Padang, 20 Mei 2025 — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 19–20 Mei 2025, di Auditorium Istana Gubernur Sumbar, Padang.
Forum ini menjadi wadah konsolidasi antara Pemerintah Provinsi dan seluruh kabupaten/kota dalam menyelaraskan arah pembangunan, dengan penekanan utama pada keterhubungan ide dan kekuatan fiskal.
Dalam sesi tanggapan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatera Barat, Syukriah HG, menyampaikan pentingnya setiap rencana pembangunan disusun dalam kerangka fiskal yang terukur dan realistis.
“Kita tidak kekurangan ide, justru sedang melimpah. Tapi apakah ide-ide ini terkoneksi dengan kapasitas fiskal? Apakah sudah dikaitkan dengan PAD, digitalisasi, dan konektivitas antarwilayah?” tegasnya.
Mimpi Besar dari Selatan ke Utara
Kabupaten Dharmasraya memaparkan rencana ambisius seperti pembangunan smelter kapur, refinery CPO, pergudangan lintas provinsi, hingga RS Trauma Center dan GOR di Sopan Jaya. Proyek-proyek ini diharapkan menjadikan wilayah perbatasan sebagai simpul industri penghubung Sumbar–Jambi. Kakanwil DJPb menekankan pentingnya strategi pembiayaan yang terjadwal dan berbasis peningkatan PAD melalui logistik dan energi.
Padang Panjang menegaskan identitasnya sebagai kota pendidikan melalui rencana pembangunan pabrik susu seperti Cimory, sekolah internasional (kerja sama dengan Sekolah Garuda), masjid ramah musafir, serta usulan exit tol tambahan dan smart city transport. Kota ini juga menghadapi tantangan pengelolaan sampah dan keterbatasan ruang kelas. Syukriah HG mendorong penguatan digitalisasi PAD serta kolaborasi sektor pendidikan dan swasta.
Sijunjung mengusulkan pengembangan kawasan hutan produktif, PLTS, pelayanan kesehatan melalui sistem sister hospital dengan RSCM, serta pembukaan akses tol ke Tanah Datar. Kakanwil DJPb melihat ini sebagai upaya mengintegrasikan ekologi dan ekonomi, dengan catatan bahwa proyek energi hijau juga harus diarahkan untuk memperkuat PAD.
Tanah Datar memfokuskan program pada pendidikan dan lingkungan: toilet sekolah, SMA unggulan berasrama, restocking ikan bilih, serta penyelamatan Danau Singkarak melalui sistem pengolahan sampah. Geopark Singkarak juga dirancang sebagai kawasan wisata edukasi. Menurut Kakanwil DJPb, proyek lingkungan dan pendidikan harus memiliki proyeksi manfaat fiskal jangka panjang.
Mentawai dan Perjuangan Kemandirian
Kepulauan Mentawai menyoroti kebutuhan dasar, yakni listrik. Tanpa listrik, rencana pabrik es, hilirisasi pisang, dan rumah sakit wisata pantai tidak akan berjalan. Pemda Mentawai mengajukan anggaran Rp2 miliar untuk penyediaan listrik serta pemindahan kantor Dinas Pendidikan dan penataan kawasan wisata terpadu.
Syukriah HG menegaskan bahwa mendukung kemandirian fiskal Mentawai adalah bagian dari pemerataan pembangunan dan keadilan fiskal antarwilayah.
Penguatan Kawasan Pesisir Berbasis Fiskal Maritim
Kota Pariaman menyampaikan persoalan cadangan pangan rendah, risiko bencana tinggi, serta potensi penangkaran penyu yang bernilai ekonomi tinggi. Mereka mengusulkan pembangunan dermaga Angso Duo dari dana pusat dan penataan kawasan wisata yang disinergikan dengan Kabupaten Padang Pariaman, yang mendorong pembangunan jalan tembus pesisir dan Pelabuhan Tiram.
Kakanwil DJPb menyarankan agar seluruh potensi ini dirangkai dalam satu skema fiskal maritim yang tematik dan terpadu.
Dari Sampah hingga Ekonomi Hijau
Padang dan Bukittinggi mengajukan diri sebagai pusat pengelolaan sampah regional dengan dukungan SK Gubernur serta kerja sama bersama Semen Padang dalam pemilahan dan pengolahan limbah produktif. Syukriah HG mengapresiasi gagasan ini sebagai model fiskal berbasis ekonomi sirkular yang dapat menciptakan sumber PAD baru.
Pasaman Barat menyodorkan potensi bijih besi berkualitas tinggi, perluasan lahan tanam padi, serta pengembangan layanan kesehatan dan ekonomi biru pesisir. Kakanwil DJPb mendorong perencanaan investasi hijau dalam kerangka PAD terintegrasi.
Pesisir Selatan menyoroti pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandeh yang terkendala status lahan. Usulan revisi desain diarahkan agar KEK ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) berbasis oseanografi, lengkap dengan akuarium laut dan taman bawah laut.
Agam menghadirkan konsep spiritual-ekologis melalui pelestarian ikan garis sakral dan pengembangan subterminal agribisnis tematik. Kakanwil DJPb mendorong fiskalisasi nilai-nilai lokal sebagai bagian dari branding PAD berbasis budaya dan alam.
Sementara itu, Pasaman dan Pasaman Barat mengingatkan pentingnya pembangunan bendungan, pasar ikan higienis, dan perbaikan sistem irigasi untuk mendukung pertanian berkelanjutan.
Fiskal Tidak Bisa Berjalan Sendiri
Musrenbang RPJMD 2025–2029 menjadi refleksi bahwa pembangunan membutuhkan sinergi ide lintas daerah, perhitungan fiskal yang cermat, dan penguatan PAD berbasis data serta digitalisasi. Kakanwil DJPb Sumbar mengingatkan bahwa Sumatera Barat tidak dapat tumbuh dengan pola sektoral dan terfragmentasi.
“Tidak cukup hanya membangun. Kita harus pastikan setiap proyek menciptakan nilai tambah fiskal. Tidak bisa Padang Panjang tumbuh sendiri jika Padang Pariaman tak punya jalan tembus. Tidak bisa Mentawai bicara hilirisasi jika listrik belum menyala. Sumbar harus bergerak sebagai satu kesatuan fiskal,” pungkas Syukriah HG. [Kontributor Budi Lesmana (Kepala Bagian Umum)]