, Sleman yang ditampung  di sebuah Kapel yang sedang dalam tahapan penyelesaian pembangunan  tersebut. Sekitar 338 orang pengungsi ditampung di bangunan berlantai dua tersebut. Sedangkan sekitar 214 orang lainnya ditampung di beberapa rumah warga sekitar mengingat keterbatasan daya tampung Kapel tersebut.

Inilah tempat perhentian ketiga dari rombongan Dharma Wanita Ditjen Perbendaharaan di hari Senin lalu (15/11). Disambut oleh Camat Mlati, Sukarno dan Koordinator Pengungsi, Kasiyono, rombongan tersebut langsung melihat daftar pengungsi dan meninjau langsung ke ruangan utama yang menampung sebagian besar pengungsi. Tampak pengungsi wanita, anak-anak dan orangtua lanjut usia (lansia) mendominasi jumlah pengungsi yang terlihat sore hari itu. Ketika ditanyakan mengenai hal ini, mereka menjawab bahwa para pengungsi laki-lakinya sebagian besar pulang ke rumahnya di Cangkringan untuk melihat hasil panen buah salak yang masih bisa diselamatkan dari abu vulkanik Gunung Merapi yang mengguyur kebun-kebun mereka.

Setelah berbincang-bincang kepada beberapa lansia di dalam ruangan utama Kapel yang beralaskan tikar tersebut, Ketua Pusat Dharma Wanita DJPBN ditemani Ibu Minto Widodo, Ibu Rudi Widodo serta beberapa ibu yang lain, memberikan secara simbolis sumbangan yang berisikan makanan, baju bekas yang masih layak, dan barang lainnya kepada Kasiyono. &ldquoSemoga bantuan yang tidak seberapa ini dapat membantu para pengungsi di sini dan mari kita berdoa semoga cobaan ini dapat cepat berakhir,&rdquo ucap Ibu Herry Purnomo mengiringi pemberian sumbangan tersebut.

Tour of Merapi: Menjadi Saksi Sisa-sisa Kedashyatan Letusan Merapi
Sepulangnya dari Desa Bolawen, tiga mobil yang membawa rombongan Ibu-ibu Dharma Wanita memisahkan diri dari rombongan mobil pengangkut barang-barang sumbangan yang kembali pulang ke kota Yogyakarta.  Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah melihat dari dekat sisa-sisa keganasan erupsi Merapi yang terjadi pada awal November lalu.

Perjalanan dimulai dari daerah terlarang ditempati  karena terletak pada radius 10 km dari Gunung Merapi yaitu kecamatan Turi, Pakem hingga Cangkringan.  Seluruh daerah yang dilewati terlihat didominasi warna abu-abu dari abu vulkanik Gunung Merapi. Begitu dahsyatnya sehingga hampir seluruh pohon salak yang siap panen tersebut terlihat merunduk karena tidak Kuat menahan beratnya curah hujan abu pada erupsi kedua Merapi (5/11). Desa-desa yang dilewati tak ubahnya seperti kampung mati karena ditinggalkan oleh para penghuninya mengungsi, semakin mencekam di tengah sayup-sayup suara binatang piaraan seperti ayam, kucing dan anjing yang terpaksa ditinggal oleh pemiliknya. Seluruh atap dan pelataran rumah terlihat kotor seperti ditumpahi cairan semen abu-abu dalam jumlah yang banyak.

Memasuki Kecamatan Cangkringan, ruas jalan tampak lebih pekat oleh abu merapi. Jalan ke arah Desa Kinahrejo, tempat tinggal Mbah Marijan tampak dihalangi oleh batang-batang bambu dan pohon yang menandakan tertutupnya daerah tersebut untuk umum. Beberapa ruas jalan lainnya yang mengarah ke beberapa desa juga ditutup untuk menghindari orang-orang selain penduduk setempat memanfatkan kesempatan untuk melakukan tindak kriminal pencurian pada saat rumah-rumah di desa tersebut kosong ditinggalkan penghuninya.

Melihat dari dampak yang disebabkan oleh erupsi Gunung Merapi ini, wajar apabila sektor pariwisata di sekitar lereng Merapi  juga terlihat mati dan kehilangan mata pencahariannya. Seluruh penginapan yang selama ini mengandalkan sejuknya udara dan indahnya pemandangan alam itu tampak tutup, entah sampai kapan. Desa-desa wisata yang biasanya menangguk banyak untung dari turis mancanegara dan lokal pun rusak dan tertutup hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan.

Perjalanan selama 1.5 jam tersebut setidaknya telah membuka mata kami yang selama ini hanya melihat dari siaran televisi. Tidak bisa dibayangkan kepanikan yang terjadi pada saat awan panas dan hujan abu datang menimpa rumah-rumah di lereng Gunung Merapi. Sungguh tidak terbayangkan.

Persinggahan Keempat: Desa Tersan Gede, Srumbung, Magelang
Hari berikutnya, Selasa (16/11) di kala sebagian umat Islam menunaikan Shalat Idul Adha, rombongan Ibu Dharma Wanita DJPBN mempersiapkan diri untuk memberikan bantuan di Kecamatan Srumbung, Magelang, Jawa Tengah. Beberapa anggota inti organisasi isteri pegawai DJPBN terlihat sudah bergabung untuk mengikuti perjalanan amal hari kedua ini, diantaranya Ibu Tata Suntara, Ibu Tri Buwono Tunggal, Ibu Sonny Loho, Ibu Abdul Rahman Ritonga, Ibu Hasudungan, Ibu Bambang Soeroso, Ibu Abdullah Nanung, dan ibu Atlap Noor Syamsoe.

Perjalanan amal tersebut diawali dengan sebuah acara penyerahan bantuan untuk Susilo Hariyanto, Harjoko dan Dwi Karmawati, tiga orang pegawai Kanwil Prov. DI Yogyakarta yang kediamannya terkena abu Merapi dan terpaksa mengungsi ke rumah kerabatnya. Pada kesempatan tersebut, Ibu Herry Purnomo berkesempatan memberikan sumbangan dalam bentuk uang kepada mereka. &ldquoHanya sumbangan ini yang dapat diberikan sebagai tanda kasih kami,&rdquo kata beliau diiringi isak tangis dari Susilo yang tidak sanggup menahan rasa harunya. &ldquoKami juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas perhatian yang Ibu berikan. Semoga mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT,&rdquo balas Harjoko mengatasnamakan kedua rekannya.

Srumbung merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Magelang yang berbatasan dengan Kecamatan Tempel, Sleman terkenal sebagai penghasil salak pondoh dan salak nglumut, salah satu varietas unggul  salak kualitas ekspor di Indonesia. Kecamatan ini merupakan salah satu daerah yang langsung menerima hujan material vulkanik dari Gunung Merapi karena posisinya berada di kaki gunung yang masih aktif.

Hal ini terlihat dari parahnya kondisi jalan Magelang &ndash Muntilan yang terlihat berkabut karena debu halus Merapi yang terlindas dan terbawa angin kendaraan. Beberapa penduduk yang tinggal di pinggir jalan tersebut terlihat membersihkan abu tebal di pelataran rumahnya dengan menggunakan cangkul dan sekop, sementara yang lain berusaha untuk membasahi pelatarannya dengan menggunakan air. Perjalanan amal ini pun dilanjutkan ke arah Desa Tersan Gede, Kecamatan Salam yang berjarak sekitar empat kilometer  dari jalan poros Magelang &ndash Muntilan. Kondisi daerah ini terlihat lebih parah dibandingkan kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan. Sawah, kebun cabai dan salak rusak parah. Daun-daun di pohon kelapa terlihat rontok dan mengatup. Pohon-pohon tumbang. Sayangnya, media cetak dan elektronik belum mengekspos daerah ini sehingga bantuan yang diterima di daerah ini sangat minim dan kurang dari yang dibutuhkan para pengungsi.

Disambut oleh Kepala Desa Tersan Gede, Luqman Akhmadi dan Koordinator Barak, Agus Suwandi, rombongan langsung menuju tempat pengungsian yang dibagi menjadi dua tempat yaitu Kantor Balai Desa Tersan Gede dan Sekolah Dasar Negeri Tersan Gede. Luqman menjelaskan bahwa pengungsi yang ditampung berasal dari Dusun Kemiren dan Desa Jumoyo yang berjumlah total 645 orang, 82 orang diantaranya lansia.  &ldquoPara pengungsi di sini dilayani oleh petugas sebanyak 30 orang,&rdquo lanjut beliau melengkapi. Melihat dari parahnya kondisi desa yang tertimpa curah hujan abu yang tinggi, dan minimnya bantuan yang diterima, sangat tepat apabila bantuan DJPBN diarahkan di tempat ini.

Ibu Herry Purnomo dan ibu-ibu Dharma Wanita DJPBN di tempat ini berkesempatan untuk memberikan perhatian langsung kepada para pengungsi di SDN Tersan Gede, termasuk kepada seorang pengungsi lansia perempuan yang berusia 115 tahun. &ldquoSaya berpesan agar bantuan yang kami berikan ini dapat disalurkan dengan sebaik-baiknya. Termasuk untuk beberapa desa sekitar yang belum mendapatkan bantuan dari siapapun,&rdquo pinta ibu Herry kepada Luqman pada saat serah terima bantuan setelah peninjauan.

Pada kunjungan amal di Tersan Gede ini, tampak Kepala KPPN Magelang, Sutjipto beserta beberapa orang pegawai turut menyambut kedatangan rombongan Dharma Wanita DJPBN.

Persinggahan Kelima: Pusdiklatpur, Wedi, Klaten
Melanjutkan kegiatan kemanusiaan yang berlangsung selama dua hari ini, rombongan Dharma Wanita bergegas menuju Klaten, Jawa Tengah. Tujuan terakhir dari rangkaian kegiatan pasca letusan Gunung Merapi ini adalah posko pengungsian di komplek Dodiklatpur Rindam IV/Dip, Klaten.

Diterima oleh Komandan lapangan, Wahyu beserta seorang pejabat dari Kantor Bupati Klaten, rombongan Dharma Wanita DJPBN menyampaikan maksud kedatangannya. Hal ini disambut baik dengan peninjauan ke barak-barak pengungsian. Wahyu menjelaskan bahwa Dodiklatpur Rindam IV/Dip, Klaten sebenarnya hanya dapat menerima sekitar 3500 orang mengingat keterbatasan dapur umum dan barak pengungsian. Akan tetapi setelah erupsi Merapi (5/11), tempatnya bahkan menerima hingga 7000 orang. &ldquoSekarang, pengungsi yang masih tinggal di tempat kami ada sekitar 3500 orang,&rdquo jelas Wahyu kepada seluruh rombongan.

Penyerahan bantuan diserahkan secara langsung setelah peninjauan kepada Komandan lapangan dan pejabat dari Kantor Bupati Klaten. Tampaknya Ibu Herry Purnomo sangat puas dengan cara penanganan pengungsi di Dodiklatpur Rindam IV/Dip Klaten ini. &ldquoTerlihat beda memang, cara penanganan yang dilakukan di sini dibanding tempat-tempat lain yang kita kunjungi. Di sini terlihat lebih tertib dan rapi,&rdquo ujar beliau kepada perbendaharaan.go.id.

Tidak terasa perjalanan amal pengurus Dharma Wanita DJPBN telah menyambangi lima tempat kantong pengungsian. Sebuah perjalanan yang bernafaskan semangat untuk berkurban di jalan Sang Pencipta. Sebuah perjalanan yang menggambarkan kepedulian kita kepada sesama. Lamat-lamat lagu Ebiet G. Ade, &ldquoMasih Ada Waktu&rdquo pun seperti mengiang-ngiang di telinga.

&ldquoKita pasti ingat tragedy yang memilukan
Kenapa harus mereka yang tertimbun tanah
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mari kita heningkan cipta&rdquo

Oleh: TWP &ndash Media Center Ditjen Perbendaharaan

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)