Berita Nasional

(Seputar Ditjen Perbendaharaan)

Rupiah Menjadi Tuan Rumah Di Negeri Sendiri

Liputan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 di Batam, Palembang dan Denpasar
Batam, Palembang, Denpasar, perbendaharaan.go.id -
Pengaturan macam dan harga mata uang telah diamanatkan dalam Pasal 23 B UUD 1945. Pengaturan yang ada selama ini belum sesuai amanat UUD 1945. Pengaturan mata uang pernah diatur dalam UUD Sementara tahun 1950, kemudian terakhir diatur dalam Undang-Undang yang mengatur Bank Sentral No 6 Tahun 2009.

RUU Mata Uang disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang) dalam sidang paripurna DPR RI pada tanggal 31 Mei 2011 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia pada tanggal 28 Juni 2011.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang disosialisasikan bersama oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara - Ditjen Perbendaharaan, Departemen Hukum - Bank Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM serta Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Setjen Kementerian Keuangan. Sosialisasi dilakukan secara marathon, di Batam tanggal 26 April 2012, di Palembang tanggal tanggal 7 Mei 2012, dan di Denpasar tanggal 25 Mei 2012. Sosialisasi tersebut mengambil tema &ldquoRupiah Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri&rdquo

Dalam sosialisasi tersebut disampaikan bahwa UU Mata Uang merupakan tonggak baru dari sejarah peranan uang pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Melalui UU Mata Uang diangkat harkat martabat Rupiah, dari semula yang hanya merupakan surat utang Bank Indonesia kepada masyarakat, menjadi simbol kedaulatan negara yang sama kedudukannya seperti Garuda Pancasila dan Bendera Merah Putih. Sebagai simbol kedaulatan negara sudah sepatutnya Rupiah dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia dan Rupiah juga wajib dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pelaksanaan UU Mata Uang menekankan atas beberapa aspek penting antara lain Pengelolaan Rupiah yang terintegrasi. Dalam UU Mata Uang ini, tanggungjawab pengelolaan Rupiah tidak hanya berada pada Pemerintah namun juga Bank Indonesia. Beberapa pasal mengamanatkan koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Indonesia mulai dari perencanaan jumlah Rupiah yang akan dicetak, Pencetakan Rupiah, Pengeluaran Rupiah, Pengedaran Rupiah, serta Penarikan dan Pencabutan Rupiah sampai dengan Pemusnahan Rupiah dengan tingkat pengawasan yang komprehensif sehingga ada fungsi check and balances antarpihak yang terkait agar tercipta good governance.

UU Mata Uang Pasal 21 juga mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah Kartal (Rupiah Kertas dan Rupiah Logam) untuk setiap kegiatan transaksi pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau transaksi keuangan lainnya di seluruh wilayah NKRI. Hal ini dilatarbelakangi kejadian sehari-hari bahwa terdapat daerah (daerah perbatasan, daerah pariwisata) yang masih menggunakan mata uang asing sebagai alat transaksi fisik.

Namun dalam Pasal 23 UU Mata Uang memberikan ruang kepada pihak-pihak tertentu yang telah diperjanjikan sebelumnya untuk melakukan transaksi di wilayah NKRI dengan menggunakan valuta asing. Namun demikian, maksud ketentuan Pasal 23 UU Mata Uang bukan berarti memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para pihak untuk menggunakan valuta asing dalam melakukan transaksi di wilayah NKRI. Pengecualian dalam Pasal 23 UU Mata Uang semata-mata dimaksudkan untuk menghormati kebebasan berkontrak para pihak sesuai asas kebebasan berkontrak dalam KUHPerdata Pasal 1338, dimana para pihak dapat membuat perjanjian untuk melakukan transaksi pembayaran, dengan menggunakan mata uang selain Rupiah kartal/Rupiahh secara fisik di wilayah NKRI. Oleh karena itu, Pasal 21 dan Pasal 23 UU Mata Uang bukan merupakan pasal yang berdiri sendiri namun mempunyai korelasi/saling bertautan dengan pasal-pasal lain dalam UU Mata Uang.

Untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan menjadikan Rupiah sebagai satu-satunya legal tender, maka Rupiah wajib digunakan Rupiah dalam setiap transaksi tunai di wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam UU Mata Uang Pasal 21 ayat (1). Sedangkan kuotasi harga menggunakan valuta asing memang tidak diatur didalam UU Mata Uang, namun hal tersebut harus dihindari karena akan menimbulkan masalah dikemudian hari khususnya terkait adanya ketidakpastian harga jual/beli dalam Rupiah.

Suatu konsekuensi dari sebuah kewajiban adalah pemberian sanksi bagi mereka yang seharusnya melaksanakan aturan tersebut tetapi tidak melaksanakannya. Demikian pula dalam kewajiban penggunaan rupiah ini, maka sudah merupakan hal yang layak ketika pelanggarannya juga harus diberikan suatu sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana yang pengaturannya menjadi satu dengan pengaturan tentang mata uang.

Oleh: Kontributor Direktorat PKN

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)