Dalam pengelolaan keuangan negara, kata “retur SP2D” adalah istilah yang tidak asing lagi (khususnya) di kalangan pejabat perbendaharaan. Benarkah? Ya, karena ada kaitan yang erat antara pencairan anggaran dan pihak bank yang menjadi penyalur dana, di mana pejabat perbendaharaan mempunyai peranan penting dalam pencairan anggaran. Pencairan dana dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA dilaksanakan melalui transfer dana dari Kas Negara pada bank operasional kepada rekening pihak penerima yang ditunjuk pada SP2D. Dalam proses pencairan dana dapat terjadi kegagalan transfer dana ke rekening pihak penerima dan bank penerima melakukan penolakan/pengembalian (retur) SP2D.
Pengertian Retur SP2D berdasarkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-9/PB/2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Retur Surat Perintah Pencairan Dana adalah penolakan/pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan APBN dari Bank Penerima kepada bank pengirim. Dalam bahasa sederhananya, SP2D sudah terbit namun uangnya tidak masuk ke rekening penerima.
Apakah dana retur SP2D bisa dibayarkan kembali? Tentu saja bisa, hanya saja memerlukan waktu dan koordinasi yang baik antara pihak KPPN dan Satker dengan rekanannya. Berdasarkan pembukuan data transaksi penerimaan dana Retur SP2D melalui SPAN, KPPN menyampaikan Surat Pemberitahuan Retur SP2D kepada KPA/Satker dengan dilampiri Daftar Retur SP2D paling lambat 3 (tiga) hari kerja berikutnya. Berdasarkan surat pemberitahuan tersebut, KPA/Satker melakukan perbaikan Data Supplier dan/atau data kontrak dan menyampaikan Surat Ralat/Perbaikan Rekening ke KPPN beserta lampirannya sesuai ketentuan. Proses selanjutnya mulai dari pendaftaran Data Supplier, penerbitan SPP-Retur dan SPM-Retur sampai dengan penerbitan SP2D Retur (SP2D-R) dilakukan di KPPN.
Efektivitas pengelolaan pengeluaran kas diwujudkan melalui penyaluran dana APBN yang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat penerima. Salah satu indikator kinerja pada pengukuran aspek efektivitas pelaksanaan anggaran adalah Retur SP2D sesuai dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-4/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga.
Indikator kinerja Retur SP2D dihitung berdasarkan rasio antara jumlah SP2D yang mengalami retur terhadap jumlah SP2D yang telah diterbitkan. Ketepatan penerima dalam penyaluran dana APBN dapat diukur dari jumlah retur SP2D dalam suatu satuan kerja. Banyaknya jumlah retur SP2D dalam satuan kerja tersebut menunjukkan adanya inefektivitas dalam pengelolaan dana APBN, berupa tertundanya hak penerima tepat waktu. Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah retur SP2D dalam satuan kerja tersebut, semakin efektif pengelolaan dana APBN. Di sisi lain, tidak sedikit satuan kerja yang memiliki zero retur dan hal ini menunjukkan adanya kinerja yang baik dalam satuan kerja tersebut.
Berdasarkan data monitoring penyelesaian retur SP2D tahun anggaran 2021 periode Januari s.d. Oktober 2021, jumlah retur SP2D yang tersebar pada seluruh KPPN di Indonesia adalah sebanyak 20.311 transaksi dengan total nominal sebanyak Rp 2.666.163.585.860,-. Sebuah angka yang cukup besar bukan? Di lingkup Kantor Wilayah Provinsi DKI Jakarta saja, jumlah retur SP2D yang tersebar pada 7 (tujuh) KPPN sebanyak 4.664 transaksi, yaitu sebesar 22,9% dari transaksi retur SP2D nasional, sedangkan total nominal sebesar Rp 1.768.480.591.727, yaitu 66,3% dari total nominal retur SP2D nasional.
Mengapa ‘retur SP2D’ bisa terjadi ? Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya ‘retur SP2D’ diantaranya: nama pemilik rekening pada SPM salah, nama Bank Penerima salah, Rekening tidak aktif, rekening tutup atau rekening pasif. Lalu, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab agar ‘retur SP2D’ bisa dihindari atau setidaknya diminimalisir? Tentu saja para pejabat perbendaharaan lingkup Satker tersebut seperti Pejabat Pembuat Komitmen yang membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang seharusnya melakukan verifikasi terhadap rekening penerima sebelum SPM diajukan ke KPPN.
Adakah dampak retur SP2D? Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, retur SP2D akan menyebabkan keterlambatan pencairan dana, adanya idle cash, inefektivitas biaya dan waktu, kurang optimalnya pencapaian output pada satuan kerja dan pihak penerima tidak mendapatkan hak pembayarannya secara tepat waktu. Selain itu, retur SP2D berdampak terhadap KPPN yaitu menambah tugas KPPN dan juga mempengaruhi nilai kinerja KPPN, mengingat retur SP2D menjadi salah satu Indeks Kinerja Utama KPPN.
Hal ini juga menyebabkan sebuah dilemma sebab retur SP2D yang sebenarnya terjadi akibat kurang telitinya satuan kerja dalam memverifikasi tagihan, namun KPPN justru yang mendapatkan penilaian atas retur SP2D tersebut. KPPN harus melakukan effort lebih dalam hal berkoordinasi dengan satuan kerja agar dapat segera menyampaikan Surat Ralat/Perbaikan Rekening ke KPPN beserta lampirannya sesuai ketentuan sehingga SPM dan SP2D Retur dapat segera diproses.
Bagaimana solusi dalam mengantisipasi terjadinya retur SP2D? Edukasi terhadap satuan kerja terkait retur SP2D telah beberapa kali dilakukan oleh KPPN, baik melalui penerbitan surat edaran maupun sosialisasi. Melalui media tersebut, satuan kerja diingatkan kembali agar dalam mengajukan tagihan dapat memastikan hal- hal berikut ini, yaitu 1) Satker agar melakukan pengecekan kebenaran nomor rekening dengan memintakan salinan rekening koran atau salinan buku tabungan dan mencocokkan dengan dokumen tagihan; 2) Satker agar memastikan status rekening tersebut aktif dengan meminta surat keterangan aktif dari pihak bank; dan 3) Satker agar melakukan pengecekan melalui internet banking apakah nomor rekening tersebut sudah benar dan statusnya aktif.
Dalam menghadapi akhir tahun anggaran 2021, ada rasa kuatir terjadinya peningkatan retur SP2D yang tinggi di bulan Desember seperti tren tahun-tahun sebelumnya. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap akhir tahun anggaran ditandai dengan meningkatnya volume pekerjaan yang sangat tinggi di KPPN, khususnya pengajuan SPM sesuai dengan batas-batas akhir tahun yang harus ditaati oleh satuan kerja dimana hal ini menimbulkan potensi terjadinya peningkatan retur SP2D. Semangat memberikan edukasi kepada satuan kerja tetap tinggi sebagai upaya maksimal KPPN dalam memberikan solusi karena ada kepentingan terkait dengan penilaian kinerja KPPN. Jangan sampai kondisi akhir tahun anggaran menjadikan satuan kerja lebih mementingkan bagaimana dana DIPA dapat dicairkan daripada jumlah retur SP2D yang dicatat satuan kerja tersebut, tanpa mempertimbangkan mekanisme retur yang cukup panjang.
Oleh: Febe Debora Sinlaeloe, Kepala Seksi KPPN Jakarta V
Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun.