Oleh: Sigid Mulyadi, Kepala KPPN Tanjung
Dana Desa adalah wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun Indonesia dari pinggiran. Dengan alokasi yang terus meningkat, dari Rp70 triliun pada 2023 menjadi Rp71 triliun pada 2024, Dana Desa tidak hanya menjadi alat pembangunan, tetapi juga menyimpan potensi perpajakan. Faktanya, potensi ini masih terbuka ruang untuk digarap secara lebih optimal. Artikel ini akan menceritakan dan membahas bagaimana upaya KPPN Tanjung bersama KPP Pratama Tanjung menggali potensi perpajakan dari Dana Desa melalui kegiatan data analitik.
Pengelolaan Dana Desa memiliki landasan hukum yang kuat. Undang-undang tentang Desa memberikan payung hukum bagi pengelolaan anggaran desa. Untuk urusan perpajakan, pemerintah telah menerbitkan PMK-59/PMK.03/2022 yang mengatur tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pengelolaan kewajiban pajak bagi instansi pemerintah, termasuk desa.
Pada 2024, aturan yang lebih spesifik hadir melalui PMK Nomor 145 tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Desa dan PMK nomor 146 tahun 2023 yang mengatur pengalokasian, penyaluran, serta penggunaannya. Kedua aturan ini menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa dan menjadikan perpajakan sebagai salah satu aspek krusial yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa.
Pasal 42 PMK 145 tahun 2023 menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Dana Desa. Salah satu objek pemantauan dan evaluasi tersebut adalah laporan perpajakan pemerintah desa.
Tantangan Pengawasan Perpajakan Dana Desa
Meski memiliki dasar hukum yang jelas, pengawasan perpajakan Dana Desa masih menghadapi sejumlah tantangan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya memiliki akses terbatas pada data pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Hal ini membuat pengawasan menjadi kurang efektif, karena data yang tersedia tidak mencakup realisasi penyerapan Dana Desa atau transaksi spesifik yang menjadi objek pajak.
Sebaliknya, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) melalui aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara - Transfer ke Daerah (OMSPAN TKD) telah memiliki data yang lebih lengkap. OMSPAN mencatat pagu, realisasi penyaluran dan penyerapan/penggunaan Dana Desa. Namun, data ini belum terintegrasi dengan sistem DJP, sehingga sinergi pengawasan antara keduanya belum optimal.
Melihat hal tersebut, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Tanjung berinisiatif mengajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung melakukan pertukaran dan analisis data untuk dapat menggali lebih dalam potensi pajak dari dana desa. Data pagu, penyaluran, dan penyerapan dana desa disandingkan dengan setoran pajak dari setiap desa. Proses ini menghasilkan benchmark rasio pajak yang dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan pajak desa.
Contoh Hasil Olah Data
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa per tanggal 31 Juli 2024 terdapat 12 desa (2,5%) di wilayah KPPN Tanjung yang belum menyetorkan pajak sama sekali. Sebagian besar desa (82%) hanya mencatatkan rasio pajak terhadap pagu dana desa di bawah 5%, padahal terdapat beberapa desa yang setoran pajaknya di atas 5%. Ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan sekaligus memberikan edukasi kepada perangkat desa.
Pada pengolahan data berikutnya yaitu per 28 Oktober 2024, setoran pajak desa meningkat secara signifikan, dengan benchmark rasio pajak terhadap pagu Dana Desa mencapai 5,02%, naik dari 3,15% pada Juli.
Sebuah studi kasus dari data penyerapan Dana Desa menunjukkan adanya potensi pajak yang signifikan. Sebagai contoh, pada sembilan desa yang dianalisis, ditemukan potensi pajak kurang bayar sebesar Rp125,7 juta. Meski setoran pajak dari desa-desa ini mengalami peningkatan, masih ada ruang untuk penggalian potensi lebih lanjut. Potensi pajak ini dihitung berdasarkan jenis kegiatan yang didanai Dana Desa. Pada data penyerapan dana desa terdapat informasi kegiatan (nama kegiatan/uraian output/keterangan) yang dapat digunakan sebagai trigger menghitung potensi pajak per jenis pajak.
Sebagai contoh, kegiatan pembangunan fasilitas desa, pelatihan, dan pembelian alat-alat tertentu menjadi indikator untuk menghitung kewajiban perpajakan. Melalui pendekatan ini, setiap transaksi dapat diidentifikasi jenis pajak yang semestinya dikenakan dan besaran pajaknya.
Dengan demikian, pemanfaatan data analitik oleh KPPN bersama KPP memungkinkan identifikasi desa-desa yang belum patuh dan setoran pajaknya masih di bawah benchmark atau di bawah hasil perhitungan potensi pajaknya. Data ini tidak hanya menjadi alat untuk menagih kewajiban pajak tetapi juga menciptakan transparansi dalam pengelolaan anggaran desa. Dengan kata lain, data tersebut dapat menjadi dasar untuk memberikan imbauan atau intervensi langsung kepada desa-desa tersebut. Selain itu, kegiatan edukasi dan sosialisasi yang dilakukan dapat lebih fokus.
Manfaat Strategis
Pengawasan pajak Dana Desa berbasis data analitik tidak hanya bermanfaat bagi DJP atau DJPb, tetapi juga bagi pemerintah daerah (pemda). Bagi pemda, langkah ini memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa. Dana Desa yang dikelola dengan baik akan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat sekaligus memperkuat citra pemda di mata publik.
Bagi DJPb, pengawasan berbasis data analitik menunjukkan komitmen terhadap pengelolaan keuangan negara yang efisien dan transparan. Pegawai DJPb juga dapat meningkatkan kompetensinya dalam analisis data. Sedangkan bagi DJP, langkah ini membuka peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak dari desa sekaligus memperkuat pengawasan perpajakan secara nasional. Melalui upaya ini, DJP dapat mengembangkan basis data compliance risk management (CRM) desa. Basis data ini memungkinkan pemerintah memetakan desa-desa yang berisiko tinggi dalam ketidakpatuhan pajak. Dengan peta risiko ini, pemerintah dapat mengambil langkah preventif maupun kuratif secara lebih terarah.
Usulan
Untuk meningkatkan potensi perpajakan dari Dana Desa, beberapa langkah strategis dapat diambil. Pertama, data Dana Desa dapat dimanfaatkan oleh DJP sebagai pemicu untuk menggali potensi perpajakan. Dengan sinergi antara DJPb dan DJP, pertukaran data ini bisa menjadi bagian dari joint program yang efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak di tingkat nasional.
Kedua, kerja sama dengan pemda, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Inspektorat, sangat penting untuk mengawasi kepatuhan perpajakan di tingkat desa. Selain itu, edukasi perpajakan bagi perangkat desa juga perlu dilakukan. Pelatihan ini dapat dilakukan melalui kolaborasi antara KPPN, KPP, dan pemda.
Ketiga, interkoneksi data Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dengan OMSPAN TKD ke depannya agar dapat lebih dikembangkan dengan penambahan menu data pembayaran pajak. Dengan adanya pengembangan interkoneksi ini, data terkait pembayaran pajak yang sudah ada pada Siskeudes dapat ditampilkan pada OMSPAN pada masa mendatang.
Keempat, setoran pajak dari desa dapat dijadikan salah satu syarat dalam penyaluran Dana Desa. Selain itu, desa-desa yang memiliki tingkat kepatuhan pajak yang tinggi bisa diberi prioritas dalam program bantuan tambahan atau insentif Dana Desa. Artinya, tingkat kepatuhan pajak menjadi salah satu kriteria pemberian insentif Dana Desa. Sebaliknya, kepatuhan pajak yang rendah bisa menjadi alasan untuk menunda pencairan Dana Desa hingga kewajiban pajak dipenuhi. Langkah ini akan mendorong desa untuk lebih patuh dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
Kelima, jika memungkinkan integrasi atau interkoneksi aplikasi DJP dengan OMSPAN TKD agar dapat dilakukan. Dengan sinergi ini, data terkait pagu, penyaluran dan penyerapan Dana Desa akan secara otomatis diselaraskan dengan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi.
Keenam, sejatinya anggaran belanja desa tidak hanya berasal dari Dana Desa, tetapi juga meliputi alokasi dana desa (ADD). Misalnya, dengan argumen bahwa ADD ini berasal dari pembagian Dana Bagi Hasil (DBH), bisa dibuat ketentuan adanya kewajiban desa supaya melakukan perekaman data penggunaan ADD pada aplikasi OMSPAN TKD. Toh, jika diperhatikan sudah tersedia menu ADD pada aplikasi OMSPAN TKD, hanya saja hingga kini belum tersedia datanya. Dengan adanya data penggunaan ADD pada OMSPAN, maka akan makin besar potensi pajak dari desa yang dapat digali.
Terakhir, upaya yang telah dilakukan oleh KPPN Tanjung bersama KPP Pratama Tanjung ini diharapkan dapat direplikasi oleh KPPN dan KPP di seluruh Indonesia. Dengan begitu, potensi perpajakan dana desa bisa tergali secara maksimal, sehingga memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional.
Dana Desa dan juga alokasi dana desa (ADD) adalah instrumen penting untuk pembangunan desa, yang juga menyimpan potensi untuk mendukung penerimaan negara. Dengan pengawasan yang lebih baik, edukasi yang intensif, dan pemanfaatan data analitik, potensi pajak dari belanja desa dapat digali secara optimal.
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.