O P I N I

Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun.

Analisis Kondisi Keuangan Daerah, Langkah Nyata DJPb sebagai Financial Advisor

Oleh: Amdi Noviwijaya Kepala Seksi Analisa, Statistik, dan Penyusunan Laporan Keuangan Kanwil DJPb Provinsi Papua

 

Di dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan keuangan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Presiden juga menguasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Tak terkecuali Presiden juga menyerahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

 Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan bernegara, setiap tahun pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah dan terdiri atas anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemampuan pendapatan daerah.

Siklus APBD dimulai dari perencanaan, penyusunan, penetapan, pelaksanaan, hingga yang terakhir yaitu pertanggungjawaban. Meski merupakan akhir dari siklus APBD, pertanggungjawaban justru menjadi tahapan yang krusial karena merupakan wujud akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah. Paling lambat lima bulan setelah tahun anggaran berakhir, kepala daerah wajib menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan keuangan dimaksud terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Ekuitas, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyatakan bahwa laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Lebih lanjut laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, serta membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Wang et al (2007) mendefinisikan kondisi keuangan sebagai kemampuan dari sebuah organisasi untuk dapat memenuhi kewajiban keuangannya secara tepat waktu. Proses penyediaan barang/jasa oleh suatu institusi tentu akan memunculkan kewajiban keuangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu organisasi dianggap berada dalam kondisi keuangan yang sehat apabila dapat menyelesaikan kewajiban-kewajiban tersebut tanpa mengalami kesulitan keuangan yang signifikan. Selanjutnya, Zafra-Gomez et al (2009) mengartikan kondisi keuangan sebagai kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan sekaligus menyediakan layanan pada level yang dapat diterima oleh masyarakat. Ramsey (2013) memberikan definisi kondisi keuangan sebagai kemampuan pemerintah untuk melakukan beberapa hal, antara lain melunasi tagihan saat ini, menyeimbangkan anggaran tahunan, memenuhi kewajiban keuangan jangka panjang, dan memenuhi kondisi yang dipersyaratkan dalam memberikan tingkat layanan saat ini dan masa depan. Ritonga (2014) menyatakan bahwa kondisi keuangan merupakan kemampuan pemerintah untuk memenuhi kewajiban keuangan (kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang, kewajiban operasional, dan kewajiban untuk menyediakan layanan publik), mengantisipasi kejadian tak terduga, serta mengeksekusi hak-hak keuangan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kondisi keuangan daerah adalah kemampuan keuangan suatu pemerintah daerah untuk memenuhi kewajibannya (kemandirian keuangan, fleksibilitas keuangan, solvabilitas operasional, solvabilitas jangka pendek, solvabilitas jangka panjang, dan solvabilitas layanan), mengantisipasi kejadian tak terduga, dan untuk mengeksekusi hak keuangannya secara efektif dan efisien. Secara detail, kondisi keuangan ini meliputi beberapa hal.

Yang pertama adalah kemandirian keuangan, di mana pemerintah daerah tidak rentan terhadap sumber pendanaan di luar kendalinya atau pengaruhnya, baik dari sumber-sumber dalam negeri maupun luar negeri. Kemandirian keuangan juga menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai secara mandiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat. Nilai kemandirian keuangan diperoleh dengan membandingkan total pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total pendapatan.

Berikutnya adalah fleksibilitas keuangan, yaitu pemerintah daerah dapat meningkatkan sumber daya keuangan untuk menghadapi peningkatan komitmen, baik melalui peningkatan pendapatan atau peningkatan kapasitas utang (debt capacity). Fleksibilitas keuangan juga mengindikasikan kemampuan pemerintah daerah menutupi beban utang/kewajiban. Nilai fleksibilitas keuangan diperoleh dengan membandingkan total pendapatan (tidak termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK)) terhadap total kewajiban dan belanja pegawai.

Selanjutnya adalah solvabilitas operasional yang merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan untuk menutupi beban operasional pemerintah selama periode anggaran. Menurut Priyono (2018) selain solvabilitas operasional, juga terdapat solvabilitas anggaran. Yang membedakan ialah laporan keuangan yang menjadi dasar penghitungan. Solvabilitas operasional dihitung berdasarkan Laporan Operasional (LO), sedangkan solvabilitas anggaran dihitung berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Nilai solvabilitas operasional/anggaran diperoleh dengan membandingkan total pendapatan (tidak termasuk pendapatan DAK) terhadap total beban atau belanja.

Solvabilitas jangka pendek menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari atau sama dengan dua belas (12) bulan. Nilai solvabilitas jangka pendek diperoleh dengan membandingkan kas dan setara kas serta investasi jangka pendek terhadap kewajiban lancar. Adapun Solvabilitas jangka panjang merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban jangka panjang (lebih dari dua belas bulan). Nilai solvabilitas jangka panjang diperoleh dengan membandingkan total aset tetap terhadap kewajiban jangka panjang. 

Terdapat pula solvabilitas layanan yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan dan mempertahankan kualitas pelayanan publik yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat. Nilai solvabilitas layanan diperoleh dengan membandingkan total aset tetap terhadap jumlah penduduk.

Dengan diketahuinya kondisi keuangan suatu pemerintah daerah, maka akan diketahui pula kemampuan pemerintah daerah tersebut untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, men-generate pendapatan, menyediakan dan memelihara kualitas layanan publik, meningkatkan sumber daya keuangan, serta membiayai kegiatan operasional pemerintahan secara mandiri. Selanjutnya tentu saja diharapkan pemerintah daerah dapat makin meningkatkan awareness terhadap kualitas pengelolaan keuangan daerah yang terkait secara langsung dengan pemenuhan kewajiban-kewajibannya. Pemerintah daerah yang secara pasti mengetahui dan memahami kondisi keuangannya, sudah sepatutnya mengambil kebijakan-kebijakan strategis dan langkah-langkah yang konkret demi mewujudkan kondisi keuangan pemerintah daerah yang sedemikian rupa sehingga kesejahteraan masyarakat akan lebih mudah dicapai.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) merupakan instansi vertikal dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dalam lingkup Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Pengamanahan tugas sebagai financial advisor yang diberikan pimpinan organisasi kepada DJPb menjadi bagian dari strategi penguatan peran selaku Regional Chief Economist. Pelaksanaan tugas sebagai financial advisor antara lain dapat diimplementasikan dalam bentuk analisis terhadap kondisi keuangan pemerintah daerah. Tugas dan fungsi pembinaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah daerah (SAPD) yang selama ini telah dilakukan oleh Kanwil DJPb – khususnya Bidang Pembinaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan – dapat makin diperkuat dengan analisis kondisi keuangan melalui analisis atas laporan keuangan, diagnosis penyebab kondisi keuangan existing, dan sumbangan rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam rangka mengakselerasi peningkatan kondisi keuangan.

Strategi penguatan ini juga makin mempererat kerja sama dan sinergi Kanwil DJPb dengan pemerintah daerah setempat serta makin menegaskan kehadiran Kanwil DJPb sebagai representasi Kementerian Keuangan di daerah yang senantiasa mendukung pengelolaan keuangan daerah yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili tempat penulis bekerja.

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)