Padang, 17 Januari 2025 – Kanwil DJPb Sumatera Barat berpartisipasi dalam Roundtable Meeting Discussion bertema "Institution and Development West Sumatra & Beyond: Critical Take on Nobel Prize in Economics 2024" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas pada Kamis (16/1). Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk membahas peran institusi dalam pembangunan Sumatera Barat, dengan pendekatan berbasis budaya dan kearifan lokal.
Kegiatan ini menghadirkan berbagai narasumber, di antaranya Bapak Andrinof Chaniago (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional 2015), Prof. Dr. Zulfan Tadjuddin (Western Sydney University), Prof. Dr. Syafruddin Karimi, Prof. Dr. Werry Darta Taifur (Ekonom Universitas Andalas), dan Prof. Dr. Asrinaldi (Dosen Ilmu Politik dan Studi Kebijakan FISIP Universitas Andalas). Forum juga dihadiri oleh perwakilan Bank Indonesia, OJK, Bappeda, APINDO, KADIN, dan media.
Dalam diskusi, Bapak Andrinof Chaniago menyoroti pentingnya kolaborasi dalam membangun visi pembangunan yang matang. “Kolaborasi intensif dari para pakar menghasilkan kualitas visi pembangunan yang paripurna. Hal ini terlihat dari bagaimana institusi perencanaan dan moneter dapat semakin matang,” ujarnya.
Prof. Dr. Zulfan Tadjuddin menambahkan bahwa faktor politik sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. “Institusi politik yang tidak baik akan berdampak pada buruknya sistem ekonomi suatu negara,” jelasnya.
Prof. Dr. Syafruddin Karimi mengangkat isu tanah ulayat sebagai tantangan dalam pembangunan. “Karakter lokal masyarakat Minangkabau, termasuk persoalan tanah ulayat, memerlukan pendekatan khusus agar pembangunan dapat berjalan efektif,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Asrinaldi memberikan pandangan terkait dinamika sosial budaya di Sumatera Barat. Menurutnya, pemanfaatan tanah ulayat belum dioptimalkan sebagai modal pembangunan, yang menjadi salah satu kendala utama dalam percepatan pembangunan daerah. “Karakter masyarakat yang selalu berdinamika dan sistem sosial budaya yang kompleks, baik yang mendukung maupun yang menghambat, perlu dipahami secara mendalam agar dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan pembangunan,” jelasnya.
Ibu Syukriah HG, Kepala Kanwil DJPb Sumatera Barat, turut menyampaikan pandangannya terkait pengelolaan fiskal di Sumatera Barat. “Kemandirian fiskal Sumatera Barat masih rendah, sekitar 15-20%, sementara 80% anggaran bergantung pada transfer pusat. Untuk itu, kita perlu mengawal belanja agar efektif dan tetap membawa kearifan lokal dalam kebijakan pembangunan,” tegasnya.
Diskusi juga mencatat isu menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Barat, yang menjadi tantangan besar bagi provinsi ini. Prof. Dr. Rudi Febriamansyah menyebut perlunya penguatan sektor pertanian berbasis kearifan lokal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Forum ini menjadi ruang refleksi bagi berbagai pihak untuk bersama-sama mencari solusi atas tantangan pembangunan Sumatera Barat. Dengan pendekatan berbasis budaya dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan Sumatera Barat dapat memaksimalkan potensinya untuk pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. [Humas Kanwil DJPb Sumbar]