Oleh: Hasbi Jusuma Leo. Fungsional APN Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan
Pernah ada kasus seorang kepala desa terancam hukuman mati di Sumatera Selatan. Sebabnya, dia diduga menggelapkan dana desa untuk menangani Covid-19 sebesar Rp187,2 juta. Kasus itu terjadi di Desa Sukowarno, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan setahun lalu.
Dana desa semestinya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa, sebagaimana menurut undang-undang desa. Namun, nyatanya tidak semua desa menggunakan dana desa itu sesuai amanat seperti contoh kepala desa yang terancam hukuman tadi.
Menurut laporan Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan, Lydia Kurniawati Christyana, pada tahun 2019 terdapat enam desa yang bermasalah hukum dalam mengelola dana desa di Sumatera Selatan. Disusul dengan empat desa pada tahun 2020.
Beberapa kali terungkap oleh penegak hukum maupun laporan masyarakat bahwa ada dana desa yang telah salur namun tidak terdapat pembangunan baik fisik maupun pemberdayaan masyarakat. Ada pula masyarakat yang tidak menerima ataupun hanya menerima sebagian BLT Desa.
Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan selaku koordinator penyalur DAK Fisik dan Dana Desa di Sumatera Selatan perlu memastikan setiap rupiah dana desa yang disalurkan bermanfaat untuk rakyat. Oleh karena itu, Kanwil DJPb Sumatera Selatan bekerjasama dengan BPPK Palembang menggelar Kemenkeu Corpu Open Class dengan tema “Mengawal Akuntabilitas Dana Desa di Masa Pandemi” pada 26 s.d. 27 Oktober 2021 lalu secara daring. Kegiatan ini ditujukan untuk para pengelola dana desa di empat Kabupaten di Sumatera Selatan.
Open Class ini menghadirkan narasumber dari berbagai pihak yakni Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa Luthfy Latief, Inspektur Daerah Provinsi Sumsel Bambang Irawan, dan dua Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Palembang, Ernaldi Taqwinda dan Muhammad Juniardo. Pada sesi tersebut, disampaikan beberapa modus yang sering dilakukan dalam penyelewengan dana desa.
Melalui kegiatan ini, perangkat desa juga mendapat semacam peringatan dini. Misalnya, Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan memonitor masih terdapat satu desa pada Kabupaten Lahat yang belum tersalurkan yakni Desa Tanjung Kurung Ilir akibat kepala desa tersangkut masalah hukum. Kemudian ada 57 desa di Muara Enim dan 10 Desa di Lahat yang belum tersalur dana desa tahap kedua. Satu desa pada Kabupaten Lahat belum salur BLT Desa bulan ketujuh sampai dengan kesembilan yakni Desa Gunung Karto Kecamatan Kikim Timur.
Dana Desa diprioritaskan untuk mempercepat capaian upaya terpadu pembangunan berkelanjutan desa (sustainable development goals/SDGs). Prioritas pada 2021 sesuai Permendesa PDTT No.13 tahun 2020 antara lain pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, dan adaptasi kebiasaan baru.
Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa berupa pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi BUMDes, penyediaan listrik, dan mengembangkan usaha ekonomi produktif. Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa berupa pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan desa wisata, penguatan ketahanan pangan dan pencegahan stunting di desa juga dapat ditempuh dalam mewujudkan desa inklusif.
Adaptasi kebiasaan baru dilakukan juga dengan mewujudkan desa sehat sejahtera melalui desa aman Covid-19 dan mewujudkan desa tanpa kemiskinan melalui bantuan langsung tunai (BLT) desa. Surat edaran Menteri Desa PDTT nomor 17 tahun 2020 tentang Percepatan Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 mengatur BLT Desa diberikan Rp300 ribu per bulan per keluarga penerima manfaat (KPM). Alokasinya dari anggaran dana desa sendiri adalah maskimal 25% dari dana desa bila pagu dana desanya kurang dari Rp800 juta, tiga puluh persen untuk pagu Rp800 juta sampai dengan Rp1,2 milyar, dan 35% untuk pagu lebih dari Rp1,2 milyar.
Kriteria penerimanya adalah keluarga yang kehilangan mata pencaharian, memiliki anggota keluarga yang rentan sakit kronis, keluarga miskin yang terhenti menerima jaring pengaman sosial (JPS), dan belum terdata (exclusion error).
Peran pemerintah desa dalam BLT ini salah satunya melakukan validasi data KPM seperti mengidenfikasi keluarga yang tidak berhak menerima maupun menambahkan jumlah penerima karena teridenfikasi berhak namun belum masuk daftar penerima.
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan berharap akan didapatkan pemahaman yang lebih luas kepada para perangkat desa dan pengelola dana desa tentang akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana desa terutama di masa pandemi Covid-19 ini. Sehingga kedepannya, kasus hukum yang melibatkan perangkat desa di Sumatera Selatan menurun, tidak ada lagi berita kepala desa terancam hukuman mati gara-gara menyelewengkan dana desa.
Anggapan bahwa dana desa adalah dana kepala desa, tidak ada lagi. Dana itu adalah dana masyarakat desa yang diamanatkan kepada perangkat desa. Ada aturan penggunaannya dan ada prioritasnya. Pada akhirnya dana desa dapat optimal bermanfaat menyejahterakan masyarakat desa.
**Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi