Kamis (29/8), Kanwil DJPb Provinsi NTB mengadakan kegiatan FGD dan Diseminasi KFR Triwulan II tahun 2019 bertempat di Sekotong Meeting Room Aston Mataram. Kegiatan yang mengundang seluruh Sekda dan BPKAD di Provinsi NTB (11 Kabupaten/Kota) ini menghadirkan panelis dari BI Perwakilan NTB dan BPS Provinsi NTB. Selaku tuan rumah, Kabid PPA II Kanwil DJPb Provinsi NTB juga bertindak selaku panelis. Kegiatan ini dipandu moderator dari Kabid SKKI Kanwil DJPb Provinsi NTB.
Selain diskusi terkait komponen-komponen ekonomi yang disajikan dalam Kajian Fiskal Regional yang disusun oleh Kanwil DJPb Provinsi NTB, kegiatan hari ini juga diisi dengan pemberian penghargaan oleh Bidang PAPK Kanwil DJPb Provinsi NTB kepada 11 Perwakilan BPKAD se Provinsi NTB.
Dalam kegiatan diskusi ini banyak hal menarik yang muncul ke permukaan salah satunya seperti yang disampaikan oleh Sekda Kabupaten Lombok Barat terkait investor-investor swasta yang berbondong-bondong ke Lombok namun sejatinya mereka sebenarnya hanyalah broker-broker alias makelar yang mencari keuntungan di tengah naik daunnya nama pulau Lombok sebagai salah satu kawasan investasi yang sedang dikembangkan pemerintah pusat.
Sebagian data yang ditampilkan dalam Kajian Fiskal Regional Triwulan II tahun 2019 yang disusun oleh Kanwil DJPb Provinsi NTB adalah sebagai berikut : apabila dibandingkan pelaksanaan APBN di Provinsi NTB periode triwulan II-2018, pada triwulan II-2019 terjadi penurunan persentase realisasi pendapatan terhadap pagu dari 46,37 persen (Rp1,55 triliun) menjadi 39,63 persen (Rp1,45 triliun). Penurunan pendapatan negara ini sebagai akibat dari penurunan penerimaan perpajakan sebesar 7,30 persen dan penurunan penerimaan negara bukan pajak sebesar 1,6 persen. Realisasi pendapatan Negara sampai dengan triwulan II-2019 terdiri dari penerimaan pajak (Rp1,23 triliun) dan penerimaan bukan pajak (Rp218,61 miliar).
Untuk tingkat penyerapan belanja negara, terjadi sedikit peningkatan dari 45,28 persen (Rp10,67 triliun) pada triwulan II-2018 menjadi 45,4 persen (Rp11,33 triliun) pada triwulan II-2019. Belanja Negara terdiri dari belanja pemerintah pusat dengan realisasi Rp3,32 triliun dan TKDD sebesar Rp8,01 triliun.Total pagu belanja Pemerintah Pusat tahun 2019 di Provinsi NTB sebesar Rp8,48 triliun. Kenaikan alokasi pagu belanja negara tersebut berasal dari belanja modal yang meningkat dari Rp1,94 triliun menjadi Rp2,33 triliun di tahun 2019. Kenaikan alokasi pagu belanja modal yang cukup signifikan ini (Rp385,33 miliar) sejalan dengan upaya pemerintah untuk pemulihan dan rekonstruksi atas bencana gempa tahun 2018. Sampai dengan triwulan II-2019 realisasi belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp3,32 triliun yang terdiri dari belanja barang sebesar 43,3 persen, belanja pegawai sebesar 41,6 persen, belanja modal sebesar 15 persen dan bantuan sosial hanya 0,1 persen. Persentase realisasi anggaran terhadap pagu mengalami sedikit peningkatan dari 45,3 persen pada triwulan II-2018 menjadi 45,4 persen pada triwulan II-2019.
Alokasi pagu TKDD Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2019 sebesar Rp16,45 triliun terdiri dari alokasi pagu Transfer ke Daerah sebesar Rp15,27 triliun dan Dana Desa sebesar Rp1,18 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2018, alokasi pagu TKDD tahun 2019 ini meningkat sebesar 7,2 persen. Realisasi TKDD triwulan II-2019 mencapai Rp8,01 triliun atau 48,7 persen dari pagu. Kontribusi terbesar terhadap realisasi TKDD adalah realisasi DAU sebesar Rp5,17 triliun (64,6 persen) diikuti realisasi DAK sebesar Rp1,58 triliun (19,7 persen), Dana Insentif Daerah sebesar Rp221,46 miliar (2,8 persen).
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II-2019 adalah sebesar Rp1,34 triliun yang diberikan kepada 44.195 debitur (berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program). Jumlah penyaluran KUR terbesar di Provinsi NTB terdapat di Kabupaten Lombok Timur sebanyak Rp285,78 miliar (21,2 persen) dengan jumlah debitur terbanyak yaitu 10.328 debitur (23,4 persen).
Tentunya banyak sekali masukan dan saran bahkan keluhan yang disampaikan para peserta FGD hari ini dimana tentu saja semua hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk menyusun materi KFR yang lebih berkualitas karena sejatinya KFR ini harusnya mampu menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi daerah mereka masing-masing secara lebih optimal.