O P I N I

Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun.

Pengentasan dari Kemiskinan: Strategi dan Peran KPPN selaku Treasurer dan Financial Advisor

Arif Kurniadi, Kepala KPPN Sinjai

Pembangunan ekonomi merupakan proses berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan umum, sebagai salah satu tujuan bernegara sebagaimana UUD 1945. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan adalah kemiskinan. Menurut Andrianus dan Alfatih (2023), kemiskinan merupakan derivation of well being (kondisi hilangnya kesejahteraan). Saat ini kemiskinan masih menjadi permasalahan global, terutama di negara-negara berkembang. Penanggulangan kemiskinan merupakan suatu hal yang penting memperoleh perhatian lebih, karena kemiskinan berdampak pada turunnya kualitas hidup masyarakat yang dapat berakibat pada meningkatnya beban sosial ekonomi, rendahnya partisipasi masyarakat, memburuknya kepercayaan terhadap pemerintah, dan menurunnya mutu generasi yang akan datang. 

Melihat luasnya dampak kemiskinan, hal ini merupakan permasalahan multidimensional yang menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Tidak hanya persoalan rendahnya pendapatan dalam aspek ekonomi, tetapi juga menyangkut aspek sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian, penanggulangan kemiskinan adalah inti dari permasalahan pembangunan dan tujuan utama dari kebijakan pembangunan di banyak negara.

Pemerintah Indonesia melalui beberapa perencanaan, seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 -2024 telah menetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 6% s.d. 7%. Adapun dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 ditargetkan kemiskinan menurun sekitar 7% s.d. 8%. Pemerintah juga membuat berbagai kebijakan, seperti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang melibatkan 22 kementerian, 6 lembaga, dan pemda untuk bersinergi membuat berbagai program pengentasan kemiskinan ekstrem melalui strategi dalam menurunkan beban pengeluaran mendorong peningkatan pendapatan, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.

Dari sisi fiskal melalui instrumen APBN, alokasi untuk pengentasan kemiskinan juga mengalami kenaikan. Alokasi anggaran perlindungan sosial (perlinsos) Tahun Anggaran (TA) 2024 sebesar Rp496,8 triliun, meningkat dibandingkan TA 2023 yang sebesar Rp476 triliun. Alokasi ini ditambah dari dana Transfer Ke Daerah (TKD), khususnya untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik sebesar Rp133,76 triliun, Dana Desa sebesar Rp71 triliun, serta Insentif Fiskal sekitar Rp8 triliun yang meliputi alokasi untuk penurunan prevalensi stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, dan BLT. Hal ini menunjukkan perhatian pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sangat besar. 

Tantangan Pengentasan Kemiskinan

Sumber: Data BPS

Lalu pertanyaannya apakah berbagai kebijakan, program dan alokasi anggaran yang telah berjalan berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia? Secara nasional terjadi penurunan tingkat kemiskinan sejak terjadinya pandemi Covid-19 tahun 2020 - 2023 menjadi sebesar 9,36%, tetapi tidak signifikan. Secara kumulatif tren tingkat kemiskinan hanya turun sekitar 0,42% dari data 2020 sebesar 9,78%. Yang menarik, tren tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan yang lebih fluktuatif. Bahkan untuk 2023, terjadi kenaikan sebesar 8,70% dibandingkan 2022 yang sebesar 8,68%. Adapun untuk data lebih mikro seperti di Kabupaten Sinjai, tren tingkat kemiskinan terus menurun sampai dengan 2023. Di samping itu, secara kewilayahan untuk tingkat nasional komposisi penduduk miskin di wilayah pedesaan lebih tinggi penduduk miskin di wilayah perkotaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Maret 2023, kemiskinan di perdesaan mencapai 12,22% (14,34 juta orang) dan di perkotaan mencapai 7,29% (11,82 juta orang).

Dari data di atas, realisasi ini masih di bawah target nasional. Hal inilah yang menjadi tantangan, karena alokasi anggaran dalam APBN terus meningkat setiap tahun. Perlu penguatan strategi untuk menjalankan program pengentasan kemiskinan di Indonesia agar bisa memenuhi target dalam RPJMN 2020 - 2024 maupun RKP 2025. 

Persoalan kemiskinan memang sangat kompleks. Secara teoretis terdapat tiga penyebab utama terjadinya kemiskinan. Pertama, kondisi kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Hal ini terjadi di beberapa daerah yang miskin Sumber Daya Alam (SDA). Terdapat beberapa daerah yang penduduknya dianggap miskin karena keterbatasan tempat tinggal yang layak huni. Sebagai contoh kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai karena sebagian penduduk tidak memiliki rumah yang memadai jika mengacu kepada indikator kemiskinan yang dirilis BPS. Hal ini terjadi akibat keterbatasan luas wilayah Kecamatan Pulau Sembilan dibandingkan komposisi pertambahan jumlah penduduk. Kebutuhan pembangunan rumah relatif mahal sehingga sebagian masyarakat tidak mampu memenuhinya. 

Kedua, kondisi kemiskinan struktural. Kemiskinan bukanlah persoalan individu, melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber pendapatan. Terdapat beberapa contoh, antara lain sempitnya lapangan pekerjaan yang memadai untuk masyarakat yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang rendah, masyarakat perdesaan yang menjadi buruh tani dengan upah minim dan tidak tetap karena tidak memiliki lahan, terjadinya bencana alam yang mengakibatkan masyarakat terdampak menggantungkan kepada bantuan pemerintah, serta ketimpangan infrastruktur publik antardaerah yang mendukung akses roda perekonomian.

Ketiga, kondisi kemiskinan budaya yang timbul karena adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, dan kurang memiliki etos kerja. Kemiskinan yang terjadi di beberapa perdesaan terjadi bukan semata karena keterbatasan akses sumber daya. Sebagian masyarakat yang miskin masih memiliki lahan dan hewan ternak, tetapi tidak mampu dioptimalkan karena kemalasan dalam mengolahnya. Orientasi masyarakat hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup seadanya, bukan dikembangkan lebih besar lagi untuk peningkatan taraf hidup.

Strategi Pengentasan Kemiskinan

Sesuai dengan strategi pengentasan kemiskinan yang dikemukakan oleh Bank Dunia, setiap dekade strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengembangan kesehatan dan pendidikan, perlindungan, sampai dengan pemberdayaan kaum miskin. 

Secara teoretis terdapat strategi pengentasan kemiskinan, yaitu pertama strategi jangka pendek dengan memindahkan sumber daya-sumber daya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek di antaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya. Yang kedua adalah strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang ini misalnya dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individual dan sosial yang bermartabat.

Strategi jangka pendek dalam pengentasan kemiskinan adalah melanjutkan berbagai program pemerintah yang sudah berjalan terkait penurunan beban pengeluaran masyarakat antara lain melalui program bantuan sosial seperti penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa, Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bantuan Pangan (Program Beras Sejahtera/Rastra dan Bantuan Pangan Non-Tunai), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Indonesia Pintar Kuliah (PIP-K). Selain itu, terdapat beberapa program yang ditujukan untuk peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), perluasan akses lapangan kerja, program padat karya tunai (cash for work), serta peningkatan kompetensi pekerja melalui pelatihan. Program-program ini perlu terus ditingkatkan dari sisi kualitas program, pemerataan cakupan penerima manfaat, dan keterlibatan berbagai pihak terkait. Sinergi antarinstansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD), serta swasta harus makin masif sehingga keberlanjutan berbagai program yang sudah berjalan dapat lebih efektif.

Dalam memperkuat berbagai program pemerintah yang sudah berjalan, perlu dukungan dari sisi ketepatan data seperti penerima program perlinsos. Hal ini masih menjadi permasalahan di lapangan yang perlu dipercepat penyelesaiannya. Selama ini data penerima perlinsos menimbulkan polemik terkait penyaluran salah sasaran karena terdapat perbedaan data yang dijadikan dasar penyaluran. Oleh karena itu, perlu penyinkronan data yang lebih valid dan terintegrasi. Instansi pemerintah pusat maupun daerah sebagai pengampu program perlinsos dapat memanfaatkan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilakukan oleh BPS. Regsosek merupakan database penduduk yang mampu mencakup seluruh identitas penduduk Indonesia agar memudahkan pengaksesan. Data kependudukan tunggal ini dapat membantu pelaksanaan program secara lebih efisien dan tidak tumpang tindih.

Langkah kedua, Pemerintah dapat mereviu besaran dana bansos secara berkala, yang di setiap daerah besaran dananya belum tentu sama. Perlu dipertimbangkan penentuan besaran berdasarkan kemampuan daya beli masyarakat setempat, misalnya mendasarkan tingkat kemahalan harga. Sebagai gambaran, tingkat kemahalan antara wilayah barat Indonesia berbeda dengan wilayah timur Indonesia. Dengan demikian, nilai manfaat dana yang diterima akan relatif sama meskipun dengan besaran yang lebih beragam. 

Langkah ketiga terkait pemberdayaan UMKM dalam bentuk perluasan akses pembiayaan pelaku UMKM yang bersifat nonbankable. Selama ini sudah ada program pembiayaan usaha UMi (Ultra Mikro) yang diberikan kepada debitur yang memenuhi syarat. Pembiayaan UMi merupakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola secara coordinated fund melalui Satker Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) untuk disalurkan kepada pelaku usaha UMi melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) secara langsung maupun linkage

Program ini merupakan program dana bergulir dengan keunggulan dari sisi persyaratan dan jaminan yang relatif mudah. Di samping itu, ada pendampingan dari LKBB kepada para debitur sebagaimana konsep Grameen Bank yang diharapkan dapat meningkatkan usaha dan kesejahteraan para pelaku usaha UMi. Ke depan program ini bisa diperluas kemitraannya dengan menggandeng lembaga semacam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau koperasi di desa dengan imbal hasil/bunga relatif terjangkau. Hal ini mengingat tingkat kemiskinan terbanyak berada di desa, dan sebagian besar petani maupun nelayan kesulitan dalam mengakses permodalan secara lebih aman. Banyak petani atau nelayan terjebak dengan praktik tengkulak/rentenir yang memberikan bunga sangat tinggi sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mencukupi untuk membayar utang. 

Perluasan pembiayaan lainnya dapat dijalankan dalam bentuk kerja sama antara BUMDes dan petani/peternak/nelayan dengan skema profit sharing. Skema ini dilakukan oleh BUMDes dengan memberikan modal ke petani/peternak/nelayan untuk dikelola untuk mengembangkan produksi tanpa kewajiban mengembalikan modal berdasarkan kesepakatan. Konsep kerja sama ini relatif aman karena pembagian hasil dilakukan berdasarkan keuntungan hasil pertanian/peternakan yang telah terjual. Apabila terjadi kerugian, maka ditanggung bersama. Pihak BUMDes bisa membantu petani mencarikan perusahaan ataupun pengusaha potensial untuk membeli hasil pertanian/peternakan tersebut. Dengan demikian, skema kemitraan ini dapat meminimalisir alur distribusi penjualan barang yang dilakukan tengkulak. Praktik ini cukup berhasil dilakukan oleh Desa Aska di Sinjai Selatan untuk produksi dan penjualan jagung kuning. 

Selanjutnya, ada salah satu program strategis yang bisa difokuskan untuk penguatan kemampuan swadaya masyarakat dalam jangka panjang, yaitu memperbanyak penciptaan sentra industri kreatif. Program ini merupakan cara efektif dalam menumbuhkan perekonomian lokal, seperti perdesaan. Masyarakat dapat mengembangkan keterampilan kreatif menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Hal ini akan menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat desa secara keseluruhan. Dengan demikian kualitas hidup masyarakat akan meningkat dan membuka akses yang lebih baik terhadap pendidikan, layanan kesehatan, infrastruktur, serta fasilitas umum lainnya. 

Selain itu, program ini dapat meningkatkan pariwisata dari sisi kreativitas produk-produk yang dihasilkan, produk kerajinan, kesenian, kuliner, dan sebagainya. Hal ini dapat menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung. Namun demikian, pelestarian budaya lokal tetap terjaga karena produk-produk yang dihasilkan mencerminkan identitas kearifan lokal dan sekaligus keunggulan daerah tersebut. 

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu komitmen dari seluruh pihak terkait, tidak hanya elemen masyarakat setempat. Dukungan dari pemerintah bersama BUMN/BUMD, pengusaha, lembaga pendidikan dan pelatihan termasuk komunitas-komunitas kreatif harus terjalin secara kolaboratif. Hal ini bertujuan untuk membangun jaringan dan kemitraan agar terwujud value chain kegiatan sentra industri dari hulu ke hilir. Bentuk kemitraan meliputi identifikasi potensi dan sumber daya lokal yang dimiliki, pengembangan infrastruktur dan sarana produksi, promosi dan pemasaran, serta pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia.  

Di Kabupaten Sinjai terdapat Desa Barania yang berhasil menerapkan sentra industri kreatif. Keberhasilan desa ini mampu memadukan konsep agrowisata dan budaya masyarakat yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat sehingga mampu memberikan tambahan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Desa Barania menjadi tujuan pariwisata utama di Kabupaten Sinjai dan berhasil meraih juara 1 dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) Tahun 2022 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk kategori Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability (CHSE).

Peran KPPN dalam Pengentasan Kemiskinan

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) merupakan instansi vertikal di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah. Dalam konteks belanja, peran KPPN sebagai treasurer adalah memastikan kualitas belanja negara melalui APBN. Hal ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan diseminasi berbagai kebijakan terkait pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran kepada satuan kerja (satker) pusat dan daerah, melakukan pencairan dana APBN secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran sesuai aturan, serta mendorong satker untuk akselerasi pelaksanaan program/kegiatan yang terkait langsung dengan pengentasan kemiskinan. 

KPPN memiliki mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) yang terukur dalam hal kualitas perencanaan, pelaksanaan dan hasil pelaksanaan belanja APBN. Ukuran tersebut dituangkan dalam bentuk Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) dengan menggunakan sistem informasi terintegrasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OMSPAN) untuk menyajikan data capaian IKPA yang uptodate. Seluruh data realisasi belanja pelaksanaan program/kegiatan terkait dapat terpantau kinerjanya dari sisi ketepatan perencanaan, governance, penyerapan, dan output yang dihasilkan. 

Selanjutnya sebagai representasi Kementerian Keuangan dalam pengelolaan APBN, maka peran KPPN semakin berkembang selaku Financial Advisor. Financial Advisor merupakan peran KPPN dalam memperkuat proses pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan kepada seluruh stakeholders agar bisa mengelola keuangan negara secara optimal. 

Terdapat beberapa langkah yang dapat dikembangkan oleh KPPN dalam menjalankan peran sebagai Financial Advisor. Pertama, membangun sarana komunikasi secara formal. Mengingat mitra kerja KPPN mencakup pula pemda dalam hal penyaluran TKD, KPPN dapat memperkuat tata kelola keuangan daerah. 

Proses ini dapat dilakukan mulai dari perencanaan. KPPN dapat memberikan masukan dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) terkait sinkronisasi program pengentasan kemiskinan dari pusat dan daerah. Sinkronisasi tersebut terlihat dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang selaras dengan berbagai target dan program kerja pengentasan kemiskinan dalam RKP. Selain itu, KPPN juga dapat terlibat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk mewujudkan stabilitas harga agar tidak memicu terjadinya kenaikan inflasi yang dapat membebani kemampuan daya beli masyarakat, sehingga rentan jatuh kepada kemiskinan.

Kedua, KPPN dapat mengintensifkan asistensi dan konsultasi teknis kepada satker untuk memetakan dan menandai (tagging) program/kegiatan mana saja yang relevan dengan pengentasan kemiskinan. Selain itu, dalam penyaluran TKD, KPPN punya peran untuk melakukan asistensi kepada pemda terkait pelaksanaan mekanisme penyaluran TKD yang menunjang pengentasan kemiskinan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD), evaluasi berkala, serta konsultasi one on one ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan desa. 

Sebagai gambaran, dalam hal penyaluran Dana Desa, KPPN bersama pemda  melakukan edukasi ke desa-desa terkait implementasi kebijakan penyaluran dana desa yang berfokus pada program pemulihan ekonomi, berupa perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem dalam bentuk BLT, program ketahanan pangan dan hewani,  program pencegahan dan penurunan stunting, serta program sektor prioritas di desa melalui bantuan permodalan BUMDes dan pengembangan desa sesuai dengan potensi dan karakteristik desa. Upaya ini sangat bermanfaat bagi desa dalam menyusun berbagai program kerja dalam APBDes sesuai dengan prioritas nasional dan kebutuhan desa. Beberapa desa di Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai membuat program prioritas antara lain Program Rehab Rumah dari Dana Desa untuk diberikan per kepala keluarga maksimal Rp10 juta. Selanjutnya, penggunaan sebagian Dana Desa untuk program Padat Karya Tunai nonkontraktual yang melibatkan rakyat miskin serta untuk pengembangan produk unggulan desa berbasis sumber daya setempat seperti pembentukan desa wisata yang dilakukan oleh Desa Barania dan Desa Panaikang. 

KPPN dapat memberikan asistensi dalam pemenuhan berbagai persyaratan tahapan penyaluran Dana Desa. Selain itu, KPPN melakukan monitoring secara intensif melalui sistem informasi OMSPAN terkait perkembangan penyaluran Dana Desa. Selanjutnya KPPN melakukan evaluasi rutin bersama pemda dan desa terkait dinamika proses penyaluran Dana Desa untuk menilai pelaksanaan dan sinkronisasi penyaluran Dana Desa dengan kebijakan fiskal nasional. 

 Hasil dari berbagai peran KPPN selaku Treasurer dan Financial Advisor terlihat nyata. Sejak tahun 2023 sudah tidak ada lagi kategori desa tertinggal/sangat tertinggal di wilayah Kabupaten Sinjai. Selain itu, jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) penerima BLT juga berkurang. Sesuai data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sinjai, jumlah KPM penerima BLT TA 2023 menurun menjadi 2.241 KPM dibandingkan TA 2022 sebesar 7.656 KPM. 

Langkah penting lain yang dilakukan oleh KPPN adalah terkait pemberdayaan UMKM. Selama ini KPPN memiliki peran untuk melakukan monev atas Pembiayaan UMi terkait ketepatan data penyaluran maupun nilai keekonomian debitur. Hasil monev tersebut menjadi bahan pertimbangan yang disampaikan kepada BLU PIP atas kinerja LKBB. 

Selain itu, KPPN punya peran dalam membantu pembinaan UMKM dari sisi pemasaran dan pendampingan pengelolaan keuangan. Hal ini telah dijalankan oleh KPPN Sinjai dalam membantu beberapa pelaku UMKM yang potensial berupa promosi produk pelaku UMKM melalui berbagai sarana media dan mendaftarkan pelaku UMKM ke Sistem Digipay Marketplace. KPPN Sinjai juga memberikan asistensi dan bimtek pengelolaan keuangan mikro, mulai dari sisi perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban keuangan agar pelaku UMKM dapat mengelola keuangan lebih baik lagi. 

 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardjo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

   

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)