Wawancara Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Bagaimana pendapat Bapak menanggapi pengarahan Menteri Keuangan pada Rapimtas April 2010 mengenai regenerasi kepemimpinan pada Ditjen Perbendaharaan?
Pengarahan Ibu Menteri sangat relevan dengan kondisi Ditjen Perbendaharaan mengingat banyak pejabat yang akan pensiun. Di tahun 2010 ini pejabat eselon dua ada 3 orang pensiun, eselon tiga ada 70 orang dan eselon empat ada 116 orang. Di samping itu, mengapa regenerasi kepemimpinan ini penting, ada sesuatu yang memprihatinkan terkait ketersediaan pegawai yang memenuhi persyaratan kepangkatan untuk mengisi jabatan di atasnya. Kita sangat kekurangan pegawai yang memenuhi persyaratan kepangkatan, meskipun sesungguhnya jika dilihat dari sudut kompetensi mereka sangat bagus.
Regenerasi seperti yang diminta oleh Ibu Menteri bisa diartikan mempercepat pengisian posisi pejabat eselon tiga dari pejabat eselon empat dengan pangkat minimal yunior, III/d 1 tahun, misalnya. Atau pengisian pejabat eselon dua dari pejabat eselon tiga dengan pangkat minimal IV/b 1 tahun. Regenerasi juga berarti menyiapkan kemampuan pegawai untuk tugas dan jabatan yang lebih tinggi. Bisa dengan pengangkatan sebagai Plt, atau dipecaya menempati kursi pejabat yang kosong oleh pegawai yang ditunjuk secara tidak formal.
Apakah ada program yang sudah dilakukan Ditjen Perbendaharaan dalam memenuhi kebutuhan regenerasi kepemimpinan?
Ditjen Perbendaharaan telah melakukan beberapa program dalam rangka pemenuhan kebutuhan regenarasi ini. Yang pertama, melakukan inventarisasi kompetensi para pejabat. Saat ini baru dibatasi pada pejabat eselon II dan III. Kedua, melakukan standardisasi kompetensi melalui pembekalan pejabat yang baru dipromosikan. Ketiga, bagi yang sudah menjabat lebih dari dua tahun mendapatkan kesempatan mengikuti diklatpim. Ditjen Perbendaharaan memiliki program diklatpim yang dianggarkan pada DIPA Kantor Pusat, yaitu Diklatpim III dan IV. Dalam tiga tahun terakhir, dua sampai tiga angkatan Diklatpim III/IV yang dilakukan melalui pendanaan Ditjen Perbendaharaan. Keempat, mengikutsertakan para pejabat yang berprestasi atau potensial untuk mengikuti program-program diklat jangka pendek (short course) yang biasanya dilkukan di luar negeri. Kelima, menyelenggarakan kegiatan pengembangan para pejabat untuk menutup gap kompetensi yang dimiliki.
Adapun pola perekrutan, kita menggunakan assessment, dengan menggunakan standar assessment Departemen Keuangan yang meliputi Soft Competency dan Hard Competency. Soft Competency meliputi Continous Improvement, Stakeholder focus, Integrity, Visioning, In Depth Problem Solving and Analysis, Championing Change, Managing Others, Relationship Management, Decisive Judgement, Planning and Organizing, Quality Focus, Policies, Processes and Procedur, Continous Learning dan Meeting Leadership. Assessment untuk soft competency ini akan dilaksanakan oleh Sekjen Departemen Keuangan. Adapun hard competency meliputi penguasaan teknis pekerjaan dan tupoksi, baik yang bersifat konseptual maupun yang bersifat teknis. Assessment untuk hard competency ini akan kita lakukan sendiri.
Melihat kebutuhan pejabat eselon II dan eselon III Ditjen Perbendaharaan, kebijakan strategis apa yang akan diambil bapak untuk mempercepat proses regenerasi tersebut?
Policy-nya jelas, yaitu ke depan nampaknya perlu untuk melalukan usaha-usaha yang lebih terstruktur dalam pembinaan karier para pegawai. Dalam jangka pendek para pejabat eselon, khususnya eselon IV dan III akan menjadi fokus garapan sedangkan dalam jangka panjang, seluruh pegawai Ditjen Perbendaharaan akan mendapatkan bimbingan karier, paling tidak panduan berupa career path (jenjang karir, red) misalnya.
Tahapan-tahapan yang bisa dibuat adalah sebagai berikut: Inventarisasi kompetensi dimiliki para pejabat untuk menduduki setiap jabatan, menganalisa gap kompetensi yang dimiliki, melakukan program pendidikan untuk menutup gap kompetensi tersebut. Namun demikian, untuk melakukan tahapan-tahapan tersebut diperlukan database kepegawaian yang kuat.
Untuk memberikan gambaran tentang jabatan di atasnya, perlu dilakukan sesi-sesi sharing knowledge yang dilakukan oleh para pejabat eselon di atasnya kepada para pejabat eselon di bawahnya.
Dalam jangka panjang kita juga akan memformulasikan talent pool (Pengelompokan pegawai yang berprestasi, red) di lingkungan Ditjen Perbendaharaan. Talent pool dilakukan sejak pegawai diangkat menjadi PNS di Ditjen Perbendaharaan. Jadi ada semacam proram-program diklat yang akan men-sortir pegawai-pegawai potensial untuk dimasukkan ke dalam talent pool tersebut.
Bagaimana pendapat bapak mengenai pola tender terbuka yang dilakukan oleh Biro SDM, Setjen Depkeu untuk memenuhi kebutuhan pengadaan pejabat eselon II?
Pola tender terbuka untuk mengisi kebutuhan pejabat eselon II adalah hal yang positif, karena bisa mendapatkan pejabat dengan standar kualitas yang tinggi. Hanya masalahnya, di Ditjen Perbendaharaan saat ini masih belum perlu diterapkan karena jabatan-jabatan yang ada membutuhkan kemampuan yang spesifik dalam bidang perbendaharaan. Sehingga, kalau ada calon-calon pejabat eselon II dari luar, akan mengalami banyak kesulitan. Apalagi sekarang, kita perlu mengisi posisi tersebut dengan pejabat internal yang kapabel agar bisa organisasi ini dapat berlari cepat. Kalau organisasi ini sudah settle (mapan, red), mungkin bisa menerima calon pejabat dari luar. Jadi, menurut saya, saat ini belum tepat untuk dilakukan tender terbuka di Ditjen Perbendaharaan.
Pada lapisan bawah manajemen, dalam hal ini pelaksana, hal-hal apa saja yang dapat menjadi permasalahan dalam penyediaan calon-calon pimpinan pada Ditjen Perbendaharaan?Di tingkat paling bawah dalam penyediaan calon-calon pemimpin sebenarnya tidak ada masalah. Di tingkat pelaksana terdapat pegawai dengan pendidikan SMA,Diploma I, Diploma III dan Sarjana. Yang menjadi masalah adalah penyebaran dan kesenjangan kompetensi di antara pegawai tersebut. Kesenjangan kompetensi bisa ditingkatkan dengan diklat-diklat yang kita adakan. penyebaran pegawai yang mayoritas di pulau Jawa dan kalau dilihat dari gender, lebih dari separuh adalah ibu-ibu, yang kalau kita pindahkan sebagian besar tidak bisa karena alasan keluarga. Makanya, masalah pelaksana ini sangat terkait dengan desain operasional dan tupoksi Ditjen Perbendaharaan ke depan.
Oleh: Tonny W. Poernomo, Ludiro, Bambang Kismanto dan Novri H. S. Tanjung